Pembekuan Lateks Kondisi Produk

82

5.3.5.2. Pembekuan Lateks

Sebagian besar petani 77,78 persen menggunakan pupuk TSP atau SP 36 sebagai koagulan pembeku lateks untuk menghasilkan koagulump. Sedangkan petani lain 20,63 persen menggunakan tawasn sebagai koagulannya. Alasan digunakannya pupuk TSP dan Tawas adalah harga, kemudahan didapat, kemudahan pemakaian, dan keamanan terhadap kesehatan. Jumlah petani pengguna koagulan dapat dilihat pada Tabel 25. Penggunaan pupuk TSP dan tawas sebagai pembeku menyebabkan kadar debu dalam bahan olah karet meningkat, sehingga mutu karet turun. Sedangkan tanpa penggunaan koagulan pembekuan lambat. Pembeku terbaik yang disarankan oleh produsen karet remah adalah asam format asam semut. Tabel 25. Penggunaan Koagulan Lateks oleh Responden Penelitian di Kecamatan Tulang Bawang Tengah Tahun 2009 No Koagulan Jumlah petani Persentase 1 TSP 49 77,78 2 Tawas 13 20,63 3 Tanpa Koagulan 1 1,59 Jumlah 63 100 Selain TSP dan tawas, sebagian petani 19,05 persen mencampur bahan pembeku dengan zat aditif. Zat aditif yang biasa digunakan adalah air perasan umbi gadung Dioscorea hispida Dennst. Air perasan umbi gadung jika dicampur dengan lateks tidak akan terlihat. Alasan digunakannya umbi gadung sebagai koagulan tambahan adalah cepat membeku dan menambah bobot koagulump. Dampak dari adanya umbi gadung adalah meningkatnya kadar abu dan penurunan plastisitas kekenyalan karet yang dihasilkan.

5.3.5.3. Kondisi Produk

Kondisi produk yang dihasilkan petani mayoritas 57,14 persen bersih dari ranting, tatal atau daun karena memang dijaga dengan benar. Terdapat 42,86 persen 83 petani yang mengaku terdapat tatal, ranting atau daun di dalam koagulump yang dihasilkanya, bahkan tiga di antaranya 4,76 persen mengaku sengaja memasukan tatal ke dalam lateks sebelum dilakukan pembekuan.

5.4. Perbandingan Kualitas Karet

Tabel 26 menunjukkan kualitas karet rata-rata yang diproduksi petani di Kecamatan Tulang Bawang Tengah. Dalam perhitungan kualitas karet yang diproduksi petani hanya mengikutkan 63 responden dari 64 responden karena 63 responden tersebut memroduksi dalam bentuk koagulump. Sedangkan satu responden memroduksi karet dalam bentuk lateks getah. Tabel 26. Perbandingan Kualitas Karet Desa program dan Non Program Kelompok Responden Kualitas Harga Rata-Rata Rp Desa Program 6,13 2.950 Desa Non Program 6,98 3.233,33 Berbeda nyata secara statistik hingga tingkat kepercayaan sebesar 95 Harga rata-rata dari petani yang menyadap karetnya setiap hari dan menjualnya dua hari sekali Kualitas karet yang diproduksi petani di desa non program lebih tinggi dibanding kualitas karet di desa program dengan perbedaan yang signifikan secara statistik. Penyebab dan faktor yang memengaruhi kualitas karet di kedua kelompok desa dianalisis dalam pembahasan faktor-faktor yang memengaruhi kulitas karet rakyat.