Pengalaman Berusahatani Kentang dan Kubis

mencegah timbulnya erosi yang lebih tinggi. Metode konservasi tanah yang banyak digunakan petani adalah pengolahan tanah searah kontur, guludan, dan teras bangku. Pada pengolahan tanah menurut kontur, pencangkulan dilakukan memotong lereng sehingga terbentuk jalur tumpukan atau alur yang melintang lereng. Menurut Arsyad 2000 pengolahan tanah dengan cara ini akan efektif bila diikuti oleh penenaman searah kontur juga. Teras bangku berfungsi untuk mengurangi panjang lereng agar dapat mengurangi erosi. Teras bangku cocok untuk lereng 20 – 30 persen atau lebih. Pada umumnya petani di daerah penelitian jarang menggunakan sistem konservasi ini karena selain mahal, mereka beranggapan bahwa teras bangku akan mengurangi luasan lahan dan disamping itu biaya untuk sistem ini relatih mahal. Hasil wawancara dengan Koordinator PPL menyatakan bahwa biaya pembuatan teras bangku sebesar Rp 30 juta per hektar.

5.3. Keragaan Usahatani Sayuran Kentang dan Kubis

Kentang dan kubis di daerah penelitian ditanam pada lahan dengan ketinggian 1000 m dpl. Hamparan lahan mulai 0 persen sampai 80 persen. Pola tanam yang dilakukan bervariasi, namun pada umumnya petani kentang dan kubis menggunakan lahannya secara intensif dua sampai tiga kali dalam setahun. Kepemilikan lahan usahatani bervariasi, mulai dari 0.04 hektar sampai 8 hektar, dengan rata-rata 0.54 hektar untuk kentang dan 0.5 ha untuk kubis. Untuk memperluas lahannya, pada umumnya petani menyewa lahan baik dari penduduk sekitar maupun menyewa pada lahan perkebunan atau lahan kehutanan. Penggunaan benih di lokasi penelitain berasal dari benih sebelumnya yang mereka beli dari petani lain atau petani melakukan pembenihan sendiri dengan kelas benih yang kurang jelas. Petani juga menggunakan benih bersertifikat yang mereka beli dari penangkar benih. Pada umumnya petani jarang membeli dari toko pertanian, karena sejak impor benih dilarang pemerintah, maka toko sarana produksi tidak menyediakan benih kentang. Di daerah penelitian harga benih bervariasi mulai Rp 10000 kg sampai Rp 18000kg. Penggunaan benih per hektar rata-rata sebesar 1 1382 kilogram untuk kentang dan 26 500 pohon per hektar. Varietas yang digunakan petani di daerah penelitian adalah Granola. Varietas ini mempunyai hasil yang tinngi, berumur pendek 90 hari dan memiliki daya adaptasi yang luas, serta toleran terhadap serangan layu bakteri Ridwan, 2010. Varietas lainnya yang ditanam petani adalah varietas atlantik. Berdasarkan wawancara dengan petani sampel 90 persen petani menggunakan varietas granola, dan sisanya 10 persen menggunakan varietas atlantik ditanam oleh petani yang bermitra dengan PT Indofood. Selanjutnya untuk tanaman kubis varietas yang paling banyak ditanam petani adalah greenova dengan penggunaan benih sekitar 26500 pohon bibit per hektar. Sejak impor benih kentang dari Belanda dan Australia dilarang, petani di Pangalengan, Kertasari, Pasirwangi, dan Cikajang sering mengeluhkan kurangnya ketersediaan benih kentang, terutama benih bersertifikat. Pangalengan sebagai sentra produksi kentang Jawa Barat masih dihadapkan pada kurangnya jumlah penangkar, sehingga benih yang dihasilkan masih belum dapat memenuhi kebutuhan benih kentang yang ada. Disisi lain, benih yang digunakan petani di Kertasari, Pasirwangi, dan Cikajang mengandalkan ketersediaan benih yang berasal dari Pangalengan, karena kurangnya jumlah penangkar di kecamatan tersebut. Hal ini menyebabkan tingginya ongkos yang dikeluarkan petani untuk pembelian benih. Akibat keterbatasan tersebut, akhirnya petani lebih banyak menggunakan benih kentang dari hasil produksi sebelumnya baik dari produksi sendiri, maupun produksi petani lain. Hal ini mengakibatkan kualitas maupun kuantitas kentang yang dihasilkan kurang maksimal. Berbeda dengan kentang, ketersediaan benih kubis di daerah penelitian tidak mengalami kendala yang berarti. Pada umumnya benih dapat dibeli di kios produksi untuk disemaikan. Namun, petani lebih memilih membeli bibit dari petani lain karena berbagai alasan. Pertama, dengan menanam benih yang sudah menjadi bibit, petani sudah dapat memperkirakan daya tumbuh dari bibit tersebut. Kedua, adanya efisiensi waktu dan tenaga kerja yang digunakan. Pengolahan tanah bertujuan untuk menyiapkan tempat tumbuh yang baik untuk tanaman, menekan pertumbuhan gulma, dan memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biolagi tanah. Kegiatan olah tanah yang dilakukan oleh petani menggunakan sistem cangkul, yaitu sistem olah tanah yang tergantung pada bekas lahan