Intisari Studi Kepustakaan B12 Manap%2C 2013 BUKU Perencanaan Pendidikan IPB Press

untuk meminimalkan dan mengantisipasi persoalan tersebut adalah dengan jalan menyusun rencana strategis bagi pengelolaannya dan memperkecil ruang lingkupnya, yang semula terpusat dalam lingkup provinsi menjadi lingkup kabupaten atau kota. 4. Perencanaan strategis strategic planning merupakan suatu dokumen formal yang memuat penjelasan tentang visi, misi, tujuan dan target organisasi, serta cara-cara untuk mencapai tujuan dan target yang telah ditetapkan. Salah satu teknik yang banyak digunakan dalam menyusun perencanaan strategis adalah menganalisis tantangan dan peluang eksternal serta menganalisis kekuatan dan kelemahan internal organisasi analisis SWOT. Oleh karena itu, perencanaan strategis juga merupakan kunci untuk dapat melihat adanya interaksi internal organisasi dengan lingkungan eksternalnya. 5. Pertimbangan kunci dalam menyusun rencana strategis antara lain 1 analisis situasi, 2 merumuskan strategi dasar, 3 mengembangkan tujuan jangka panjang, 4 memformulasikan program strategis, 5 mengembangkan program jangka menengah, 6 mengubah rencana strategis ke dalam serangkaian keputusan, serta 7 kemungkinan rencana dan alternatif pengembangannya. Untuk kepentingan analisis situasi, dapat digunakan teknik analisis posisi sistem pendidikan. 6. Langkah dasar dalam penyusunan rencana strategis antara lain 1 merumuskan visi; 2 merumuskan misi berdasarkan visi; 3 merumuskan prinsip-prinsip penembangan program berdasarkan visi dan misi; dan 4 merumuskan tujuan berdasarkan visi, misi, dan prinsip-prinsip. 7. Kriteria keunggulan rencana strategis antara lain terletak pada adanya: 1 misi yang jelas dan spesifik; 3. WAJIB BELAJAR DAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN 85 2 mengutamakan kepentingan pengguna; 3 menggunakan cara yang tepat untuk melaksanakan misi lembaga; 4 melibatkan para pengguna dalam pengembangan strategi; 5 terbuka peluang bagi pengembangan kekuatan seluruh staf dengan cara menghilangkan kendala dan membantu mereka dalam meningkatkan kontribusinya kepada lembaga melalui pengembangan kelompok kerja yang efektif dan efisien; serta 6 adanya instrumen pemantauan dan evaluasi terhadap efektivitas dan efisiensi kelembagaan. 8. Dalam rangka menyusun model intervensi pemberdayaan perencanaan strategis bagi penuntasan wajib belajar dan peningkatan mutu pendidikan, terlebih dahulu perlu ditetapkan indikator-indikatornya serta kriteria atau persyaratan ambangnya. Persyaratan ambang bagi penuntasan wajib belajar antara lain memerlukan dukungan: 1 penyediaan data kependudukan dan data kependidikan secara cepat dan akurat; 2 daya tampung sekolah yang memadai; serta 3 partisipasi pendidikan yang tinggi, tanpa ada peserta didik yang drop out, dan semua lulusan SDMI melanjutkan ke SLTP atau yang sederajat. Sementara persyaratan ambang bagi peningkatan mutu pendidikan antara lain harus didukung oleh: 1 mutu masukan yang relatif baik; 2 jumlah dan kualifikasi guru yang memadai; 3 jumlah dan kondisi fasilitas fisik sekolah yang memadai; 4 frekuensi dan mutu layanan yang memadai; serta 5 jumlah dan mutu lulusan yang sesuai dengan tujuan ataupun target yang telah ditetapkan. 9. Kegagalan penuntasan wajib belajar dan peningkatan mutu pendidikan dapat diakibatkan oleh faktor internal maupun faktor internal sistem pendidikan. Faktor eksternal yang menonjol antara lain sosial-ekonomi, budaya, demografis, dan geografis. Sementara itu, faktor internalnya antara lain prestasi yang masih 8 6 PERENCANAAN PENDIDIKAN relatif rendah, keterbatasan program, masukan dasar raw input yang heterogen, minimnya masukan instrumental sumber belajarmengajar, dan diperparah oleh kelemahan manajerial sistem pendidikan. 10.Desentralisasi pengelolaan pendidikan dasar dan menengah yang disertasi dengan penggunaan sistem informasi manajemen yang memadai dan para perencana pada daerah tingkat II yang profesional merupakan kebutuhan mendesak untuk dapat mengakses aspirasi masyarakat terhadap jumlah, variasi, dan mutu layanan pendidikan. 11.Dari beberapa studi terdahulu terungkap bahwa ada beberapa kelemahan dalam upaya penuntasan wajib belajar, antara lain masalah koordinasi; akurasi, konsistensi, pengolahan, analisis, dan pemanfaatan data sebagai dasar perencanaan dan pengembangan SIM pendidikan; keterbatasan guru bidang studi di SLTP dan ketimpangan dalam penyebaran guru SD; kekurangan fasilitas dan daya tampung; tingkat kehidupan ekonomi masyarakat yang masih rendah; ketiadaan atau minimnya sumber dana khusus dari Pemda; kekurangpahaman akan kebutuhan khusus anak usia sekolah di daerah terpencil; daya jangkau sekolah, pemukiman dan sebaran penduduk yang tidak merata masih menjadi kendala di hampir di semua daerah, walaupun berbeda masalah dan intensitasnya. Untuk itu, perumusan strategi yang tepat dan perencanaan yang komprehensif merupakan kebutuhan yang mendesak bagi setiap daerah, terutama dalam upaya penuntasan wajib belajar dan peningkatan mutu pendidikan. 12.Perumusan alternatif model intervensi pemberdayaan perencanaan stategis bagi penuntasan wajib belajar dan peningkatan mutu pendidikan dasar dapat berpedoman pada konsep model dan modeling. Rumusan alternatif model yang merupakan representasi dari sistem yang dipandang mewakili 3. WAJIB BELAJAR DAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN 87 sistem yang sesungguhnya. Visualisasinya dirumuskan melalui aktivitas mental berupa berpikir ways of thinking tertentu untuk melakukan konkritisasi atas fenomena yang abstrak tentang upaya-upaya penuntasan wajib belajar dan peningkatan mutu pendidikan. 13.Model merupakan salah satu bentuk representasi akurat, sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu. Perumusan model tersebut mempunyai tiga tujuan utama, yaitu 1 memberikan penggambaran atau deskripsi kerja sistem untuk periode tertentu, di mana di dalamnya implisit terdapat seperangkat aturan untuk melaksanakan perubahan atau memprediksi cara sistem beroperasi di masa datang; 2 memberikan gambaran tentang fenomena tertentu menurut diferensiasi waktu atau memproduksi seperangkat aturan yang bernilai bagi keteraturan sebuah sistem; dan 3 menghasilkan model yang mempresentasikan data dan format ringkas dengan kompleksitas rendah. 14.Peningkatan mutu pendidikan merupakan basis pengembangan SDM, kegiatannya dapat dilakukan dengan jalan meningkatkan mutu: 1 kegiatan belajar- mengajar; 2 manajemen pendidikan; 3 buku dan sarana belajar; 4 fisik dan lingkungan sekolah; serta 5 pengembangan partisipasi masyarakat. Sekolah dinilai bermutu jika hasil belajar peserta didiknya bermutu dan hasil belajar yang bermutu hanya mungkin dicapai jika terjadi proses pembelajaran yang nyata dan bermutu. Keberhasilan kegiatan belajarmengajar banyak ditentukan oleh kemampuan guru dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan belajar-mengajar secara profesional. Oleh karena itu, kegiatan pembinaan kegiatan belajar mengajar lebih ditekankan pada 8 8 PERENCANAAN PENDIDIKAN peningkatan kemampuan profesional guru, meliputi peningkatan: 1 penguasaan kurikulum dan perangkat pedoman pelaksanaannya; 2 penguasaan materi pelajaran; 3 keterampilan dalam menggunakan berbagai metode secara variatif; 4 kemampuan menggunakan berbagai macam media pembelajaran; 5 kemampuan menyelenggarakan evaluasi proses dan hasil belajar; 6 tanggung jawab dan dedikasi guru terhadap tugasnya; serta 7 kedisiplinan guru dalam melaksanakan tugasnya. 3. WAJIB BELAJAR DAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN 89 PENGEMBANGAN MODEL PERENCANAAN 4

A. Pendekatan dalam Pengkajian Model

Produk akhir hasil kajian ini adalah “alternatif model perencanaan strategis bagi percepatan penuntasan wajib belajar dan peningkatan mutu pendidikan”. Alternatif model tersebut baru dapat disusun manakala penyusunnya: 1 memiliki pengetahuan dan wawasan yang komprehensif tentang konsep teoretis yang melandasinya dan mengeksplorasi konsep-konsep teoretis tersebut; 2 mengetahui keadaan yang sesungguhnya tentang kondisi empiris di lapangan, yang didasarkan atas hasil penelitian; 3 memerhatikan kekuatan dan kelemahan internal organisasi pendidikan pada suatu wilayah tertentu serta tantangan dan peluang lingkungan eksternal yang dapat mendukung atau menghambat kinerja sistem pendidikan; serta 4 mampu merumuskan visi dan misi daerah serta visi dan misi organisasi serta menjabarkannya menjadi berbagai program stategis yang saling mendukung tercapainya tujuan organisasi dan tujuan pembangunan pada umumnya. Untuk mencapai maksud tersebut, penelitian dilakukan menggunakan pendekatan Research and Development melalui studi eksplorasi dan pengembangan model. Penelitian tidak dirancang untuk menguji hipotesis, melainkan mendeskripsikan data, fakta, dan keadaan atau kecenderungan yang ada, serta melakukan analisis dan prediksi tentang apa yang harus dilakukan untuk mencapai keadaan yang diinginkan pada waktu yang akan datang. Oleh karena itu, penelitian dapat dikategorikan sebagai penelitian kualitatif. Kerangka konsep teoretis bagi pengembangan model perencanaan strategis dikaji melalui studi eksplorasi terhadap kepustakaan yang relevan. Kondisi nyata di lapangan diangkat berdasarkan hasil studi kasus kualitatif dan dikemas dengan teknik penyajian data secara deskriptif analitik.

1. Studi Kasus-Kualitatif

Studi kasus-kualitatif dalam penelitian dan pengembangan model perencanaan pendidikan digunakan untuk mengungkapkan kemungkinan adanya sampel atau subjek berupa sumber data, informan, masyarakat, sekolah atau wilayah yang karakteristiknya unik dan memungkinkan untuk dianalisis lebih lanjut. Deskripsi hasil analisis terhadap data, fakta, dan karakteristik subjek yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menyusun model perencanaan strategis bagi penuntasan wajib belajar dan peningkatan mutu pendidikan dasar. Penggunaan studi kasus kualitatif sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif sebagaimana dikemukakan oleh Bogdan dan Bicklen 1982; Lincoln dan Guba 1985; dan Moleong 1989 yang menyatakan bahwa penelitian kualitatif: 1 mempunyai latar alamiah atau natural setting; 2 manusia sebagai alat atau instrumen penelitian dapat lebih lebih mudah mengadaptasi diri dengan konteks dan latar penelitian; 3 menggunakan metode kualitatif; 4 analisis data dilakukan secara induktif; 5 teori dari dasar grounded theory melalui analisis induktif; 6 laporan bersifat deskriptif; 7 lebih mementingkan proses dari pada hasil; 8 adanya “batas” yang ditentukan oleh fokus penelitian; 9 adanya kriteria khusus untuk menilai keabsahan data; 10 desain penelitian bersifat sementara dan dapat berkembang sesuai dengan temuan terkini dan relevan 9 2 PERENCANAAN PENDIDIKAN dengan pemecahan fokus masalah; serta 11 hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama antara peneliti dengan responden dan narasumber.

2. Studi Deskriptif-Analitik

Penelitian deskriptif dirancang untuk memperoleh informasi tentang status gejala pada saat penelitian dilaksanakan. Penelitian diarahkan untuk mengidentifikasi situasi pada waktu penyelidikan dilakukan, melukiskan variabel atau kondisi yang ada dalam suatu situasi Winarno 1980; Best 1981; Donald 1982; Jalaludin Rachmat 1989. Dalam kepustakaan tersebut juga dikemukakan sebagai berikut. 1 Penelitian deskriptif menuturkan sesuatu secara sistematis tentang data atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat serta menganalisis dan menginterpretasikan data karena itu metode ini sering disebut metode analitik. 2 Penelitian deskriptif lebih menekankan pada hasil observasi dan suasana alamiah natural setting dan heuristic, bukan mencari teori atau mengembangkan teori baru hypothesis generating, bukan pula menguji hipotesis hypothesis testing, dan bukan verifikatif. Oleh karena itu, penelitian deskriptif sangat berguna untuk melahirkan teori-teori tentatif. 3 Terdapat beberapa jenis penelitian deskriptif, antara lain studi kasus, survei, studi perkembangan, studi tindak lanjut follow up studies, analisis dokumentasi, analisis kecenderungan trend analyses, analisis tingkah laku, studi waktu dan gerak time and motion study, dan studi korelasional. Studi deskriptif-analitik dalam konteks perencanaan penuntasan wajib belajar dan peningkatan mutu pendidikan lebih menitikberatkan pada studi kasus 4. PENGEMBANGAN MODEL PERENCANAAN 93