4. Penuntasan Wajib Belajar dan Peningkatan Mutu Pendidikan
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penuntasan wajib belajar dan peningkatan mutu
pendidikan, antara lain 1 mengetahui apa yang harus dilakukan oleh setiap bagian; 2 mempelajari,
memperbaiki, dan menyempurnakan prosedur dan cara kerja secara terusmenerus; 3 mencatat apa yang
dilakukan; 4 melaksanakan apa yang telah direncanakan; dan 5 mengumpulkan bukti keberhasilan
upaya yang telah dilakukan dan menyebarluaskannya.
Unsur-unsur yang perlu dijadikan acuan dalam penuntasan wajib belajar dan peningkatan mutu
pendidikan dasar antara lain 1 rencana strategis atau rencana induk pengembangan pendidikan, baik secara
nasional, regional, maupun kelembagaan; 2 mengutamakan mutu masukan, mutu layanan, mutu hasil
pendidikan dan lulusan, serta optimalisasi aksesabilitas lembaga; 3 pemberdayaan tim pengelola; 4 tim
pengendali yang menguasai masalah dan dapat membantu memecahkan masalah-masalah kelembagaan;
5 mempublikasikan kebijakan, keadaan, dan hasil-hasil yang dicapai lembaga kepada pelanggan; 6 informasi
tentang penerimaan peserta didik baru; 7 program pengenalan bagi calon peserta didik dan tenaga kerja
baru; 8 penjelasan tentang kurikulum; 9 layanan peserta didik; 10 pengelolaan tentang kurikulum yang
lengkap; 11 pengelolaan pengajaran; 12 kurikulum yang menunjukkan tujuan dan spesifikasi program; 13
program pengembangan staf; 14 pemerataan kesempatan bagi peserta didik dan staf untuk
mengembangkan diri; 15 pemantauan dan evaluasi yang terencana dan berkesinambungan; 16 ketentuan
administrasi yang jelas; serta 17 pengkajian terhadap keberhasilan dan kegagalan yang dihadapi, yang
seharusnya dilakukan oleh para pengawas dari luar
eksternal auditor.
3. WAJIB BELAJAR DAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
69
H. Penggunaan Konsep Model dan Modeling
1. Definisi Model dan
Modeling
Law Kelton 1991:5 dan Sudarwan 1998:22 mendefinisikan model sebagai representasi suatu sistem
yang dapat mewakili sistem sesungguhnya. Visualisasinya dirumuskan melalui aktivitas mental berupa berpikir
ways of thinking tertentu untuk melakukan konkretisasi atas fenomena yang abstrak.
Mills et al. 1989:4 berpendapat bahwa model adalah
bentuk representasi akurat, sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang
mencoba bertindak berdasarkan model itu. Dalam dunia rekayasa
engineering, Johansson
1993:2 mengemukakan bahwa model digunakan untuk keperluan
interpretasi atas hasil observasi dan pengukuran yang diperoleh dari beberapa sistem pengkajian. Dilihat dari
sisi kebijakan publik, Mazzoni 1991:116 mengemukakan bahwa “
the central concept of the model is that of arena”. Arena ini merupakan saluransaluran tindakan khusus
yang ditetapkan oleh pemerintah specific governmental
action channels, seperti ekonomi, politik, dan sosial. Kata modeling secara harfiah berarti “
art of making models” Hornby 1994:797. Johansson 1993:3 dan
Sudarwan 1998:22–23 mendefinisikan modeling sebagai suatu proses yang diawali dengan pengidentifikasian
perangkat komponen-komponen terkait dari sebuah model ideal. Sistem identifikasi merupakan proses
melahirkan model sistem matematika dari data yang dapat diobservasi sesuai dengan kriteria yang telah
ditentukan. Berdasarkan hasil identifikasi, dikembangkan model fisikal berikut struktur jaringannya. Resultansi
perilaku jaringan itu dapat ditentukan dari struktur jaringan dan sifat-sifat persamaan keseimbangan
antarkomponen yang saling berinteraksi karena pada umumnya masalah modeling
menjelaskan kondisi 7
PERENCANAAN PENDIDIKAN