Kriteria Ketuntasan dan Keberhasilan Wajib Belajar Pendidikan Dasar

Tidak fair jika keunikan yang nyata itu kemudian mendapat perlakuan yang sama dalam rangka menangani sekolah masing-masing dan dalam upayanya mencapai mutu yang diharapkan. Setiap sekolah mesti mendapat perlakuan yang berbeda dari sekolah lainnya. Mestinya tidak ada orang di luar sistem sekolah itu yang lebih tahu tentang keadaan sekolah itu beserta kekurangan dan potensinya. Jadi, mereka sendiri yang tahu apa yang harus mereka lakukan untuk memperbaiki kinerja sekolahnya. Belum lagi jika dilihat dari sisi kemampuan kepemimpinan kepala sekolah yang bervariasi. Mestinya setiap kepala sekolah memiliki otonomi profesional penuh untuk mengembangkan potensi sekolahnya seoptimal mungkin sampai mutu dan kinerja yang diharapkan terwujud. Tim teknis BPPN 1999:15 telah mempertegas bahwa “manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah berpotensi menawarkan partisipasi masyarakat, pemerataan, efisiensi, serta manajemen yang bertumpu di tingkat sekolah. Model ini dimaksudkan untuk menjamin semakin rendahnya kontrol pemerintah pusat, tetapi semakin meningkatnya otonomi sekolah untuk menentukan sendiri apa yang perlu diajarkan dan mengelola sumber daya yang ada untuk berinovasi”. Selanjutnya tim teknis BPPN juga menilai dan mengklasifikasikan bahwa “terdapat sekolah yang maju, sedang, dan kurang”. Diprediksi, minimal ada tiga tingkatan sekolah dalam kaitannya dengan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, yaitu 1 sekolah-sekolah yang mampu melaksanakan manajemen berbasis sekolah secara penuh; 2 sekolah-sekolah dengan manajemen berbasis sekolah tingkat menengah atau sedang; dan 3 sekolah-sekolah dengan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah yang rendah Tim Teknis BPPN 1999:15. 18 2 PERENCANAAN PENDIDIKAN

2. Model Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

Keunikan sekolah tidak hanya tercipta oleh “bentukannya” sendiri, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar sistem sekolah. Sekolah merupakan suatu sistem terbuka yang keberadaannya tidak lepas dari pengaruh faktor luar. Dengan mengadaptasi model school as an open system Ballantine 1982, penulis mencoba mengembangkan siklus model indikator penentu mutu pendidikan persekolahan Diagram 7.2. Faktor-faktor penentu mutu pendidikan juga dapat didekati dari sisi Contexct-Input-Process-Product sebagaimana dikembangkan Stufflebeam 1971 dalam mengevaluasi kinerja sistem. Diagram 7.2 mencoba menjelaskan kembali keterkaitan antara faktor-faktor penentu mutu pendidikan suatu sekolah sebagai bahan kajian dalam pengembangan model manajemen mutu berbasis sekolah School-Based Quality Management. Diagram 7.2 Faktor-faktor penentu mutu pendidikan dasar 7. PERENCANAAN PENUNTASAN WAJIB BELAJAR DAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN 183