Perencanaan Pendidikan dalam Konteks
diberlakukannya kebijakan otonomi daerah, perencanaan pendidikan di daerah harus dilakukan pada level
kabupatenkota, sedangkan perencanaan pada tingkat provinsi merupakan fungsi koordinasi dan distribusi.
Kebijakan otonomi daerah mempunyai implikasi langsung dalam proses perencanaan pendidikan pada level
kabupatenkota, dengan “asumsi bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku”
Pasal 1 Ayat 1 UU No.5 Tahun 1974. Titik berat otonomi daerah pada kabupaten dan kota dilaksanakan dengan
menyerahkan sebagian urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat danatau provinsi kepada pemerintah
kabupaten atau kota secara bertahap dan berkelanjutan Pasal 2 PP No. 45 Tahun 1992. Penyelenggaraan
pemerintahan di daerah didasarkan pada asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan asas tugas
pembantuan.
Sasaran desentralisasi
ditujukan untuk
mengoptimalkan pemanfaatan posisi geografis Indonesia yang strategis, memiliki kebhinekaan sumber daya alam,
serta memanfaatkan perubahan struktural yang tengah terjadi dalam sistem kehidupan dunia yang sedang
berlangsung dewasa ini Anwar Nasution 1989. Desentralisasi manajemen pembangunan dipandang lebih
baik dibandingkan dengan pembangunan yang dilaksanakan secara sentralistis, yang lebih banyak
menghadapi hambatan dalam pelaksanaannya dan hanya dapat dilaksanakan secara baik oleh daerah-daerah yang
memenuhi persyaratan tertentu Mubyarto 1989.
Dengan menganut strategi pembangunan dari bawah bottom-up planning, peranan pemerintah pusat perlu
dititikberatkan pada aspekaspek yang strategis dan memberi peluang kepada masyarakat untuk
mengembangkan kemampuannya. Sistem yang kita anut dengan sendirinya adalah sistem terbuka, yang lebih
responsif terhadap dinamika keadaan lingkungan
1. KONSEP DASAR PERENCANAAN
PENDIDIKAN
1 1
sekitarnya Moerdiono 1991:34. Sementara Mubyarto 1989:93 mengemukakan bahwa setiap daerah
sesungguhnya mempunyai keistimewaan yang dapat dikenali dan dikembangkan bagi keuntungan daerah yang
bersangkutan. Kata kuncinya adalah partisipasi yang kompak dari seluruh masyarakat di daerah. Apabila
partisipasi masyarakat itu dapat dikembangkan dari bawah, maka manajemen pembangunan jauh lebih
mudah pada semua tingkatannya. Dengan demikian, secara otomatis akan terjadi desentralisasi dalam
pelaksanaan manajemen pembangunan.
Urusan pemerintahan ke daerah otonom meliputi banyak urusan pemerintahan, kecuali bidang: a
pertahanan dan keamanan; b peradilan; c luar negeri; d moneter; e sebagian urusan pemerintahan umum
yang menjadi wewenang, tugas, dan kewajiban kepala wilayah; serta f urusan pemerintahan lainnya yang
secara nasional lebih berdaya guna dan berhasil guna jika tetap diurus oleh pemerintah Pasal 4 Ayat 2 PP No.
451992. Oleh karena itu, penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan
pelayanan masyarakat dalam bidang pendidikan termasuk dalam urusan yang diserahkan kepada
pemerintah kabupatenkota.
Setelah berlangsung praktik pemerintahan dengan pola otonomi daerah, banyak hal yang berlangsung
berbeda dengan teori dan rencana semula. Sistem pemerintahan yang seharusnya lebih terbuka, akuntabel,
aspiratif, partisipatif, dan fleksibel belum sepenuhnya dapat dijalankan, bahkan dalam beberapa hal terjadi
“kemunduran” dan kondisi yang sebaliknya. Keterbukaan menjadi “komoditas” yang mahal, partisipasi dalam
pembangunan pendidikan sukar digalang, praktik kekuasaan dan sikap Asal Bapak Senang ABS makin
menjadi, kepedulian pada mutu dan prestasi kerja mengendur, konsep pemberdayaan yang mestinya terjadi
pada setiap lapisan masyarakat dan pemerintahan malah tidak terjadi. Kondisi ini mestinya dicermati oleh para
1 2
PERENCANAAN PENDIDIKAN
perencana pendidikan sebab ketika malpraktik terjadi pada level guru, tata usaha sekolah, dan kepala sekolah,
maka kontrol terhadap produktivitas kerja mereka jadi sukar dikendalikan. Terlebih lagi jika pengedalinya telah
lebih dulu memberikan rambu-rambu dan contoh bagi terjadinya malpraktik atau penyimpangan.
Di negara-negara yang sistem pemerintahannya sentralistis, dengan pemerintahan hasil pemilihan
mayoritas, perencanaan partisipatoris participatory
planning tidak berhasil menggeser quantitative- authocratic planning. Sementara itu di negara-negara
yang pemerintahannya menganut sistem desentralisasi, participatory planning mendapat tempat yang baik,
terutama pada tingkat lokal Fakry Gaffar 1987:25. Perencanaan pendidikan harus berorientasi pada sistem
perencanaan yang lebih terbuka dan fleksibel. Untuk itu diperlukan adanya pergeseran dari perencanaan yang
bersifat birokratik ke arah perencanaan partisipatoris yang lebih diarahkan pada kebutuhan nyata di lapangan
dan kebutuhan riil manusia. Sentralisasi manajemen pendidikan pada kantor wilayah ataupun dinas pendidikan
yang luas merupakan hal yang tidak tepat dan tidak responsif bagi pemenuhan kebutuhan peserta didik, guru-
guru, dan kepala sekolah, juga akan mengurangi daya kritis persatuan guru, orang tua, dan kepala sekolah
terhadap kegagalan sekolah Henry M Levin 1991:vi. Oleh karena itu, dalam rangka merumuskan rencana
pendidikan di daerah, diperlukan adanya upaya peningkatan kemampuan sumber daya manusia pada
tingkat kabupatenkota. Hal tersebut dimaksudkan agar mereka memiliki kemampuan yang memadai untuk
menyusun rencana, menyediakan perangkat pendukung, dan sistem informasinya.
1. KONSEP DASAR PERENCANAAN
PENDIDIKAN
1 3