63 diharapkan memberikan tambahan pengetahuan, teknologi dan informasi mengenai
pengusahaan karet lebih banyak daripada yang berpengalaman lebih sedikit. Dampak dari bertambahnya pengetahuan adalah meningkatnya kemampuan untuk melakukan
pengelolaan perkebunan karet dengan baik termasuk dalam usaha peningkatan kualitas. Banyaknya petani yang lebih berpengalaman di desa program memberikan
gambaran bahwa upaya-upaya peningkatan kualitas lebih banyak dilakukan.
5.2.7. Akses Informasi
Sumber informasi yang dapat diakses oleh petani karet di daerah penelitian relatif terbatas, terutama informasi mengenai kualitas bahan olah karet. Hanya 42,19
persen responden yang mendapatkan informasi tentang kualitas karet. Informasi kualitas yang diperoleh petani berasal dari sumber yang berbeda. Sumber informasi
yang digunakan petani karet untuk mengakses informasi perkaretan khusunya kualitas adalah teman atau tetangga, PPL atau pegawai Disbun, perusahaan perkebunan
swasta PT HIM, alumi sekolah mengengah pertanian, dan tengkulak.
Tabel 14.
Sebaran Responden Penelitian di Kecamatan Tulang Bawang Tengah Tahun 2009 Penggunaan Sumber Informasi oleh Petani Karet
Variabel Desa Program orang
Desa Non Program orang Akses
Informasi Kualitas
17 10
PPL 7
6 Lembaga Petani
Bergabung Membicarakan
Bergabung membicarakan Kelompok Tani
3 1
17 10
Kegiatan Sosial 28
17 29
17 Sumber informasi lain tentang perkaretan yang dapat digunakan adalah
kelompok tani dan organisasi atau kegiatan sosial. Ketergabungan petani ke dalam organisasi sosial atau kegiatan sosial dapat meningkatkan akses informasi mengenai
pengelolaan perkebunan karet. Kelompok tani dan kegiatan sosial tersebut dapat menjadi sumber informasi yang efektif apabila di dalam kegiatan tersebut dibicarakan
permasalahan karet. Karena itu, dalam Tabel 14 penggunaan sumber informasi hanya
64 memasukan petani yang membicarakan karet dengan sesama anggota kegiatan, dan
petani yang dengan sengaja bertanya kepda PPL. Tabel 14 membuktikan bahwa tingkat akses informasi kualitas di daerah
penelitian masih relatif rendah. Demikian pula penggunaan kegiatan-kegiatan sosial sebagai sarana menambah informasi tentang karet masih belum optimal. Di desa
program, hanya satu dari tiga petani yang bergabung di kelompok tani memanfaatkan sebagai sumber informasi tentang perkaretan. Sedangkan di desa non program 10 dari
17 petani yang bergabung di kelompok tani menggunakan kelompok tani sebagai sumber informasi. Pengamatan terhadap kondisi di desa program menghasilkan
bahwa kelembagaan ditingkat petani karet khusus kelompok tani tidak berjalan dengan baik, meskipun secara kuantitas terdapat 16 kelompok tani di Desa Tirta
Kencana dan 15 diantaranya telah terdaftar di Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Tulang Bawang tahun 2008. Sedangkan di desa non program
pengembangan karet, kelompok tani yang ada merupakan kelompok tani padi sawah Desa Pulung Kencana atau kelompok taninya tidak berjalan Desa Bandar Dewa.
Dalam kegiatan sosial semisal pengajian bagi petani Muslim, ibadah minggu bagi penduduk Kristen, dan acara adat bagi penduduk asli juga belum termanfaatkan
secara optimal sebagai sumber informasi. Hanya 17 dari 29 petani di desa non program dan hanya 17 dari 28 petani di desa program yang bergabung dalam kegiatan
sosial membicarakan persoalan karet di sela-sela kegiatannya tersebut. Hal-hal yang dibicarakan antara lain harga karet dan teknik budidaya. Tidak ada petani responden
yang membicarakan mengenai kualitas karet di dalam kegiatan sosialnya. Tentang PPL, hanya 7 petani dari desa program dan 6 dari desa non program mengakses
informasi perkaretan dari PPL. Alasan tidak diaksesnya informasi adalah PPL di desa program Tirta Kencana maupun non program Pulung Kencana merupakan PPL
tanaman pangan dan hortikultura, sedangkan di Desa Bandar Dewa tidak terdapat PPL. Dengan berubahnya peraturan tentang PPL di Kabupaten Tulang bawang yakni
polyvalent diharapkan akses informasi dari PPL dapat semakin baik.
65
5.2.8. Kelembagaan Petani