Rendahnya efisiensi alokatif yang dicapai petani memungkinkan petani untuk mengoptimalkan kobinasi input yang dipakainya pada tingkat teknologi
yang tersedia dan pada tingkat harga yang ada. Untuk itu perlunya petani meperoleh informasi pasar yang berkaitan dengan harga input dan harga output.
Di daerah penelitian sebenarnya akses terhadap informasi pasar cukup baik, terbukti para petani telah dapat memanfaatkan teknologi komunikasi untuk
berinteraksi dengan pedagang output maupun input, sehingga informasi harga relatif cepat diperoleh. Pada umumnya petani telah memperoleh informasi yang
cukup baik terutama untuk informasi harga input seperti harga pupuk dan pestisida, yang berasal dari took kios sarana produksi. Informasi harga output
diperoleh dari pedagang di pasar Cibitung dan Pasar Kramat Jati. Akibatnya pedagang pengumpul ataupun tengkulak kekuatannya kurang karena informasi
sudah sampai ke petani. Efisiensi teknik dan alokatif menyediakan sebuah ukuran untuk mengukur
efisensi ekonomi. Ukuran efisiensi teknik dan alokatif dapat memberikan gambaran tentang keberhasilan relatif suatu usahatani. Hal ini dapat dilihat
melalui empat cara : 1 usahatani secara teknis dan alokatif efisien, 2 usahatani secara teknis efisien tetapi secara alokatif tidak efisien, 3 usahatani secara teknis
tidak efisien tetapi secara alokatif efisien, dan 4 usahatani secara teknis dan alokatif tidak efisien Wadud, 1999.
Seperti telah dibahas sebelumnya, rata-rata efisiensi alokatif untuk petani sampel adalah 47 persen dengan kisaran 19 – 99 persen. Efek kombinasi efisiensi
teknik dan alokatif memperlihatkan bahwa efisiensi ekonomi mempunyai rata-rata 38 persen dengan kisaran 15 – 85 persen. Gambaran ini menunjukkan bila petani
sampel mempunyai rata-rata EE 38 persen dan ingin mencapai efisiensi ekonomi maksimum maka petani dapat merealisasikannya dengan penghematan biaya
sebesar 55.3 persen 1-3885 sedangkan pada petani yang tidak efisien 15 persen dan ingin mencapai EE maksimum mereka dapat menghemat biaya
sebesar 82.3 persen 1-1585. Berdasarkan temuan di atas, efisiensi ekonomi masih dapat ditingkatkan, dan inefisiensi alokatif merupakan masalah yang serius
dibandingkan dengan inefisiensi teknik karena rata-rata AE lebih kecil dari rata- rata TE. Hal ini menggambarkan kemampuan petani dalam mengkombinasikan
input pada tingkat biaya minimal relatif lebih rendah dibandingkan dengan kemampuan teknis manajerial untuk meningkatkan efisiensi teknis.
Kondisi efisiensi teknik yang tinggi namun efisiensi alokatif yang rendah dapat dijelaskan pada Gambar 13. Titik A dan B adalah dua kondisi yang sama-
sama berada pada produksi frontier, sehingga titik A dan B telah mencapai produksi maksimum. Di titik A telah tercapai efisiensi alokatif karena pada titik
itu terjadi persinggungan produk frontier dengan rasio harga input dan output. Sebaliknya di titik B belum efisien secara alokatif karenanya untuk mencapai
efisiensi alokatif penggunaan input harus dikurangi dari X
2
ke X
1
. Salah satu penyebab inefisiensi alokatif adalah penggunaan pupuk Urea,
TSP, dan KCl yang berlebihan. Hal ini menyebabkan variabel pupuk N, P, K tidak berpengaruh nyata terhadap produksi kentang. Penggunaan pupuk N, P, K
Y
Fx, β
B A
PxPy 0 X1
X2 X
Gambar 13. Kondisi Produksi yang Efisien secara Teknis dan Inefisien Alokatif
yang berlebihan ini menyebabkan biaya menjadi lebih tinggi. Di daerah penelitian, rata-rata penggunaan Urea per hektar sebesar 579 kg, 461 kg SP36 dan
112 kg KCl. Penggunaan ini lebih tinggi dari yang direkomendasikan yaitu sebesar 217 kg Urea, 416 kg TSP, dan 166-250 kg KCl. Demikian halnya
penggunaan pestisida kebanyakan petani melakukan penyemprotan walaupun tidak ada hamapenyakit menyerang sehingga penggunaannya sudah berlebihan.
6.3.1. Faktor yang Mempengaruhi Inefisensi Alokatif dan Inefisiensi Ekonomi Usahatani Kentang
Selanjutnya untuk melihat faktor struktural dan manajerial petani terhadap inefisiensi alokatif dan ekonomi dilakukan estimasi lebih lanjut dengan
menggunakan persamaan regresi berganda. Pengolahan dilakukan dengan SPSS 16. Inefisiensi alokatif AI dan Inefisiensi Ekonomi EI dimasukkan ke dalam
model sebagai variabel terikat dan umur, pendidikan, pengalaman, keanggotaan, frekuensi penyuluhan, akses terhadap kredit, kepemilikan dan sistem penanaman
dimasukkan sebagai variabel bebas. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7 dan Lampiran 8.
Berdasarkan hasil pada Tabel 25, untuk efisiensi alokatif, umur, pendidikan, akses terhadap kredit, status kepemilikan, dan sistem penanaman
disebut konservasi untuk penanaman searah kontur dan teras bangku Arsyad, 2000; Khatarina, 2007 mempunyai tanda negatif, namun hanya umur dan status
kepemilikan yang berpengaruh nyata terhadap efisiensi. Artinya menjadi petani pemilik dapat meningkatkan efisiensi alokatif maupun efisiensi ekonomi.
Tabel 25. Faktor yang Mempengaruhi Inefisiensi Alokatif IA dan Inefisiensi Ekonomi IE Sayuran Kentang di Jawa Barat, 2011
IA IE
Koefisien Sig
Koefisien Sig
Konstanta 0.687
0.000 0.713
0.000 Umur
-0.003 0.024
0.00006 0.950
Pendidikan -0.005 0.196
-0.006 0.064 Pengalaman
0.001 0.617
0.000 0.415
DKeanggKel 0.028
0.281 -0.008
0.676 FrekPenyul
0.009 0.155
0.003 0.604
DaksKredit -0.019 0.448
0.007 0.735
DKepemilikan -0.099 0.000
-0.054 0.005
DKonservasi -0.009 0.571
-0.002 0.849
R
2
0.126 0.067
Sumber: data primer diolah Keterangan :
= nyata pada taraf α= 0.01; = nyata pada taraf α= 0.05;
= nyata pada taraf α= 0.1;
Obare 2010 dalam penelitiannya menemukan bahwa umur, pendidikan, pengalaman, kontak kepada penyuluh, akses terhadap kredit, dan keanggotaan
dalam kelompok berpengaruh positif terhadap efisiensi alokatif. Dalam penelitian
ini, ditemukan bahwa pendidikan mempunyai tanda negatif untuk kedua efisiensi, namun tidak berpengaruh nyata. Hal ini memperlihatkan bahwa petani dengan
pendidikan lebih tinggi dapat meningkatkan efisiensi alokatif dan ekonomi, Penemuan ini konsisten dengan penemuan Obare 2010. Petani yang
berpendidikan tinggi secara alokatif, dan ekonomi lebih efisien dibandingkan dengan petani yang pendidikannya rendah. Petani dengan pendidikan tinggi dapat
merespon lebih cepat dalam mengkombinasikan penggunaan input apabila terjadi perubahan harga karena mereka dapat lebih cepat memperoleh informasi berkaitan
dengan harga. Variabel pengalaman bertanda positif untuk IA dan IE, namun variabel
ini tidak signifikan, artinya bahwa pengalaman bukan merupakan faktor yang mempengaruhi efisiensi alokatif dan ekonomi. Pengalaman tidak cukup nyata
bagi petani untuk mencapai efisiensi alokatif tertinggi jika petani tidak dapat mengalokasikan inputnya pada tingkat biaya minimal. Secara teoritis, petani
dengan pengalaman yang tinggi akan lebih efisien dalam mengalokasikan inputnya dan lebih efisien dalam membuat keputusan untuk menghindari risiko
berkaitan dengan adopsi inovasi. Koefisien estimasi keanggotaan dalam kelompok untuk kedua inefisiensi
adalah negatif artinya petani yang menjadi anggota kelompok tani dapat mengelola usahataninya lebih efisien, namun koefisien ini tidak berpengaruh
nyata. Kinerja yang lebih baik antar petani ditunjukkan oleh aplikasi yang baik dari teknologi seperti pemupukan, aplikasi pestisida, dan penggunaan benih
bermutu. Dummy
akses terhadap kredit menunjukkan semakin petani mempunyai akses terhadap kredit semakin efisien secara alokatif namun tidak berpengaruh
nyata untuk kedua inefisiensi. Hal ini menunjukkan akses terhadap kredit bukan faktor penentu inefisiensi. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa sedikit petani
yang mempunyai akses ke lembaga keuangan formal seperti bank. Dalam mengelola usahataninya petani yang kekurangan modal lebih senang meminjam
sarana produksi ke para tengkulak yang akan dibayar setelah panen, karena prosedurnya mudah dan tidak perlu agunan.
Konsisten dengan penemuan Kalirajan 1981, Binam 2004, Nwuru 2010, Gbigbi 2011 akses terhadap kredit akan meningkatkan efisiensi
ekonomi. Ketersediaan kredit akan menggeser keterbatasan modal ke kanan dan meningkatkan kemampuan petani untuk membeli input yang tidak dapat
disediakan oleh petani. Kredit akan membuat petani untuk lebih dapat mengkombinasikan input yang dibelinya pada tingkat biaya minimum. Nwuru et
al 2011 menyatakan bahwa kredit dapat meningkatkan efisiensi ekonomi AE melalui peningkatan kemampuan petani untuk menanggung risiko. Hazanka and
Alwang 2003, menyatakan petani yang akses terhadap kredit sanggup untuk menerima risiko tetapi potensial untuk meningkatkan keuntungan teknologi atau
dapat merencanakan untuk menanam tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi walaupun cenderung kekeringan.
Status kepemilikan meliputi status lahan milik, sewa dan garap. Dummy D=1 untuk lahan milik, dan D=0 untuk lainnya. Hasil penelitian menunjukkan
koefisien dugaan bertanda negatif untuk IA dan IE dan berpengaruh nyata untuk kedua efisiensi. Hal ini menunjukkan bahwa petani pemilik lebih efisien dalam
mengelola usahataninya dan juga lebih mampu mengkombinasikan inputnya pada tingkat biaya minimum jika terjadi perubahan harga dan mereka lebih mendekati
pada produksi frontiernya. Dummy
konservasi menunjukkan tanda yang negatif untuk IA dan IE dan sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini menunjukkan pengaruh sistem
penanaman yang positif terhadap efisiensi. Artinya petani yang menggunakan sistem penanaman yang searah kontur dan teras bangku lebih efisien secara
teknis. Namun variabel ini tidak mempengaruhi petani untuk mengalokasikan inputnya pada tingkat biaya minimal.
6.4. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier Sayuran Kubis
Seperti halnya kentang, ke dalam model kubis dimasukkan variabel luas lahan, benih, pestisida, pupuk an organik, Urea, TSPSP-36, ZA, KCl, dan NPK
yang dihitung dengan menggunakan hara makro N, P, dan K, pupuk kandang organik dan tenaga kerja. Selanjutnya dimasukkan pula variabel kemiringan,
musim tanam dan dummy lokasi yang diduga mempengaruhi variasi produksi kubis. Karakteristik struktural dan manajerial yang mempengaruhi inefisensi
usahatani kubis meliputi umur, pendidikan, pengalaman bertani, keanggotaan dalam kelompok, frekuensi penyuluhan, akses terhadap kredit baik kredit
lembaga keuangan formal maupun penyedia jasa saprodi, sistem penanaman searah lereng, searah kontur, dan teras bangku, serta status kepemilikan lahan
apakah lahan milik atau lahan sewa. Tabel 26. menyajikan hasil pendugaan parameter MLE Fungsi Produksi Frontier Cobb Douglas.
Berdasarkan Tabel 26 menunjukkan hasil pendugaan bahwa nilai rasio generalized-likelihood
LR lebih besar dari nilai tabel artinya secara statistik berpengaruh nyata pada taraf
α = 5 persen yang diperoleh dari tabel distribusi X Chi Square. Ini berarti Nilai LR test secara kuat menolak hipotesis bahwa tidak
ada efek inefisiensi. Pengaruh bersama dari usahatani individu secara sfesifik diterangkan oleh nilai LR test yang juga menolak Ho. Hal ini mengindikasikan
bahwa fungsi ini dapat menerangkan keberadaan efisiensi dan inefisiensi teknis petani di dalam proses produksi kubis, atau dengan kata lain aktivitas usahatani
kubis dipengaruhi oleh efisiensi teknik. Table 26. Parameter Dugaan Fungsi Produksi Stochastic Frontier untuk
Komoditas Kubis dengan Metode MLE di Jawa Barat, 2011 Koefisien standard-error
t-ratio Konstanta 4.4473
1.1727 3.7925 LLahan
0.3532 0.1094
3.2292 Benih 0.3334 0.0980
3.4031 Pestisida 0.0271
0.0204 1.3275
PpkN 0.0093 0.0524
0.1766 PpkPK 0.0022
0.0104 0.2089
PpkKandang 0.2449 0.0729
3.3581 TKerja 0.0489
0.0726 0.6739
Kemiringan -0.0070
0.0023 -3.0669
DMT 0.0510 0.0745
0.6847 Dlokasi -0.0168
0.0820 -0.2045
Sigma squared 0.4601
0.2338 1.9682
Gamma 0.7534 0.1765
4.2691 LR-Test 17.05
Sumber: data primer diolah Keterangan:
= nyata pada taraf α= 0.01; = nyata pada taraf α= 0.1;
= nyata pada taraf α= 0.05; = nyata pada taraf α= 0.02;
Koefisien dugaan dari
2
=0.46 dan = 0.75 dan keduanya signifikan
pada taraf α= 0.05. Angka ini menunjukkan bahwa 75 persen dari variasi hasil
diantara petani sampel disebabkan oleh perbedaan efisiensi teknis dan sisanya sebesar 25 persen disebabkan oleh pengaruh eksternal seperti iklim, serangan
hama penyakit, dan kesalahan dalam pemodelan. Ini menunjukkan bahwa pengaruh inefisiensi teknik merupakan faktor yang berpengaruh nyata di dalam
variabilitas output komoditas kubis. Berdasarkan hasil pada Tabel 26 terlihat bahwa semua koefisien dugaan
mempunyai tanda sesuai dengan harapan. Tanda koefisien β semuanya positif,
kecuali untuk kemiringan lahan dan dummy lokasi. Beberapa variabel signifikan yaitu lahan, penggunaan benih, penggunaan pestisida, dan pupuk kandang,
sedangkan pupuk N, P+K, dan tenaga kerja tidak berpengaruh nyata pada taraf α= 0.1. Kemiringan lahan, berpengaruh nyata terhadap produksi batas frontier.
Berbeda dengan kentang, dummy lokasi dan dummy musim tanam tidak berbeda nyata pada taraf
α= 0.1. Lahan mempunyai nilai koefisien dugaan bertanda positif dan berpengaruh
nyata pada taraf α= 0.01. lahan juga mempunyai nilai elastisitas produksi yang
paling tinggi sebesar 0.35, artinya apabila lahan ditambah 1 persen maka produksi kubis akan bertambah 0.35 persen. Angka ini menunjukkan bahwa produksi kubis
sangat responsif terhadap luas lahan, atau dengan kata lain lahan merupakan faktor dominan dari produksi kubis di Jawa Barat. Hasil ini konsisten dengan
adanya kelangkaan lahan. Variabel benih mempunyai tanda positif dan nyata pada taraf
α= 0.05. Benih mempunyai nilai elastisitas sebesar 0.33 kedua setelah lahan. Artinya apabila benih ditambah 1 persen maka produksi akan meningkat
0.33 persen. Angka ini menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah benih yang digunakan produksi akan meningkat.
Pupuk kandang yang digunakan mempunyai tanda positif dan berpengaruh nyata pada taraf
α= 0.01 serta mempunyai nilai elastisitas ketiga setelah lahan dan benih, dengan elstisitas produksi sebesar 0.25. Pestisida mempunyai pengaruh
yang relatif kecil terhadap produksi dan nyata pada taraf α= 0.1, namun peubah ini
mempunyai tanda positif. Hal ini berarti penambahan pestisida akan meningkatkan produksi kubis. Tenaga kerja, pupuk anorganik N,P,K
mempunyai pengaruh yang sangat kecil terhadap produksi kubis, artinya produksi relatif kurang responsif terhadap ketiga variabel ini.
Tidak nyatanya variabel pupuk anorganik dapat dijelaskan bahwa kubis kebanyakan ditanam pada lahan yang berlereng, yang dapat menyebabkan
pencucian nutrisi yang lebih cepat bila kena hujan, disamping N + P mudah larut dalam air. Sebaliknya pupuk kandang menunjukkan pengaruh yang signifikan,
karena pupuk kandang berfungsi untuk mengikat air tanah yang lebih besar sehingga pupuk yang terlarut masih ada. Pupuk kandang dapat meningkatkan
agregasi tanah, pori-pori tanah dan air tanah. Kemiringan lahan dan dummy musim tanam mempunyai tanda negatif dan
berpengaruh nyata pada taraf taraf α= 0.01. Ini menunjukkan bahwa semakin
tinggi kemiringan lahan, produksi semakin kecil. Skala usaha menunjukkan constant return to scale
, yang ditunjukkan oleh nilai elstisitas sebesar 1.01.
6.5. Analisis Efisiensi Teknis Usahatani Kubis
Efisiensi teknik dihitung dengan menggunakan persamaan TE= exp-ui. Dalam penelitian ini efisiensi teknik diperoleh dari dugaan persamaan 56, dan
dievaluasi menggunakan parameter estimasi seperti yang telah yang disajikan pada Tabel 27 dari fungsi produksi stochastic frontier Cobb Douglas. Efisiensi
teknis dihitung untuk masing-masing usahatani, selanjutnya analisis diteruskan dengan menganalisis efisiensi teknis berdasarkan kemiringan lahan dan sistem
penanaman searah lereng, serah kontur dan teras bangku. Sebaran efisiensi teknis dapat dilihat pada Tabel 27. dan sebaran efisiensi
teknis per individu petani kubis sampel dapat dilihat pada Lampiran 12. Berdasarkan nilai sebaran pada Tabel 27, terlihat bahwa efisiensi teknik TE
berkisar antara 28 – 99 persen, dengan rata-rata efisiensi teknik sebesar 73 persen. Hal ini menunjukkan bahwa dalam jangka pendek, produksi kentang masih dapat
ditingkatkan sebesar 27 persen melalui penggunaan teknologi terbaik. Secara rata-rata 27 persen dari produksi hilang karena inefisiensi.
Tabel 27. Distribusi Frekuensi Efisiensi Teknik TE Petani Kubis di Jawa Barat, 2011
Indeks Efisiesnsi Jumlah Petani
Persen Petani 0 – 10
0 0 11 – 20
0 0 21 – 30
2 1.2 31 – 40
6 3.6 41 -50
11 6.6 51 – 60
10 6.0 61 – 70
19 11.5 71 – 80
47 28.3 81 – 90
71 42.8 91 – 100
0 0 Jumlah
166 100 Minimum : 28
maksimum : 91 Rataan : 73
Sumber: data primer diolah Hasil penelitian terdahulu Kumbakar, 2001; Bakhsh, 2006 menunjukkan
bahwa nilai indeks efisiensi hasil analisis dikategorikan cukup efisien jika lebih besar dari 0.70. Berdasarkan hasil perhitungan TE terlihat bahwa sebanyak 71
persen petani kubis mencapai efisiensi teknik pada lebih besar dari 70 persen, dan sebanyak 19 persen masih berada pada kondisi tidak efisien atau masih
mengalami inefisiensi teknis dalam usahataninya. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan rata-rata efisiensi teknis untuk
kubis adalah 73 persen, dan petani yang mencapai efisiensi teknis lebih besar dari 80 persen ada sekitar 43 persen. Hal ini menunjukkan masih ada ruang untuk
meningkatkan efisiensi teknis melalui peningkatan manajemen usahatani.
6.6. Produksi Potensial dan Kehilangan Produksi Usahatani Kubis
Produksi potensial dihitung untuk masing-masing usahatani dan hasilnya disajikan pada Tabel 28. Produksi potensial frontier dihitung dengan
menggunakan rumus Produksi potensial = 100TE produksi aktual
Kehilangan produksi yang disebabkan oleh inefisensi teknik dihitung sebagai selisih antara rata-rata produksi aktual dengan produksi frontiernya jika petani