Penanggulangan Putus Sekolah akibat Kemiskinan PSM

dinamika penduduk serta data kependudukan akan memengaruhi angka-angka perhitungan pada model analisis tersebut. Model ini dapat digunakan tanpa harus merekayasa situasi apa pun, kecuali pengisian blangko- blangko yang juga sebenarnya sudah tersedia dan bisa dilacak melalui datadata yang telah diolah selama ini. Penggunaan model ini sangat sederhana untuk dituangkan di atas kertas, tetapi diperlukan kebijakan khusus untuk menanggulangi calon peserta didik yang berada di luar sistem pendidikan terpantau. Kesulitan yang mungkin dihadapi adalah pada penelusuran anak yang berada di luar sistem pendidikan dan upaya untuk mengaksesnya ke dalam layanan yang ada atau yang harus diadakan sebagai konsekuensi dari upaya penuntasan wajib belajar pendidikan dasar. Di samping itu, belum semua kecamatan menyediakan model layanan yang lengkap sesuai dengan kebutuhan calon peserta didik dan kondisi setempat. Model ini telah dicoba melalui proyek Basic Education di Jawa Barat dan diujicobakan sebagai salah satu komponen penunjang keberhasilan wajib belajar pendidikan dasar. Kecamatan yang telah siap menggunakan model ini antara lain sebanyak 84 kecamatan yang berada di 7 kabupaten di Jawa Barat yang menjadi sasaran proyek Basic Education. Karena sederhananya penerapan model perhitungan matematis tersebut, maka pemasyarakatan model tersebut dapat dilakukan dalam waktu singkat. Misalnya disajikan dalam pelatihan khusus atau disisipkan pada acara rapat kerja pendidikan dan kebudayaan tingkat kabupaten dan kecamatan. Beberapa kondisi yang harus disiapkan menyertai penggunaan model ini antara lain: a. Penyelenggaraan ujian persamaan SD bagi yang putus sekolah SDMI. 18 PERENCANAAN PENDIDIKAN b. Penyelenggaraan Paket A bagi yang belum sekolah dan atau yang putus SDMI. c. Penetapan salah satu atau lebih SLTP induk sebagai penyelenggara paket-paket khusus seperti SLTP Terbuka, SLTP Kecil, SLTP Kelas Jauh, Program Guru Kunjung ujian persamaan SLTP, atau pendidikan lain yang setara dengan itu. d. Penetapan TKB SLTP Terbuka dan Paket B di tiap desa atau tiap SDMI, penetapan guru SDMI atau pamong desa untuk menjadi penghubung dan beberapa orang tutor. Model 2 MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS SEKOLAH School-Based Quality Management

1. Asumsi Dasar

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keadaan sekolah beserta kinerjanya amat bervariasi. Demikian juga dengan hasil-hasil yang dicapainya, tidak ada dua sekolah atau lebih yang memiliki karakteristik persis sama, minimal dari tujuh sekolah kasus yang diteliti. Mutu berbagai komponen dalam sistem sekolah itu berbeda, bahkan dukungan lingkungan pun berbeda-beda, mulai dari yang berkualifikasi unggul, mendukung, baik, dan sejenisnya sampai yang kualifikasinya asor, kurang, tidak mendukung, lemah, dan minimal. Keadaan tersebut menggambarkan bukti betapa unik dan variatifnya tingkatan mutu sekolah. Kalaupun dalam penelitian diadakan penyederhanaan karakteristik dan penggolongan-penggolongan dengan teknik manipulatif atau rekayasa, hal itu tidak menjamin kesetaraan dan kesamaan sekolah terukur. 7. PERENCANAAN PENUNTASAN WAJIB BELAJAR DAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN 181