Strategi 3 : Pengembangan Model Sinergis Penuntasan Wajib Belajar dan Peningkatan
Mutu Pendidikan
Ketika kita berupaya meningkatkan jumlah kuantitas peserta didik, maka upaya untuk dapat meningkatkan
mutu pendidikan menjadi beban yang amat berat. Ketika kita lebih berorientasi pada kualitas, maka jumlah siswa
menjadi beban yang memberatkan. Pertanyaannya adalah dapatkah kedua upaya tersebut digalang
sedemikian rupa, sehingga keduanya dapat bersinergi dan saling mendukung. Ketiga model tersebut akan
dikembangkan secara lebih detail seperti pada uraian di bawah ini.
F. Pemodelan Perencanaan Strategis
Model 1
PERENCANAAN PENDIDIKAN BERBASIS KABUPATENKOTA
MODEL INTERVENSI BAGI PERCEPATAN PENUNTASAN WAJIB BELAJAR
PENDIDIKAN DASAR
1. Asumsi Dasar
Perencanaan penuntasan wajib belajar berbasis
kabupaten dengan penekanan pada penguatan SIM merupakan salah satu alternatif strategi bagi percepatan
penuntasan anak usia sekolah 7–15 tahun agar terakomodasikan ke dalam sistem pendidikan nasional,
baik melalui jalur persekolahan maupun jalur pendidikan luar sekolah. Batasan kabupaten dipandang merupakan
ukuran wilayah yang paling tepat dijadikan sebagai unit analisis bagi penuntasan wajib belajar pendidikan dasar.
Pertimbangannya adalah 1 kabupaten atau kota 17
PERENCANAAN PENDIDIKAN
merupakan unit birokrasi pemerintahan yang memiliki otonomi dalam pengelolaan wilayahnya; 2 keputusan
tentang pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan kewenangan kabupatenkota; 3 DPRD
merupakan lembaga yang memiliki legitimasi yang kuat dan mampu mengambil keputusan yang lebih baik, bukan
kepanjangan tangan pemerintah atau lembaga yang harus melegalkan usulan pemerintah seperti malpraktik
di masa lalu; 4 keputusan-keputusan pada tingkat kabupaten akan lebih rasional dan realistis jika
dibandingkan dengan keputusan yang ditetapkan pada tingkat provinsi sebab aspirasi dan potensi daerah akan
lebih terakomodasikan; 5 rentang kendali dan jalur birokrasi antara pengambil keputusan dan pelaksana di
daerah menjadi semakin dekat, sehingga pelaksanaan dan pengawasannya akan lebih efektif; serta 6 kesiapan
aparat di daerah—dengan semakin banyaknya sarjana— sudah lebih baik dibandingkan dengan keadaan
sebelumnya.
Teknik analisis kohor dipandang cukup praktis
untuk memantau arus penduduk usia sekolah dan keberadaan sasaran didik. Dengan penggunaan teknik
analisis kohor tersebut, penuntasan wajib belajar berbasis kabupaten dapat mengurangi sekecil mungkin peluang
tidak teraksesnya sasaran didik sampai batas 0 nol atau tuntas. Untuk mendukung akurasi data dalam analisis
kohor tersebut, perlu didukung oleh kemampuan aparat untuk mengoperasikan aplikasi program sederhana
setingkat Microsoft office access
atau yang setara dengan
itu. Operasi aplikasi program tersebut dimaksudkan untuk input, pemrosesan, penampilan, pengemasan, dan
pemanfaatan data dasar.
Data dasar yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun: 1 profil
pendidikan tingkat kabupatenkecamatan; 2 pemetaan sekolah; 3 perhitungan anggaran yang dibutuhkan untuk
operasionalisasi kebijakan wajib belajar pendidikan dasar di tingkat kabupaten; serta 4 usulan pembangunan
7. PERENCANAAN PENUNTASAN WAJIB BELAJAR DAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
171