Sub Model Kapasitas Olah
68
kapasitas olah 5.000 l merupakan pilihan yang tepat untuk dikembangkan di Kabupaten Minahasa Selatan karena memenuhi sebagian besar prasyarat prioritas
pengembangan sebagaimana tercermin pada kriteria-kriteria utama yang umumnya ditetapkan pada tahapan awal perencanaan.
Tabel 15 Peringkat Prioritas Kapasitas Olah No
Alternatif Kapasitas Skor Keputusan
Peringkat 1
1.000 l
33,7049
3 2
5.000 l
42,8765
1 3
10.000 l
37,9391
2
Apabila diasumsikan bahwa agroindustri aren yang akan dikembangkan harus memenuhi unsur peningkatan dan pemerataan nilai tambah maka alternatif
kapasitas olah 5000 l menjadi prioritas keputusan. Berdasarkan sebaran jumlah penyadap dan potensi bahan baku yang dapat dihasilkan Tabel 16 diperoleh
bahwa sebagian besar kecamatan di Minahasa Selatan berpotensi untuk menghasilkan nira aren dengan jumlah lebih dari 10.000 l per hari atau 5.000 l per
sekali olah. Pada kondisi ini sebenarnya alternatif pilihan kapasitas olah 1000 l per satu kali olah adalah cukup realistis namun jika pertimbangan lain dimasukan
maka pilihan keputusan menjadi semu. Begitu juga dengan kriteria mutu bahan baku, dimana diketahui bahwa
sampai pada kapasitas olah 5.000 liter, kontrol terhadap mutu bahan baku dapat dijalankan dengan baik sampai pada tahap dimana nira tersebut siap untuk
diproses lanjut pada tahapan pengolahan. Kondisi ini berkaitan erat dengan waktu maksimal yang digunakan untuk menampung nira tersebut dari setiap penyadap.
Berdasarkan pengamatan lapangan diketahui bahwa sampai pada batas waktu maksimal 3 jam setelah disadap volume nira yang dapat dikumpulkan pada suatu
titik di lokasi produsen utama tidak akan mencapai 10.000 l. Karena untuk menghasilkan gula, nira sudah harus sampai pada tangki penampungan pada
proses pengolahan maksimum 3 jam setelah disadap. Jika melebihi batas waktu tersebut maka komposisi nira telah mengalami perubahan, khususnya pH dan
69
kadar sukrosa, sehingga tidak cocok untuk diolah menjadi gula. Perubahan komposisi tersebut diakibatkan oleh adanya proses fermentasi karena adanya
aktivitas mikroba. Semakin lama nira tersebut didiamkan akan menyebabkan semakin tinggi derajat keasaamannya dan berbanding terbalik dengan kadar
sukrosa didalam nira. Tabel 16 Sumber dan produksi nira aren Kabupaten Minahasa Selatan tahun 2010
No. Kecamatan
Luas ha
Jumlah Pohon
Penyadap org
Produksi Nira lhr
1 Modoinding
66,40 332
21 315
2 Maesaan
94,43 2.489
160 2.400
3 Tompaso Baru
141,47 3.816
246 3.690
4 Ranoyapo
134,40 2.821
182 2.730
5 Motoling
67,48 12.444
802 12.030
6 Motoling Timur
48,50 20.409
1.314 19.710
7 Motoling Barat
39,79 14.104
908 13.620
8 Kumelembuai
97,24 18.252
1.176 17.640
9 Tenga
196,31 10.619
684 10.260
10 Sinonsayang 108,36
6.637 427
6.405 11 Amurang
170,09 2.489
160 2.400
12 Amurang Timur 53,09
13.274 855
12.825 13 Amurang Barat
122,13 12.610
812 12.180
14 Tumpaan 128,40
8.296 534
8.010 15 Tatapaan
55,20 9.956
641 9.615
16 Tareran 42,80
16.261 1.047
15.705 17 Suluun Tareran
45,40 11.117
716 10.740
Jumlah 1591,65 165.926
10.687 160.305
Sumber: Dinas Perkebunan Kabupaten Minahasa Selatan 2011 Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Minahasa 2011
Biaya produksi dikategorikan sebagai faktor kritis penentuan kapasitas olah berkaitan erat dengan tingkat penerimaan dan nilai tambah yang akan
diperoleh. Pada kapasitas olah skala kecil, biaya produksi per satuan produk umumnya lebih besar dari nilai tambah per satuan produk yang dihasilkan.
Dengan kata lain, usaha agroindustri yang dijalankan belum berada pada skala ekonomi. Konsekuensi tidak menguntungkan juga terjadi pada skala produksi
yang relatif besar karena besarnya resiko yang dihadapi, terutama apabila terjadi perubahan faktor-faktor eksternal. Pertimbangan yang berkaitan dengan biaya
70
produksi inilah yang mengarahkan pengambilan keputusan kapasitas olah 5000 l yang memiliki keunggulan untuk dikembangkan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Novarianto et al 2001 menunjukan bahwa kapasitas olah agroindustri gula aren skala menengah, 4.000
– 6.000 l, memiliki tingkat keuntungan rata-rata jika dibandingkan dengan skala kapasitas
olah yang lebih kecil atau lebih besar dari kapasitas tersebut. Kondisi tersebut antara lain disebabkan oleh a sifat dari bahan baku yang cepat mengalami
perubahan, b kemampuan dan ketrampilan tenaga kerja yang dimiliki, dan 3
kemampuan modal yang dimiliki. 6.3.3. Sub Model Teknologi Pengolahan
Hasil identifikasi model teknologi pengolahan agroindustri aren inti, dalam hal ini gula aren, diperoleh tiga alternatif teknologi yang dapai digunakan
pada proses pengolahan yaitu: 1 teknik tradisional OP, 2 teknik open pan dan vacum evaporator
OP+VE, dan 3 kombinasi teknologi membran, open pan dan vacum evaporator
TM+OP+VE. Berdasarkan hasil identifikasi juga diperoleh 13 tiga belas kriteria penentuan prioritas teknologi, dimana berdasarkan tingkat
kepentingan relatif diperoleh 5 lima kriteria yang memiliki bobot terbesar yaitu: 1 ketersediaan dan aksesibilitas, 2 harga satuan, 3 biaya operasi, 4 produksi per
satuan waktu, dan 5 penggunaan alat dan bahan tambahan. Bobot dan penilaian kriteria dipresentasikan pada Lampiran 13.
Keluaran model menunjukan bahwa proses pengolahan agroindustri gula semut yang memiliki nilai keputusan tertinggi adalah proses dengan
menggunakan teknologi OP+VE. Nilai keputusan masing-masing alternatif teknologi proses pengolahan disajikan pada Tabel 17. Skor keputusan teknologi
OP+VE berdasarkan keluaran model adalah 35,4256 diikuti oleh teknologi proses TM+OP+VE sebesar 29,8900; sedangkan alternatif teknologi tradisional OP
berada pada peringkat terakhir dengan skor keputusan terkecil. Ditinjau dari aspek teknis, proses pengolahan yang dilakukan oleh
agroindustri aren umumnya masih bersifat tradisional dimana selain penggunaan alat sederhana dan manual, proses pengolahan juga masih menggunakan metode
konvensional. Padahal untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing tidak
71
dapat dicapai apabila teknik atau metode seperti itu masih terus dipertahankan. Aplikasi teknologi pengolahan gula aren dengan teknik open pan dan vacum
evaporator OP+VE merupakan alternatif teknologi yang disarankan oleh model
dengan beberapa pertimbangan yang ditetapkan berdasarkan tingkat kepentingan.
Tabel 17 Peringkat prioritas teknologi proses pengolahan No
Alternatif Proses Skor Keputusan
Peringkat 1
Tradisional OP 28.1281
3 2
OP + VE 35.4256
1 3
TM + OP + VE 29.8900
2
Keterangan: OP = open pan ; VE = vacum evaporator; TM = Teknik Membran
Alternatif teknik pengolahan nira aren pada unit produksi gula aren dengan menggunakan teknik OP+VE lebih baik jika dibandingkan dengan teknik-teknik
lainnya. Implementasi penggunaan teknologi pengolahan tersebut memberi keuntungan dan manfaat antara lain karena: a waktu yang dibutuhkan pada
proses evaporasi menjadi lebih singkat dan b meningkatnya efisiensi produksi sebagai akibat dari tingkat penggunaan tenaga kerja yang relatif lebih sedikit.
Kajian yang dilakukan oleh Iskandar 1991 menunjukan bahwa peningkatan tekanan mengakibatkan peningkatan suhu penguapan pemasakan
berakibat meningkatnya gula pereduksi. Lamanya proses penguapan pemasakan juga tergantung besarnya tekanan evaporator. Lama proses pengolahan gula
merah cair dengan metoda evaporator kurang dari 120 menit. Semakin tinggi tekanan, semakin cepat proses evaporasi
Proses pengolahan tradisional yang dilakukan oleh unit agroindustri di pedesaan umumnya menghasikan nilai tambah yang relatif rendah dibandingkan
dengan yang diperoleh oleh unit pengolahan dengan menggunakan teknologi yang lebih baik. Rendahnya nilai tambah tersebut disebabkan oleh besarnya beban
biaya tenaga kerja dan rendahnya tingkat produktivitas, sehingga pada gilirannya tidak memiliki daya saing yang kuat di pasar. Sementara itu,
72
Pengolahan gula aren dengan alternatif teknologi pengolahan kombinasi teknik membran dengan open pan dan vacum evaporator TM+OP+VE
berdasarkan kajian empiris memberikan manfaat yang relatif sama dengan teknik OP+VE
dimana efisiensi produksi berada pada kondisi maximum. Namun jika dilihat dari faktor-faktor lain maka keputusannya akan berdampak negatif
terhadap indikator penting seperti nilai tambah dan daya saing. Teknologi pengolahan TM+OP+VE tidak dianjurkan dalam model karena biaya pengadaan
dan operasi teknik ini adalah sangat besar dan membebani biaya produksi sehingga berdampak pada terjadinya inefisiensi usaha yang bermuara pada
rendahnya nilai tambah dan daya saing.