Pemberdayaan Perencana dan Masyarakat PPM

b. Penyelenggaraan Paket A bagi yang belum sekolah dan atau yang putus SDMI. c. Penetapan salah satu atau lebih SLTP induk sebagai penyelenggara paket-paket khusus seperti SLTP Terbuka, SLTP Kecil, SLTP Kelas Jauh, Program Guru Kunjung ujian persamaan SLTP, atau pendidikan lain yang setara dengan itu. d. Penetapan TKB SLTP Terbuka dan Paket B di tiap desa atau tiap SDMI, penetapan guru SDMI atau pamong desa untuk menjadi penghubung dan beberapa orang tutor. Model 2 MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS SEKOLAH School-Based Quality Management

1. Asumsi Dasar

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keadaan sekolah beserta kinerjanya amat bervariasi. Demikian juga dengan hasil-hasil yang dicapainya, tidak ada dua sekolah atau lebih yang memiliki karakteristik persis sama, minimal dari tujuh sekolah kasus yang diteliti. Mutu berbagai komponen dalam sistem sekolah itu berbeda, bahkan dukungan lingkungan pun berbeda-beda, mulai dari yang berkualifikasi unggul, mendukung, baik, dan sejenisnya sampai yang kualifikasinya asor, kurang, tidak mendukung, lemah, dan minimal. Keadaan tersebut menggambarkan bukti betapa unik dan variatifnya tingkatan mutu sekolah. Kalaupun dalam penelitian diadakan penyederhanaan karakteristik dan penggolongan-penggolongan dengan teknik manipulatif atau rekayasa, hal itu tidak menjamin kesetaraan dan kesamaan sekolah terukur. 7. PERENCANAAN PENUNTASAN WAJIB BELAJAR DAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN 181 Tidak fair jika keunikan yang nyata itu kemudian mendapat perlakuan yang sama dalam rangka menangani sekolah masing-masing dan dalam upayanya mencapai mutu yang diharapkan. Setiap sekolah mesti mendapat perlakuan yang berbeda dari sekolah lainnya. Mestinya tidak ada orang di luar sistem sekolah itu yang lebih tahu tentang keadaan sekolah itu beserta kekurangan dan potensinya. Jadi, mereka sendiri yang tahu apa yang harus mereka lakukan untuk memperbaiki kinerja sekolahnya. Belum lagi jika dilihat dari sisi kemampuan kepemimpinan kepala sekolah yang bervariasi. Mestinya setiap kepala sekolah memiliki otonomi profesional penuh untuk mengembangkan potensi sekolahnya seoptimal mungkin sampai mutu dan kinerja yang diharapkan terwujud. Tim teknis BPPN 1999:15 telah mempertegas bahwa “manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah berpotensi menawarkan partisipasi masyarakat, pemerataan, efisiensi, serta manajemen yang bertumpu di tingkat sekolah. Model ini dimaksudkan untuk menjamin semakin rendahnya kontrol pemerintah pusat, tetapi semakin meningkatnya otonomi sekolah untuk menentukan sendiri apa yang perlu diajarkan dan mengelola sumber daya yang ada untuk berinovasi”. Selanjutnya tim teknis BPPN juga menilai dan mengklasifikasikan bahwa “terdapat sekolah yang maju, sedang, dan kurang”. Diprediksi, minimal ada tiga tingkatan sekolah dalam kaitannya dengan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, yaitu 1 sekolah-sekolah yang mampu melaksanakan manajemen berbasis sekolah secara penuh; 2 sekolah-sekolah dengan manajemen berbasis sekolah tingkat menengah atau sedang; dan 3 sekolah-sekolah dengan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah yang rendah Tim Teknis BPPN 1999:15. 18 2 PERENCANAAN PENDIDIKAN