percepatan tersebut diperlukan adanya intervensi pemberdayaan bagi akselerasi penuntasan wajib belajar
dan peningkatan mutu pendidikan, terlebih dahulu perlu ditetapkan persyaratan ambang bagi penuntasan wajib
belajar dan peningkatan mutu pendidikan.
Ketiga, kajian tentang profil pendidikan pada tingkat wilayah meliputi
upaya dan capaian target penuntasan wajib belajar, seperti a ketersediaan dan akurasi data kependudukan;
b ketersediaan dan akurasi data kependidikan; c capaian target daya tampung; dan d capaian target
partisipasi pendidikan dalam bentuk APK, DO, dan angka melanjutkan. Sementara upaya dan capaian target mutu
kelembagaan pendidikan tercermin pada: a NEM lulusan SDMI; b jumlah dan kualifikasi guru; c jumlah dan
kondisi fasilitas; d frekuensi dan mutu layanan; serta e jumlah dan mutu lulusan yang tercermin dalam
NEMNUAN SLTP.
Keempat, deviasi antara persyaratan ambang dengan profil pendidikan diidentifikasi sebagai
kesenjangan implementasi perencanaan, yang memerlukan model intervensi perencanaan strategis bagi
percepatan penuntasan wajib belajar dan peningkatan mutu pendidikan.
2. Proposisi Tentang Wajib belajar dan Mutu Pendidikan
Berdasarkan kerangka pemikiran sebelumnya, berikut ini dikemukakan proposisi-proposisi yang dapat dijadikan
acuan dalam mengkaji, memaknai, dan menganalisis fenomena berkaitan dengan implementasi sistem
perencanaan dan manajemen pendidikan dasar guna perumusan model intervensi pemberdayaan perencanaan
strategis bagi penuntasan wajib belajar dan peningkatan mutu pendidikan.
a. Urgensi dan Ruang Lingkup Penuntasan Wajib Belajar dan Peningkatan Mutu Pendidikan
1. Penuntasan wajib belajar dan peningkatan mutu pendidikan merupakan prioritas dalam pembangunan
5. KAJIAN MASALAH PENUNTASAN WAJIB BELAJAR DAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
135
pendidikan. Penuntasan wajib belajar yang berdimensi pemerataan serta mengandung misi pembebasan dan
pemberdayaan masyarakat. Keberhasilan penuntasan wajib belajar diduga akan melipatgandakan kualitas dan
produktivitas penduduk, memberi peluang yang lebih besar bagi mereka untuk meraih jenjang pendidikan yang
lebih tinggi, serta dapat meningkatkan kualitas dan taraf kehidupan mereka.
2. Dalam banyak hal, upaya penuntasan wajib belajar pendidikan masih banyak menemui kendala, baik karena
keterbatasan kemampuan pemerintah maupun karena keterbatasan dalam masyarakat. Pemerintah mempunyai
keterbatasan dalam penyediaan sumber daya manusia dan nonmanusia, baik secara kualitatif maupun
kuantitatif Sanusi 1998:45. Sementara sebagian masyarakat belum dapat memenuhi anjuran wajib belajar
pendidikan karena keterbatasan kemampuan ekonomi, kelemahan persepsi akan pentingnya pendidikan, ataupun
karena daya jangkau sekolah, sarana transportasi, dan lokasi pemukiman atau lokasi sekolah yang kurang
mendukung.
3. Upaya percepatan penuntasan wajib belajar pendidikan di satu sisi, cenderung memperlemah mutu
proses dan mutu hasil pendidikan di sisi lain. Masukan siswa semakin banyak dan bervariasi, sedangkan
kapasitas dan kualitas layanan cenderung tetap atau bahkan menurun. Jika hal tersebut terus berlangsung,
maka dalam jangka panjang akan timbul persoalan- persoalan baru yang jauh lebih kompleks dan sukar untuk
diatasi. Jadi, gerakan kearah perbaikan mutu harus dimulai sejak dini. Semua pihak perlu membudayakan
prinsip “mencegah lebih baik dari pada memperbaiki” sebagaimana diisyaratkan Demming, Juran, dan Phillip
Depdikbud 1994:100.
4. Berkat ketiga alasan rasional tersebut, maka percepatan penuntasan wajib belajar dan peningkatan
13 6
PERENCANAAN PENDIDIKAN