Pilihan petani terhadap salah satu sumber kredit berhubungan erat dengan karakteristik, sikap dan nilai dari petani serta lingkungan hidupnya maupun
karakteristik dari lembaga perkreditan. Karakteristik dari petani meliputi total luas lahan, jenis usahatani, pendapatan diluar usahatani, umur petani, tingkat
pendidikan dan lamanya berusahatani Sinaga, 2011. Karakteristik lembaga perkreditan meliputi tingkat suku bunga, agunan, dan tingkat kemudahan dalam
memberikan kredit baik yang menyangkut prosedur maupun waktu. Bagi petani, tinggi rendahnya bunga bukan merupakan faktor penentu. Prosedur yang terlalu
panjang serta proses pengambilan kredit yang terlalu lama akan meningkatkan biaya-biaya yang dikeluarkan sehingga total biaya kredit akan semakin tinggi.
Murah atau mahalnya kredit tidak hanya ditentukan oleh besarnya bunga nominal,
tetapi juga oleh biaya transaksi yang harus dibayar oleh peminjam. Semakin tinggi biaya transaksi akan menyebabkan biaya kredit secara total akan semakin tinggi
Sinaga, 2011. Berdasarkan hasil wawancara 36.9 persen petani kentang, dan 36.1 persen
petani kubis memiliki akses terhadap kredit Tabel 17, artinya mereka memiliki akses terhadap lembaga keuangan formal maupun non-formal penyedia sarana
produksi, maupun tengkulak. Di daerah penelitian, sebagian besar petani meminjam modal untuk pembelian sarana produksi pada tengkulak yang nantinya
akan dibayar setelah panen. Di lain pihak, petani yang memiliki akses kepada lembaga keuangan formal bank relatif sedikit, hal ini disebabkan pinjaman ke
bank memerlukan agunan dan prosedur yang lebih rumit menurut pandangan petani, disamping itu dengan meminjam ke bank, petani harus membayar cicilan
setiap bulan, padahal mereka memperoleh hasil 100 hari kemudian. Tabel 17. Akses Terhadap Kredit Petani Sayuran Kentang dan Kubis di Jawa
Barat, 2011 Aksesibilitas
Kentang Kubis Jumlah Petani
orang Persentase
Jumlah Petani orang
Persentase Tidak
akses 128 63.1 106 63.9 Akses
75 36.9 60 36.1 Total
203 100 166 100 Sumber: data primer diolah
5.2.7. Pola Tanam Usahatani Sayuran Kentang dan Kubis
Kecamatan Pangalengan, Kertasari, Pasirwangi, dan Cikajang merupakan sentra produksi kentang dan kubis di Jawa Barat. Komoditas lainnya yang banyak
ditanam di daerah tersebut adalah wortel, petsay, bawang daun, kacang, tomat, jagung, kembang kol, dan cabe. Semua komoditas tersebut sudah turun temurun
diusahakan. Intensitas penggunaan lahan di daerah penelitian tergolong tinggi. Intensitas penggunaan lahan selama satu tahun mencapai 300 persen. Artinya
selama satu tahun petani menggunakan lahannya untuk tiga kali tanam yaitu pada musim kemarau I MKI, musim hujan MH dan musim kemarau II MKII.
Pada umumnya petani melakukan rotasi untuk sayuran yang ditanam. Pola tanam di daerah penelitian sangat beragam, namun setiap petani tetap mengusahakan
tanaman kentang dan kubis untuk setiap kegiatan usahataninya. Kentang dan kubis ditanam secara monokultur.
Pada umumnya lahan petani lebih dari satu persil, sehingga bisa saja petani mengusahakan kentang dan kubis pada waktu yang sama tetapi pada persil yang
berbeda. Berdasarkan wawancara dengan Koordinator PPL dan informan kunci, pada umumnya lahan yang telah ditanami kentang sebaiknya tidak ditanami
kentang lagi, tetapi diganti dengan tanaman lain. Hal ini dimaksudkan untuk memutus rantai hama dan penyakit. Secara umum pola tanam setahun adalah
kentang-kubis-kentang, kubis-kentang-kubis, kentang-kubis-wortel cabe kacang jagung. Berdasarkan hasil wawancara, petani sampel dalam satu tahun menanam
kentang dua kali diselingi oleh kubis atau tanaman lainnya seprti tomat, wortel, petsay, bawang daun, atau jagung.
5.2.8. Sistem Penanaman dan Konservasi
Di daerah penelitian terdapat tiga bentuk sistem penanaman yang biasa dilakukan oleh petani yaitu penanaman pada guludan searah lereng, penanaman
pada guludan searah kontur, dan sistem penanaman dengan teras bangku. Menurut Arsyad 2000, sistem penanaman searah lereng tidak dikatagorikan sebagai suatu
sistem konservasi pertanian. Adapun yang termasuk sistem konservasi adalah penanaman searah kontur dan teras bangku, penggunaan mulsa, dan penanaman
tanaman sela. Pada umumnya petani menggunakan satu sistem penanaman dalam
mengelola usahataninya, namun hasil wawancara menunjukkan bahwa terdapat 5 orang petani yang menggunakan dua sistem penanaman yang berbeda tergantung
musim pada saat tanam. Pada musim hujan petani menanam pada guludan searah lereng dengan alasan agar tanamannya tidak terbawa air, dan pada musim
kemarau digunakan penanaman searah kontur dengan tujuan agar dapat menahan air lebih lama.
Petani melakukan penanaman searah lereng dengan alasan kebiasaan, mudah dalam perawatannya, air bisa langsung mengalir sehingga guludan tidak
tergenang, sebab kalau tergenang mudah menimbulkan penyakit busuk akar. Selanjutnya petani menanam dengan sistem penanaman dengan guludan searah
kontur disebabkan oleh beberapa alasan yaitu: menghindari erosilongsor, instruksi dari dinas pertanian, dapat menahan air, dan produksi lebih tinggi
dibandingkan dengan penanaman searah lereng. Arsyad 2000 menyatakan bahwa sistem penanaman serah kontur dan
teras bangku termasuk ke dalam sistem konservasi pertanian. Berkaitan dengan sistem konservasi, para petani mendapatkan informasi teknologi konservasi dari
penyuluh 45.6 persen dan dari sesama petani 54.4 persen. Petani sampel menyatakan bahwa konservasi bermanfaat karena dapat meningkatkan produksi,
melindungi sumberdaya lahan, kualitas lingkungan membaik, dan dapat menghemat tenaga kerja. Tabel 18 menyajikan sistem penanaman di daerah
sampel Tabel 18. Sistem Penanaman Petani Sayuran Kentang dan Kubis di Jawa Barat,
2011 Sistem Penanaman
Kentang Kubis Jumlah
Petani orang
Persentase Jumlah
Petani orang
Persentase
Searah Lereng tanpa konservasi 96
47.3 69
41.6 Searah Kontur konservasi
61 30.0
63 37.9
Teras Bangku konservasi 46
22.7 34
20.5 Total
203 100 166 100 Sumber: data primer diolah
Dalam kaitannya dengan kemiringan lahan, yang banyak menjadi masalah adalah erosi dan degradasi lahan. Oleh karena itu perlu upaya konservasi untuk