33 orang dalam menangani situasi atau masalah yang serupa dan hasilnya digunakan
dalam pembuatan rencana dan pengambilan keputusan dimasa yang akan datang. Dalam  penelitian  ini,  data  yang  diperoleh  dari  petani  karet  merupakan
keterangan-keterangan tentang gejala-gejala dalam usahatani karet yang berkaitan dengan  faktor  kualitas.  Data  yang  diperoleh  dari  tiap  kelompok  faktor  kemudian
diperbandingkan, yang pada akhirnya menghasilkan kesimpulan.
4.4.  Data dan Instrumentasi
Data  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  adalah  data  primer  dan  data sekunder.    Data  primer  merupakan  data  yang  diperoleh  dari  petani  karet  baik
petani  di  desa  program  pengembangan  karet  maupun  di  desa  non  program pengembagan  karet.  Data  primer  yang  diambil  meliputi  karakteristik  petani
responden  dan  karakteristik  usahatani.  Data  karakteristik  petani  responden meliputi  usia,  jumlah  anggota  keluarga,  pendidikan,  pengalaman  dam  bertani
karet,  dan  pendapatan  rumah  tangga.  Sedangkan  data  karakteristik  usahatani meliputi  jenis  bibit,  pemupukan,  penyadapan,  komponen  biaya  usahatani  dan
komponen pendapatan. Alat  yang  digunakan  untuk  memperoleh  data  primer  yaitu  kuesioner,
contoh  bahan  olah  karet,  alat  pencatat  dan  penyimpan  elektronik.    Data  yang hendak  digali  untuk  keperluan  penelitian  ini  antara  lain  karakteristik  usahatani
karet  yang  dilakukan  responden,    karakteristik  pribadi  dan  keluarganya,  serta usaha-usaha  yang  dilakukan  oleh  patani  karet  dalam  rangka  peningkatan  mutu
bahan  olah  karet  yang  dihasilkannya.    Data  primer  yang  digunakan  dalam penelitian ini merupakan data cross section.
Data  sekunder  merupakan  data  yang  digunakan  untuk  melengkapi  data primer.      Data  sekunder  meliputi  data  statistik  daerah  maupun  nasional  dan  data
tentang  kondisi  lokasi  penelitian.    Data  sekunder  diperoleh  dari  lembaga administrasi  desa,  kecamatan,  dan  kabupaten,  dinas  pertanian  kabupaten,  buku,
laporan penelitian, dan internet.
4.5  Metode Pengumpulan Data
Data  primer  dikumpulkan  dengan  teknik  wawancara  langsung  dengan dipandu  kuesioner  yang  telah  disiapkan  sebelumnya.  Wawancara  dilakukan
34 sendiri  oleh  peneliti  dibantu  dengan  seorang  enumerator  pewawancara  selama
16  hari,  dimulai  pada  taanggal  30  April  2009  hingga  14  Mei  2009.    Wawancara dilakukan kepada petani karet ketika mereka sedang tidak ke kebun yaitu pagi hari
jika  malam  sebelumnya  hujan,  sepulang  mereka  menyadap  menunggu  getah menetes, ba’da dzuhur hingga ba’da ‘isya sekitar pukul 21.00 WIB
4.6.  Metode Pengukuran Kualitas Karet Perkebunan Rakyat
Dalam  penelitian  ini,  kualitas  karet  rakyat  diukur  berdasarkan  persepsi petani  terhadap  karet  produksinya.  Persepsi  petani  terhadap  kualitas  karet
produksinya diukur dengan menggunakan skala 1 hingga 10.  Skala ini ditetapkan untuk memudahkan petani dalam melakukan penilaian.
Pengukuran  kualitas  dengan  persepsi  petani  digunakan  untuk  menjaga objektivitas  dalam  penilaian  terhadap  kualitas  karet  petani.    Hal  itu  didasarkan
pada metode pengukuran kualitas bokar kuagulump di lapang daerah penelitian hanya  menekankan  pada  aspek  visual  dan  fisik,  sedangkan  orang  yang  paling
mengetahui kondisi fisik dan visual bokar adalah petani sendiri.  Selain itu, dalam ketentuan-ketentuan bokar koagulump yang baik, Nazaruddin dan Paimin 1992
menyebutkan  tiga  ketentuan  visual  dan  fisik  yang  mudah  diamati  petani  dari empat  ketentuan  yang  ada.    Tiga  ketentuan  visual  dan  fisik  yang  mudah  diamati
petani adalah: 1
Tidak terlihat adanya kotoran. 2
Selama  penyimpanan  tidak  boleh  terendam  air  atau  terkena  sinar  matahari langsung.
3 Tingkat ketebalan pertama 40 mm dan tingkat ketebalan kedua 60 mm.
Sedangkan  satu  ketentuan  yang  tidak  diketahui  petani  adalah  kadar  karet  kering. Nazaruddin dan Paimin 1992 menyebutkan bahwa kadar karet kering lump atau
koagulump segar mutu 1 adalah 60 persen dan mutu 2 adalah 50 persen.  Dalam pengambilan  data  kualitas,  ketentuan  ini  didekati  dengan  menjelaskan  kepada
petani  bahwa  salah  satu  aspek  yang  perlu  dilihat  dalam  memberikan  penilaian adalah kadar air dan kekenyalan koagulump.
Persepsi  petani  terhadap  kualitas  karet  produksinya  dimunculkan  dengan memberikan  contoh  bahan  olah  karet  terbaik  Gambar  3.  Petani  diminta
memberikan  penilaian  terhadap  karet  produksinya  jika  bahan  olah  karet  terbaik
35 tersebut diberikan nilai tertinggi yakni 10.  Bahan olah karet terbaik dibuat dengan
menggunakan  petunjuk  di  dalam  Pedoman  Teknis  Pengolahan  Ribbed  Smoked Sheet yang diterbitkan oleh  Balai Penelitian Perkebunan Karet Bogor.
Gambar 3 . Bahan Olah Karet Kualitas 10 dengan skala Pengukuran 1 hingga 10.
Pedoman teknis penggumpalan lateks  yang digunkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1 Bahan penggumpal
Bahan  penggumpal  yang  biasa  digunakan  adalah  asam  format  1 persen  bv    atau  asam  cuka  larutan  2  persen.  Asam  format  harganya  lebih
murah  daripada  asam  cuka,  sehingga  pengusaha  lebih  suka  menggunakan asam  format.  Dalam  perdagangan,  asam  format  dijual  sebagai  asam  format
pekat yang kadarnya 90 persen bv. Karena itu, dalam penggumpalan lateks kebun asam format harus diencerkan terlebih dahulu. Persamaan pengenceran
yang digunakan adalah: .
. C
1
adalah  konsentrasi  awal  90  persen  dan  V
1
adalah  Volume  awal, sedangkan  C
2
adalah  konsentrasi  yang  diinginkan  1  persen  dan  V
2
adalah volume yang diperoleh dari hasil pengenceran.  Sehingga jika ada 10 ml asam
format  90  persen  maka  agar  menjadi  1  persen  ditambakan  air  hingga volumenya mencapai 900 ml atau ditambah air 890 ml.
2 Cara penggumpalan
Ada  tiga  hal  yang  harus  diperhatikan  dalam  proses  penggumpalan lateks yaitu:
36 a
Pemberian asam format terlalu banyak akan membuat koagulump keras, akan  tetapi  jika  lateksnya  terlalu  banyak  maka  tidak  akan  terjadi
gumpalan larutan akan membubur. b
Pengenceran  lateks  diatas  kadar  karet  kering  standar  15  persen  akan membuat lump keras, dan jika dibawah standar lump menjadi lunak.
c Jika campuran lateks dan koagulan dibiarkan lama akan menjadi keras.
Dalam proses penggumpalan lateks,  370 ml asam format 1 persen atau asam cuka 2 persen  digunakan untuk menggumpalkan 1 kg karet kering atau 55,5
mililiter  asam  semut  untuk  11  liter  lateks  berkadar  karet  kering  15  persen Suseno 1989.
Metode  pengukuran  kualitas  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini merupakan  pendekatan  untuk  memperoleh  gambaran  mengenai  kualitas  karet
yang  sesungguhnya.  Metode  pengukuran  kualitas  yang  digunkan  ini  memiliki kekurangan  atau  kelemahan  dibandingkan  metode  pengukuran  kualitas  yang
digunakan  di  lembaga-lembaga  penelitian  karet.  Kekurangan  atau  kelemahan metode pengukuran kualitas dalam penelitian ini meliputi dua aspek yaitu:
a Parameter kualitas karet yang sesungguhnya adalah parameter fisik dan kimia
yang meliputi kadar kotoran, warna, kadar abu, kadar karet kering, plastisitas awal  P0,  indeks  katahanan  plastisitas  PRI,  kadar  kotoran,  viskositas
mooney  VR.  Dalam  penelitian  ini  parameter  kualitas  hanya  dilihat  dari aspek fisik yaitu kekenyalan, kadar air, warna, bau, dan kadar kotoran,  yang
semuanya diukur secara kasat mata. b
Dalam penelitian ini, penilaian kualitas diserahkan sepenuhnya kepada petani pemilik produk, bukan tengkulak atau lembaga penelitian.
Meskipun  memiliki  kelemahan  dan  kekurangan,  metode  ini  tetap digunakan dengan empat pertimbangan yaitu:
a Pengukuran  kualitas  dengan  parameter  yang  sesungguhnya  sangat  sulit
dilakukan terkait keterbatasan peralatan yang ada di lapang. b
Pengukuran  kualitas  yang  dilakukan  oleh  tengkulak  sebelum  pembelian hanya menggunakan parameter fisik secara visual.
c Meskipun  pengukuran  kualitas  di  lapangan  kondisi  aktual  dilakukan  oleh
tengkulak,  pada  penelitian  ini  penilaian  diserahkan  kepada  petani  dengan
37 alasan  tengkulak  yang  datang  kepada  satu  petani  berbeda-beda,  dan  petani
lebih mengetahui ada tidaknya kotoran di dalam koagulumpnya karena petani sendiri yang mengolahnya.
d Tidak  adanya  lembaga  penelitian  atau  ahli  kualitas  karet  di  sekitar  wilayah
penelitian.
4.7.  Metode Analisis