66
produksi, dan kebiasaan masyarakat, tetap harus dijadikan pertimbangan walaupun dengan nilai kepentingan yang relatif lebih rendah.
Keluaran model Tabel 14 menunjukan bahwa produk agroindustri inti yang memiliki keunggulan terbesar adalah gula semut, dengan skor keputusan
0,395; diikuti oleh gula cair 0,341 di peringkat kedua, dan di peringkat ketiga gula cetak 0,265. Urutan prioritas produk didasarkan pada pertimbangan nilai
kepentingan kriteria yang ditentukan pada tahapan sebelumnya. Tabel 14 Keluaran sub model produk unggulan
Prioritas pengembangan produk gula semut dipengaruhi oleh kenyataan bahwa potensi nilai tambah yang akan diperoleh adalah relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan alternatif produk agroindustri gula aren lainnya. Perbedaan nilai tambah tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan harga gula semut dengan
harga gula cetak dan gula cair. Berdasarkan data Indeks Harga Konsumen IHK yang dipublikasikan oleh BPS 2011, harga gula semut di pasar domestik
mencapai Rp20.000 – 22.000 kg, gula cair Rp25.000-30.000 kg, sedangkan gula
cetak berkisar Rp12.000-14.000 kg. Disamping faktor harga, permintaan domestik maupun ekspor produk gula aren menunjukan peningkatan nyata pada
beberapa tahun terakhir. Kondisi tersebut antara lain terlihat dari konsumsi per kapita gula merah di Indonesia yang mengalami peningkatan rata-rata sebesar
8,7 pada selang 2005 – 2010 BPS, 2011, dimana permintaan terbesar terjadi
pada komoditi gula semut. Kriteria yang memiliki tingkat kepentingan relatif yang lebih rendah
umumnya bersumber dari sisi penawaran dimana secara kumulatif akan memberikan dampak yang cukup besar terhadap produk yang dihasilkan. Faktor-
faktor kualitas tenaga kerja, ketersediaan alat dan mesin, kondisi bahan baku,
67
biaya produksi, dan kebiasaan masyarakat dalam kenyataan memiliki kekuatan dalam perencanaan pengembangan agroindustri. Austin 1992 dan Tan 1994
menunjukan bahwa perencanaan pengembangan produksi harus menempatkan faktor-faktor tersebut sebagai faktor kritis dalam pengambilan keputusan.
6.3.2. Sub Model Kapasitas Olah
Kapasitas agroindustri merupakan faktor yang sangat penting dalam perencanaan pengembangan agroindustri aren di suatu wilayah karena akan
berkaitan dengan kelayakan dan keberlanjutan usaha agroindustri itu sendiri.
B
erdasarkan hasil identifikasi diperoleh tiga alternatif kapasitas olah agroindustri aren gula semut yaitu: a 1.000 l nira b 5.000 l nira, dan c 10.000 l nira. Dasar
pertimbangan penentuan ketiga alternatif tersebut disesuaikan dengan karakteristik wilayah dan program pengembangan agroindustri nasional yang
menitikberatkan pada pengembangan industri kecil dan menengah. Penentuan prioritas kapasitas olah dilakukan melalui dua tahapan:
1 merumuskan aturan-aturan rules dalam logika if … then, dan 2 penentuan
kapasitas olah dengan menggunakan teknik MPE. Kriteria-kriteria yang digunakan dalam proses-proses tersebut adalah 1 ketersediaan bahan baku, 2
jarak sumber bahan baku, 3 mutu bahan baku, 4 ketersediaan alat dan mesin, 5 waktu pengangkutan, 6 kapasitas penampungan, 7 tenaga kerja yang tersedia,
dan 8 biaya produksi. Berdasarkan kriteria dan aturan-aturan tersebut, penentuan kapasitas olah prioritas dilakukan dengan menggunakan teknik MPE.
Berdasarkan analisis kepentingan masing-masing kriteria terhadap proses penentuan kapasitas olah diperoleh bahwa kriteria ketersediaan bahan baku, mutu
bahan baku dan biaya produksi memiliki tingkat kepentingan yang lebih besar dibandingkan dengan kreteria-kriteria lainnya Lampiran 12. Dengan kata lain,
ketiga kriteria tersebut merupakan faktor-faktor kritis dalam penentuan kapasitas olah agroindustri aren dimana produk gula semut sebagai prioritas.
Hasil keluaran model Tabel 15 menunjukan bahwa prioritas kapasitas olah yang memiliki skor keputusan tertinggi adalah kapasitas olah 5000 liter nira
dengan skor keputusan 42,8765, peringkat kedua adalah kapasitas olah 1.000 l, sedangkan kapasitas olah 10.000 l berada pada peringkat ketiga. Keputusan
68
kapasitas olah 5.000 l merupakan pilihan yang tepat untuk dikembangkan di Kabupaten Minahasa Selatan karena memenuhi sebagian besar prasyarat prioritas
pengembangan sebagaimana tercermin pada kriteria-kriteria utama yang umumnya ditetapkan pada tahapan awal perencanaan.
Tabel 15 Peringkat Prioritas Kapasitas Olah No
Alternatif Kapasitas Skor Keputusan
Peringkat 1
1.000 l
33,7049
3 2
5.000 l
42,8765
1 3
10.000 l
37,9391
2
Apabila diasumsikan bahwa agroindustri aren yang akan dikembangkan harus memenuhi unsur peningkatan dan pemerataan nilai tambah maka alternatif
kapasitas olah 5000 l menjadi prioritas keputusan. Berdasarkan sebaran jumlah penyadap dan potensi bahan baku yang dapat dihasilkan Tabel 16 diperoleh
bahwa sebagian besar kecamatan di Minahasa Selatan berpotensi untuk menghasilkan nira aren dengan jumlah lebih dari 10.000 l per hari atau 5.000 l per
sekali olah. Pada kondisi ini sebenarnya alternatif pilihan kapasitas olah 1000 l per satu kali olah adalah cukup realistis namun jika pertimbangan lain dimasukan
maka pilihan keputusan menjadi semu. Begitu juga dengan kriteria mutu bahan baku, dimana diketahui bahwa
sampai pada kapasitas olah 5.000 liter, kontrol terhadap mutu bahan baku dapat dijalankan dengan baik sampai pada tahap dimana nira tersebut siap untuk
diproses lanjut pada tahapan pengolahan. Kondisi ini berkaitan erat dengan waktu maksimal yang digunakan untuk menampung nira tersebut dari setiap penyadap.
Berdasarkan pengamatan lapangan diketahui bahwa sampai pada batas waktu maksimal 3 jam setelah disadap volume nira yang dapat dikumpulkan pada suatu
titik di lokasi produsen utama tidak akan mencapai 10.000 l. Karena untuk menghasilkan gula, nira sudah harus sampai pada tangki penampungan pada
proses pengolahan maksimum 3 jam setelah disadap. Jika melebihi batas waktu tersebut maka komposisi nira telah mengalami perubahan, khususnya pH dan