d. Pengadaan AsramaPondok AP
Pengadaan pondok di kota kecamatan yang berdekatan dengan SLTP sangat efektif untuk
menampung siswa yang berasal dari pelosok desa yang lokasinya jauh, terpencil, terpencar-pencar, dan daerah
yang sarana transportasinya belum memadai. Pondok lebih bersifat sebagai tempat tinggal sementara dan
tempat belajar. Pengelolaannya dapat dilakukan oleh pihak sekolah ataupun masyarakat sekitar sekolah. Akan
lebih berarti lagi jika pengadaan pondok disertai dengan pendirian kelompok pengajian sejenis pesantren dengan
mengadakan guru pembimbing khusus atau memanfaatkan penduduk sekitar yang memiliki keahlian
memadai.
e. Pelaksanaan Pola-pola Konvensional PK
Model pola penuntasan wajib belajar konvensional seperti pembangunan unit gedung baru, ruang kelas
baru, tambahan guru, pengadaan laboratorium, perpustakaan, dan sarana belajar lainnya tetap dilakukan
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang ada, dicocokan dengan hasil perhitungan analisis kohor dan
pemetaan mutu pendidikan. Setiap sekolah konvesional harus dipacu untuk terus-menerus melakukan upaya
pengembangan dan peningkatan mutunya, baik ditinjau dari segi instrumental
input, raw input, maupun metode kerjanya. Hal tersebut dimaksudkan agar pada setiap
komponen instrumen pendidikan persekolahan mengalami peningkatan berkelanjutan.
f. Penanggulangan Putus Sekolah akibat Kemiskinan PSM
Dari penelusuran kasus putus sekolah, mengulang kelas, dan tidak melanjutkan sekolah, pada umumnya
disebabkan oleh “faktor kemiskinan”. Dalam keadaan miskin, mereka tidak memiliki kesempatan untuk
menentukan pilihan untuk bersekolah. Menurut mereka, 17
6
PERENCANAAN PENDIDIKAN
membantu orang tua mencari nafkah merupakan pilihan yang paling realistis, sedangkan sekolah dianggap
sebagai pemborosan. Kelompok ini harus ditangani melalui 1 pembebasan semua biaya pendidikan; 2
pemberian beasiswa dalam bentuk biaya hidup, uang saku, dan peralatan sekolah; 3 penggalangan orang tua
asuh-anak asuh; 4 pengembangan praktik pendidikan keterampilan yang benilai ekonomis atau pendidikan
keterampilan hidup
life-skill dan pendidikan upajiwa.
g. Pemberdayaan Perencana dan Masyarakat PPM
Tenaga perencana di tingkat kabupatenkota perlu diberdayakan dengan jalan mengikuti pendidikan atau
latihan di bidang perencanaan hingga mereka menjadi perencana yang handal dan profesional. Tanpa
pengetahuan yang cukup tentang perencanaan, maka sumbangan kinerja terhadap sistem kurang berarti. Di
setiap kesempatan dan oleh semua pihak, masyarakat harus selalu diingatkan akan pentingnya bersekolah dan
mendukung anak usia sekolah agar terus bersekolah. Dorongan orang tua dan keluarga akan lebih berarti
dibandingkan dengan dorongan yang di dapatkan anak dari lingkungan selain keluarga.
Ketuntasan wajib belajar pendidikan dasar akan tercapai dengan segera apabila model-model intervensi
tersebut dilaksanakan sebagaimana mestinya. Dengan analogi matematis, ketuntasan wajib belajar merupakan
akumulasi dari pelaksanaan ketujuh model tersebut, secara ringkas model deskriptif deterministiknya dapat
ditulis sebagai berikut.
Formula Tuntas Wajib Belajar TWB = f AKK, SIM-AP, DPL, AP, PK,
PPM
7. PERENCANAAN PENUNTASAN WAJIB BELAJAR DAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
177
3. Kriteria Ketuntasan dan Keberhasilan Wajib Belajar Pendidikan Dasar
Ketuntasan wajib belajar pendidikan dasar akan tercapai jika:
a. Semua penduduk usia sekolah bersekolah atau mengikuti pendidikan pada lembaga-lembaga
pendidikan, baik pendidikan formal maupun nonformal.
b. Semua anak putus sekolah SDMI dapat diikutsertakan ke dalam program penyelenggaraan ujian persamaan
SD atau Paket A. c. Semua lulusan SDMI, lulusan ujian persamaan SD
atau tuntas Paket A melanjutkan ke jenjang SLTP atau yang setara.
d. Mantan siswa SLTP yang tidakbelum lulus atau yang putus sekolah SLTP dapat melanjutkan ke SLTP Terbuka
atau diikutsertakan ke dalam penyelenggaraan ujian persamaan SLTP.
Program wajib belajar pendidikan dasar dipandang tuntas dan berhasil jika arus siswa berada dalam posisi
sebagai berikut.
Kotak 2 Model ideal arus penduduk usia pendidikan dasar
17 8
PERENCANAAN PENDIDIKAN
1 Y1+Y2 = X2+X4+X5+X6+X7+X8 + X10+X11+X12+X13+X15
2 X1Y1 + X1Y2 - X5 = 0 3 X3 - X4 + X5 = 0 ; X1Y1 = 0 ; dan X1Y2 = 0
4 X2 = X6 ; X4 = X7 ; dan X5 = X8 5 X6 + X7 + X8 transitif ke X9 atau X10 + X11 +
X12 6 Y1 = X2 + X3X4 + X3X5 + X1Y1X2 + X1Y1X3X4
+ X1Y1X3X5 7 X6 + X7 + X8 = X9 = X10 + X11 + X12 = X13
8 X10+X11+X12-X14 = X15 ; X14 = 0 ; X9 = X13 tamat SLTP 100
Program wajib belajar pendidikan dasar dipandang kurang berhasil jika terjadi deviasi, dengan formula
sebagai berikut.
Kotak 3 Penyimpangan arus dari model ideal
1 Y1+Y2 X2+X4+X5+X6+X7+X8 + X10+X11+X12+X13+X15
2 X1Y1 - X3 0 ; X3 - X4 + X5 0 ; X1Y1 - X4 + X5 3 Y2 - X9 + X1Y2X5 0
4 Angka transisi dari X6 + X7 + X8 ke X9 100 5 X9
t-3
- X13
t
6 Dipandang memiliki nilai tambah yang positif apabila X13 transitif ke X16. Makin besar persentasenya,
makin bernilailah makna ketuntasan wajib belajar dan tingkat pendidikan penduduk
4. Penerapan dan Uji Coba Model
Model arus penuntasan wajib belajar sebagaimana diuraikan di atas sangat cocok diterapkan pada satuan
wilayah setingkat kabupaten atau kecamatan, tanpa mempertimbangkan konsep desentralisasi, dekonsentrasi,
ataupun sentralisasi. Namun demikian, fluktuasi dan
7. PERENCANAAN PENUNTASAN WAJIB BELAJAR DAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
179