Perumusan Masalah Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Karet Perkebunan Rakyat

3 Indonesia juga selalu dibawah Thailand Tabel 2. Hal ini menunjukkan Indonesia masih relatif lebih rendah dalam hal produksi, produktivitas dan daya saing dibandingkan negara produsen karet lainnya terutama Thailand. Tabel 2 . Produksi Karet Alam Dunia Tahun 2005-2007 No Negara 2005 2006 2007 000 ton 000 ton 000 ton 1. Thailand 2.937,2 33,0 3.137,0 31,9 3.056,0 31,2 2. Indonesia 2.271,0 25,5 2.637,0 26,8 2.797,0 28,6 3. Malaysia 1.126,0 12,7 1.283,6 13,0 1.199,6 12,3 4. India 771,5 8,7 853,3 8,7 806,7 8,2 5. Vietnam 509,0 5,7 553,5 5,6 601,7 6,2 6. China 428,0 4,8 533,0 5,4 600,0 6,1 7. Ivory Coast 157,0 1,8 178,3 1,8 180,0 1,8 8. Liberia 111,0 1,2 100,5 1,1 98,0 1,1 9. Sri Lanka 104,4 1,2 109,2 1,1 102,0 1,0 10. Brazil 101,5 1,1 108,3 1,0 106,0 1,0 Others 375,4 4,2 352,3 3,7 235,0 2,5 Total 8.892,0 100,0 9.846,0 100,0 9.782,0 100,0 Source: IRSG Rubber Statistical Bulletin Vol 62 No.8 Vol 62 No.9, MayJune 2008 dihimpun oleh www.anrpc.org Untuk dapat berkembang di pasar internasional, komoditas karet Indonesia harus memiliki dayasaing yang kuat. Dayasaing yang kuat dapat dicapai dengan pemenuhan keinginan pasar terkait dengan karakteristik karet. Keinginan pasar dapat dipenuhi dengan peningkatan kualitas karet alam yang dihasilkan oleh Indonesia, mengingat persyaratan kualitas yang diterapkan negara importir karet alam semakin ketat. Menurut Porter 1990 untuk dapat memelihara atau meningkatkan dayasaing, berbagai faktor produksi dan infrastruktur harus ditingkatkan kualitasnya. Perbaikan faktor produksi meliputi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan ilmu pengetahuan. Dengan meningkatnya kualitas faktor produksi dan infrastruktur karet alam, diharapkan kualitas karet alam yang diproduksi Indonesia akan meningkat.

1.2. Perumusan Masalah

Peningkatan dayasaing karet alam Indonesia dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas karet yang diproduksi oleh petani karet. Peningkatan kualitas karet alam bahan olah karet merupakan salah satu strategi pengembangan agribisnis karet yang diajukan oleh Anwar 2006. Ia menyatakan 4 bahwa produksi karet Indonesia banyak didukung oleh perkebunan rakyat, sehingga karet memiliki arti yang penting sebagai sumber devisa, penyerap tenaga kerja, dan sebagai sumber pendapatan petani. Untuk itu, dalam pengembangan agribisnis karet indonesia, strategi di tingkat off-farm adalah : a peningkatan kualitas bahan olah karet rakyat berdasarkan SNI; b peningkatan efisiensi pemasaran untuk meningkatkan marjin harga petani; c penyediaan kredit untuk peremajaan, pengolahan dan pemasaran bersama; d pengembangan infrastruktur; e peningkatan nilai tambah melalui pengembangan industri hilir; dan f peningkatan pendapatan petani melalui perbaikan sistem pemasaran. Tabel 3. Ekspor Karet Alam Indonesia Berdasarkan Tipe dan Grade Type and Grade 2003 ton 2004 ton 2005 ton 2006 ton 2007 ton Latex Concentrate 12.526 11.755 4.014 8.334 7.610 0,3 Ribbed smoked Sheet 46.165 145.895 334.125 325.393 275.497 11,4 RSS 1 68.237 RSS 2 551 RSS 3 540 RSS 4 532 RSS 5 114 Others 205.522 Standard Indonesian Rubber SIR 1.589.387 1.684.959 1.674.721 1.952.268 2.121.863 88,15 SIR 3L 8.352 SIR 3 CV 74.451 116.145 64.880 50.726 4.287 SIR 10 59.809 32.248 3.381 - 33.792 SIR 20 1.332.270 1.524.435 1.605.956 1.897.205 2.063.306 Other SIR 122.857 12.131 504 4.337 12.126 Other types of Natural Rubber 12.842 31.652 10.921 3 1.786 Grand Total 1.660.920 1.874.261 2.023.781 2.285.998 2.406.756 Sumber : Central Bureau of Statistics of Indonesia Compiled by Gapkindo 2008 Peningkatan kualitas bahan olah karet Indonesia harus dilakukan karena kualitas produksi karet Indonesia masih rendah. Rendahnya kualitas bahan olah karet petani Indonesia terlihat dari besarnya proporsi karet remah crumb rubber 5 berbentuk SIR Standard Indonesian Rubber dalam ekspor karet Indonesia pada tahun 2007 yakni sebesar 88,15 persen dari total ekspor karet alam Indonesia Tabel 3. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar bahan olah karet rakyat diolah menjadi karet remah. Bahan baku karet remah biasanya merupakan koagulump lateks yang bermutu rendah Nazaruddin dan Paimin 1992. Dampak dari pengolahan bahan olah karet bermutu rendah menjadi karet remah adalah biaya pengolahan yang tinggi. Tingginya biaya pengolahan akan berdampak pada rendahnya farmer share yang diterima petani. Agar peningkatan kualitas karet produksi Indonesia terlihat nyata, peningkatan kualitas karet harus dimulai dari tingkat petani. Hal tersebut dikarenakan 78,9 persen produksi karet nasional dilakukan oleh perkebunan rakyat, dan 84,66 persen lahan karet Indonesia merupakan perkebunan rakyat Tabel 4. Selain dimulai dari petani, peningkatan kualitas karet harus dirasakan dampaknya oleh petani berupa keuntungan tambahan dengan meningkatnya kualitas bokar yang diproduksinya. Tabel 4. Luas Areal dan Produksi Karet Alam Menurut Pengusahaannya Tahun Luas Areal 000 Ha Produksi 000 ton PR PBN PBS Jumlah PR PBN PBS Jumlah 2000 2.882,8 212,6 277,0 3.372,4 1.125,2 169,9 206,4 1.501,5 2001 2.838,4 221,9 284,5 3.344,8 1.209,3 182,6 215,6 1.607,5 2002 2.825,5 221,2 271,7 3.318,4 1.226,6 186,5 217,2 1.630,3 2003 2.772,5 241,6 276,0 3.290,1 1.396,2 191,7 204,4 1.792,3 2004 2.747,9 239,1 275,2 3.262,2 1.662,0 196,1 207,7 2.065,8 2005 2.767,0 237,6 274,8 3.279,4 1.838,7 209,8 222,4 2.270,9 2006 2.833,0 238,0 275,4 3.346,4 2.082,6 265,8 288,8 2.637,2 2007 2.899,7 238,2 275,8 3.413,7 2.186,2 277,2 301,3 2.764,7 2008 3.000,5 239,5 276,8 3.516,8 2.241,8 285,9 311,0 2.838,7 Keterangan: Angka sementara Angka Estimasi Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan 2008 6 Dari uraian diatas, beberapa permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Mengapa kualitas karet di tingkat usahatani rendah? 2. Faktor-faktor apa yang memengaruhi kualitas karet di tingkat usahatani? 3. Upaya apa yang telah dilakukandiusahakan oleh petani karet untuk meningkatkan kualitas karet? 4. Apakah peningkatan kualitas menguntungkan bagi petani karet?

1.3. Tujuan