Asumsi Dasar Pemodelan Perencanaan Strategis

siklus ini diketahui posisi keberadaan penduduk usia 13– 15 tahun. Kotak-kotak arus yang menunjukkan keberadaan mereka diberi label simbol-simbol sebagai berikut. Kotak 1 Pelabelan posisi arus penduduk suatu wilayah Y1 = penduduk usia 7–12 tahun Y2 = penduduk usia 13–15 tahun X1Y1 = penduduk usia 7–12 tahun yang belum sekolah X1Y2 = penduduk usia 13–15 tahun yang belum sekolah X2 = penduduk usia 7–12 sekolah di SDMI X3 = penduduk usia 7–12 yang putus SDMI X4 = penduduk usia 7–12 peserta uper SD X5 = penduduk usia 7–12 peserta paket A X6 = penduduk usia 7–12 telah lulus SDMI X7 = penduduk usia 7–12 telah lulus uper SD X8 = penduduk usia 7–12 telah lulus Paket A X9 = penduduk usia 13–15 tahun lulusan SDMI lanjut ke SLTP X10 = penduduk usia 13–15 tahun lulusan SDMI lanjut ke SLTP biasa X11 = penduduk usia 13–15 tahun lulusan SDMI lanjut ke SLTP terbuka X12 = penduduk usia 13–15 tahun lulusan SDMI lanjut ke SLTP biasa X13 = penduduk usia 13–15 tahun lulus SLTP X14 = penduduk usia 13–15 tahun tidak lulusputus SLTP X15 = penduduk usia 13–15 tahun lulus ujian persamaan SLTP X16 = penduduk usia 13–15 tahun lulus SLTP melanjutkan ke SLTA atau yang sederajat Data penunjangnya antara lain jumlah nominal yang harus ada pada kotak Y1, Y2, X1 sampai X16, X1Y1, dan 17 4 PERENCANAAN PENDIDIKAN X1Y2 yang diisi menurut kecamatandesa jika murni data kependudukan dan menurut sekolah atau jenis dan tingkat pendidikan jika datanya data kependidikan.

b. Penguatan SIM dan Pemetaan Pendidikan SIM-PP

Salah satu kelemahan dalam perencanaan pendidikan dewasa ini adalah lemahnya kemampuan aparat perencana dalam pengelolaan sistem informasi. Data antardepartemen sering tidak sinkron, sering terlambat penyampaiannya, dan akurasinya kurang dapat diandalkan. Data yang diperlukan, digunakan, dan dihasilkan dalam perhitungan analisis kohor dapat digunakan untuk menghitungmemprediksi kebutuhan fasilitas, tenaga, dan dana yang diperlukan untuk biaya operasional pendidikan, serta untuk pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan. Untuk itu diperlukan adanya pelatihan khusus bagi para perencana pendidikan di tingkat kabupatenkota.

c. Diversifikasi Layanan

Pendidikan DPL Di tiap kecamatan rata-rata telah memiliki minimal satu SLTP, satu di antaranya ditetapkan sebagai SLTP induk yang diberi kewenangan untuk membina penyelenggaraan SLTP Terbuka, SLTP Kelas Jauh, Guru Kunjung, dan Program Paket B. Sementara di tiap desa rata-rata telah memiliki SD yang juga dapat dijadikan sebagai Tempat Kegiatan Belajar TKB atau pusat layanan bahan ajar bagi peserta Paket A atau Paket B, Ujian persamaan SD, Penyetaraan, dan sejenisnya. Setiap sasaran didik harus tersalur ke salah satu dari sistem layanan pendidikan yang tersedia atau akan disediakan. Variasi model layanan dan jumlah kesempatan sesuai dengan permintaan. 7. PERENCANAAN PENUNTASAN WAJIB BELAJAR DAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN 175

d. Pengadaan AsramaPondok AP

Pengadaan pondok di kota kecamatan yang berdekatan dengan SLTP sangat efektif untuk menampung siswa yang berasal dari pelosok desa yang lokasinya jauh, terpencil, terpencar-pencar, dan daerah yang sarana transportasinya belum memadai. Pondok lebih bersifat sebagai tempat tinggal sementara dan tempat belajar. Pengelolaannya dapat dilakukan oleh pihak sekolah ataupun masyarakat sekitar sekolah. Akan lebih berarti lagi jika pengadaan pondok disertai dengan pendirian kelompok pengajian sejenis pesantren dengan mengadakan guru pembimbing khusus atau memanfaatkan penduduk sekitar yang memiliki keahlian memadai.

e. Pelaksanaan Pola-pola Konvensional PK

Model pola penuntasan wajib belajar konvensional seperti pembangunan unit gedung baru, ruang kelas baru, tambahan guru, pengadaan laboratorium, perpustakaan, dan sarana belajar lainnya tetap dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang ada, dicocokan dengan hasil perhitungan analisis kohor dan pemetaan mutu pendidikan. Setiap sekolah konvesional harus dipacu untuk terus-menerus melakukan upaya pengembangan dan peningkatan mutunya, baik ditinjau dari segi instrumental input, raw input, maupun metode kerjanya. Hal tersebut dimaksudkan agar pada setiap komponen instrumen pendidikan persekolahan mengalami peningkatan berkelanjutan.

f. Penanggulangan Putus Sekolah akibat Kemiskinan PSM

Dari penelusuran kasus putus sekolah, mengulang kelas, dan tidak melanjutkan sekolah, pada umumnya disebabkan oleh “faktor kemiskinan”. Dalam keadaan miskin, mereka tidak memiliki kesempatan untuk menentukan pilihan untuk bersekolah. Menurut mereka, 17 6 PERENCANAAN PENDIDIKAN