Analisis Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Kentang dan
umumnya dari luar kota, seperti dari Sukabumi dan Tangerang. Perlu dicermati adalah kontinuitas ketersediaan pupuk ini sehubungan dengan tingginya
penggunaan pupuk kandang. Barangkali perlu difikirkan supaya ketersediaan ini terus berlanjut. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah integrasi
sayuran dengan ternak sapi, mengingat di kedua daerah penelitian cocok untuk peternakan sapi perah atau atau pedaging.
Pestisida mempunyai dampak yang positif terhadap produksi kentang, namun tidak berpengaruh nyata pada
α= 0.1. Selanjutnya pupuk anorganik K, N, P serta tenaga kerja mempunyai pengaruh yang kecil terhadap produksi dan
tidak berpengaruh nyata. Dengan kata lain penggunaan pestisida dan pupuk anorganik sudah berlebihan overuse. Hasil ini konsisten dengan temuan Saptana
2011 pada usahatani cabai merah, Obare 2010 pada tanaman kentang di Kenya, Sukiyono 2005, namun kontradiktif dengan temuan Abedullah 2006,
Udoh 2005, Reddy 2002. Seperti diketahui pada tanaman kentang, pupuk K berfungsi sebagai
pengatur tekanan osmotik dan cofaktor enzim yang sangat diperlukan untuk tanaman umbi-umbian. Kekurangan K akan menyebabkan daun menguning mulai
pinggiran daun sampai pada daun tua. Sebaliknya kelebihan pupuk K tidak menunjukkan gejala dan disebut konsumsi mewah. Seperti telah dibahas pada bab
sebelumnya, di daerah penelitian penggunaan pupuk Urea dan ZA sudah melebihi dosis yang dianjurkan 579.7 kgha. Demikian halnya dengan pupuk TSP dosis
penggunaan di daerah penelitian rata-rata sebesar 461 kgha. Dosis penggunaan pupuk anorganik ini sudah melebihi dosis yang dianjurkan Penggunaan yaitu
sebesar 217 kg Urea dan 416 kg TSP. Walaupun penggunaan pupuk sudah berlebihan namun kentang banyak
ditanam di lahan berlereng dengan kemiringan yang tinggi 20 persen. Kondisi ini dapat menyebabkan pencucian nutrisi yang lebih cepat bila kena hujan,
disamping itu pupuk Nitrogen dan Phosfor mudah larut dalam air. Kondisi ini menyebabkan tidak berpengaruh nyatanya peubah pestisida dan pupuk anorganik.
Kemiringan lahan sangat berpengaruh nyata pada α= 0.01. Koefisiennya
yang negatif mengindikasikan bahwa semakin tinggi ketinggian lahan, semakin kecil produksi kentang yang dihasilkan. Temuan ini sejalan dengan Solis et al.
2009. Dummy musim tanam tidak berpengaruh nyata, yang berarti bahwa produksi kentang tidak berbeda pada musim hujan dan kemarau. Hasil ini tidak
sesuai dengan yang diharapkan, karena berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa petani sampel pada musim hujan produksi di lahan miring lebih tinggi
dibandingkan di lahan datar. Hal ini dapat dimengerti bila hujan datang, air langsung mengalir terutama pada sistem penanaman searah lereng tidak
menggenangi guludan. Sebaliknya pada musim kemarau produksi kentang di lahan datar lebih tinggi hasilnya, hal ini terkait dengan ketersediaan air. Pada
musim kemarau air sulit diperoleh di lahan yang mempunyai kelerengan tinggi, padahal kentang adalah tanaman yang memerlukan banyak air dalam
pertumbuhannya. Dengan demikian pada musim kemarau produksi kentang lebih baik pada lahan datar dibandingkan pada lahan berlereng dan sebaliknya. Dummy
lokasi menunjukkan tanda positif dan berpengaruh nyata, hal ini mempunyai arti produksi kentang berbeda di kedua lokasi.
Berdasarkan hasil estimasi parameter di atas, bahwa benih dan pupuk kandang organik mempunyai pengaruh yang relatif besar terhadap produksi
kentang. Demikian halnya dengan kemiringan lahan. Hal ini dapat dikatakan benih sebagai dan pupuk organik merupakan input produksi penggeser fungsi
produksi kearah frontiernya. Implikasinya adalah diperlukan teknologi benih baru misalnya HYV yang lebih adaptif supaya mendorong produksi lebih tinggi lagi.
Selanjutnya memperbanyak penangkar benih agar petani dapat memperoleh benih yang lebih bermutu bersertifikat sebagai jaminan untuk berproduksi lebih
tinggi. Kemudian dilihat dari aspek keberlanjutan pupuk kandang diduga dapat memperbaiki kesuburan lahan dengan cara menahan air lebih lama di dalam
tanah, pupuk kandang berfungsi untuk mengikat air tanah yang lebih besar sehingga pupuk yang terlarut masih tersedia dalam tanah, pupuk kandang juga
dapat meningkatkan agregasi tanah, pori-pori tanah dan air tanah. Penjumlahan elstisitas input menunjukkan skala usaha return to scale
Jumlah elastisitas produksi sama dengan 0.9584 menunjukkan skala usaha yang menurun decreasing return to scale. Artinya apabila input secara bersama-sama
ditingkatkan sebesar 1 persen maka produksi kentang akan meningkat sebesar 0.96 persen.
6.2. Analisis Efisiensi Teknis TE Usahatani Kentang 6.2.1. Sebaran Efisiensi Teknis Usahatani Kentang
Efisiensi teknis dihitung dengan menggunakan persamaan TE= exp-ui. Dalam penelitian ini efisiensi teknik diperoleh dari hasil pendugaan persamaan
68, error ei =vi, ui dan dievaluasi menggunakan parameter estimasi yang telah disajikan pada Tabel 20 dari fungsi produksi stochastic frontier Cobb Douglas.
Efisiensi teknis dihitung untuk masing-masing usahatani, selanjutnya analisis diteruskan dengan menganalisis efisiensi teknis berdasarkan kemiringan lahan dan
sistem penanaman searah lereng, serah kontur dan teras bangku. Sebaran efisiensi teknis dapat dilihat pada Tabel 21. dan sebaran efisiensi
teknis per individu petani sampel dapat dilihat pada Lampiran 11. Berdasarkan nilai sebaran pada Tabel 21, terlihat bahwa efisiensi teknik TE berkisar antara 21
– 95 persen, dengan rata-rata efisiensi teknik sebesar 84 persen. Hal ini menunjukkan bahwa dalam jangka pendek, produksi kentang masih dapat
ditingkatkan sebesar 16 persen melalui penggunaan teknologi terbaik. Secara rata-rata 16 persen dari produksi hilang karena inefisiensi.
Tabel 21. Distribusi Frekuensi Efisiensi Teknik TE Petani Kentang di Jawa Barat, 2011
Sebaran Efisiensi Jumlah petani
orang Persentase
0-10 -
- 11.-20
- -
21-30 2.00
1.0 31-40
1.00 0.5
41-50 3.00
1.5 51-60
1.00 0.5
61-70 6.00
3.0 71-80
25.00 12.3
81-90 129.00
63.5 91-100
36.00 17.7
Jumlah 203.00
100.0 Minimum : 21
Maksimum: 95 Rata-rata: 84
Sumber: data primer diolah