Faktor yang Mempengaruhi Inefisiensi Teknis

39 menentukan dimana usahatani menggunakan sumberdaya dalam rangka mencapai kontribusi tertinggi terhadap keberlanjutan Merante et al, 2008. Ruff 2008 menyatakan bila Perusahaan A memproduksikan atau menghasilkan keuntungan dari penggunaan kapital lingkungan dan sosial, kemudian perusahaan B juga menggunakan sumberdaya yang sama dan menghasilkan investasi yang lebih baik untuk masyarakat pemilik kapital lingkungan dan sosial maka opportunity cost adalah keuntungan yang dapat dicapai dalam alternatif investasi dengan menggunakan kapital yang sama. Penggunaan konsep opportunity cost untuk mengevaluasi kapital lingkungan dan sosial secara total merupakan kontribusi yang penting pada nilai keberlanjutan. Kemudian metode tradisional juga digunakan untuk mengevaluasi nilai kontribusi perusahaan terhadap keberlanjutan misalnya perbedaan antara keuntungan perusahaan dengan opportunity cost dari sumberdaya kapital ekonomi, lingkungan dan sosial. Kualitas model dari keberlanjutan tergantung pada tiga hal yaitu pilihan benchmark , sumberdaya yang diikutkan pada model, dan return yang akan diterima van Passel, 2009, Erhman, 2008, Illge 2008, Ruff 2008. Pilihan benchmark akan menentukan biaya peluang. Dalam beberapa studi benchmark ditentukan berdasarkan nilai terbaik dari ekonomi nasional ADVANCE, 2006, rata-rata dari perusahaan Erhman, 2008, Illge 2008, rata-rata usahatani terbaik dan juga rata-rata usahatani terbobot Van Passel, 2009. Efisiensi benchmark menggambarkann rata-rata kinerja dari alternatif penggunaan sumberdaya. Pilihan benchmark bergantung pada tujuan penelitian. Figge dan Hahn 2005 menggunakan ekonomi UK sebagai tolok ukur. Van Passel et al 2009 menggunakan rata-rata penerimaankeuntungan dalam sebuah sampel besar di peternakan untuk menjelaskan perbedaan dalam keberlanjutan peternakan. Erhman 2008 menggunakan tolok ukur rata-rata terbobot dari seluruh usahatani. Keluaran penting dari SV adalah dapat meranking usahatani atau perbedaan sistem produksi dari penggunaan sumberdaya yang efisien. Pendekatan nilai keberlanjutan dapat dilihat sebagai sebuah penilaian dampak “value-oriented”. Pendekatan “value oriented” mengintegrasikan apek ekonomi, sosial, dan lingkungan dengan keterkaitan pada opportunity cost, dan 40 menganalisis berapa nilai yang hilang ketika sebuah bundel sumberdaya digunakan. Dengan kata lain, pendekatan “value-oriented” mengusulkan dimana sumberdaya dapat dialokasikan, artinya berapa banyak nilai yang akan diciptakan dengan set sumberdaya jika sudah digunakan oleh perusahaan yang lebih efisien van Passel, 2009. Nilai SVA yang positif menunjukkan bahwa usahatani berkelanjutan sementara SVA yang negatif menunjukkan bahwa usahatani lain benchmark mempunyai nilai yang lebih tinggi dengan menggunakan sumberdaya yang sama Figge dan Hahn, 2004. Pendekatan SVA menyediakan ukuran keuangan dari kontribusi perusahaan terhadap keberlanjutan. Penilaian dilakukan dengan membandingkan penggunaan sumberdaya perusahaan dengan penggunaan sumberdaya dari benchmark . Meskipun Figge dan Hahn 2005 menyatakan bahwa SVA tidak menunjukkan apakah perusahaan berkelanjutan, mereka menamai perusahaan dalam terminologi berkontribusi pada keberlanjutan, secara implisit mengasumsikan penggunaan sumberdaya yang efisien sebagai ‘berkelanjutan’. Suatu perusahaan berkontribusi lebih berkelanjutan apabila return to capital lebih besar dari rata-rata return on resource dari benchmark, dan sebaliknya. Sebuah nilai keberlanjutan yang positif menunjukkan sumberdaya digunakan lebih efisien dibandingkan dengan tolok ukurnya benchmark. Nilai ini memperlihatkan kelebihan penerimaan yang diciptakan atau kehilangan penggunaan sumberdaya ekonomi, lingkungan, dan sosial relatif terhadap tolok ukurnya Illge et al, 2008. Menurut Figge dan Hahn 2004, SVA tidak menunjukkan bahwa usahataniperusahaan berkelanjutan tetapi hanya menunjukkan berapa banyak usahatani sudah berkontribusi untuk lebih keberlanjutan. Kontribusi ini dapat digambarkan dalam terminologi ekonomi, sosial dan lingkungan, dan merupakan ukuran kinerja usahatani dibandingkan dengan benchmark. ADVANCE 2006 menyatakan SVA membandingkan penggunaan sumberdaya dari perusahaan dibandingkan dengan benchmark dan menentukan biaya untuk masing-masing sumberdaya melalui opportunity cost. Merante et al 2008 menyatakan nilai keberlanjutan SVA merupakan suatu pendekatan yang didasarkan pada opportunity cost dari penggunaan sumberdaya yang digunakan usahatani dibandingkan dengan penggunaan 41 sumberdaya dari benchmark. Figge dan Hahn 2004, 2005 menyatakan bahwa SVA menentukan bagaimana sumberdaya perusahaan digunakan dalam rangka mencapai kontribusi tertinggi pada keberlanjutan. Nilai ini tidak memperlihatkan penggunaan sumberdaya perusahaan berkelanjutan, tetapi hanya menyatakan apakah perusahaan lebih berkelanjutan atau tidak dibandingkan dengan perusahaan lainnya atau dibandingkan dengan benchmark. Van Passel 2009 menyatakan terdapat beberapa keunggulan dari pendekatan nilai keberlanjutan antara lain: 1 pendekatan ini dapat mengintegrasikan keberlanjutan ekonomi, sosial, dan lingkungan dan 2 merupakan metode pertama yang memungkinkan sebuah integrasi dari sumberdaya yang berbeda dan dapat membandingkan keberlanjutan antar sistem. Namun demikian terdapat kelemahan dalam pendekatan ini yaitu 1 pendekatan nilai keberlanjutan tidak menunjukkan apakah seluruh sumberdaya yang digunakan berkelanjutan atau tidak tetapi hanya menunjukkan berapa perusahaan berkontribusi untuk lebih berkelanjutan dari input yang digunakan dibandingkan dengan benchmark, 2 ketidakmampuan dari metodologi dibatasi oleh data yang tersedia dari penggunaan sumberdaya dan opportunity cost dari sumberdaya yang berbeda Figge and Hahn, 2005, dan 3 pendekatan ini tidak memasukkan aspek kualitatif dari keberlanjutan.

2.7. Keterkaitan Antara Efisiensi dan Nilai Keberlanjutan

Callens dan Tyteca 1999 menyatakan bahwa efisiensi ekonomi, sosial dan lingkungan merupakan suatu langkah keharusan tetapi bukan kecukupan kearah keberlanjutan. Peningkatan efisiensi penting menuju kearah keberlanjutan karena dapat mentolelir pertentangan atau konflik tujuan ekonomi, sosial, dan lingkungan yang dapat dicapai secara simultan. Peningkatan output per unit input tidak hanya mengurangi dampak lingkungan yang merugikan tetapi juga dapat meningkatkan pendapatan dengan cara mengurangi biaya atau meningkatkan output de Koeijer, 2002. Selanjutnya de Koeijer et al 2002 menyatakan bahwa peningkatan efisiensi dapat mendukung keberlanjutan. Efisiensi merupakan syarat keharusan tetapi bukan kecukupan untuk keberlanjutan. Lebih jauh peningkatan sumberdaya yang efisien merupakan suatu hal yang harus dilakukan untuk sumberdaya yang dapat diperbaharui maupun tidak dapat 42 diperbaharui Van Passel, 2009. Tetapi efisiensi bukan syarat perlu untuk keberlanjutan. Efisiensi menempatkan masyarakat pada kemungkinan utilitas frontier, tetapi juga mengandung arti mendistribusikan kekayaan antar generasi Howarth and Norgaard, 1990. Keberlanjutan tidak hanya tentang kesamaan intergenerasi, tetapi juga meliputi elemen efisiensi dan kesamaan distribusi Stavins et al, 2002. Dengan demikian peningkatan efisiensi dapat dilihat sebagai sebuah langkah penting dan syarat keharusan kearah keberlanjutan yang lebih tinggi. Salah satu pengukuran kinerja ekonomi suatu usahatani adalah mengukur efisiensi. Beberapa karakteristik struktural dan manajerial dapat menerangkan perbedaan dalam efisiensi. Untuk analisis yang lebih mendalam, maka variabel lingkungan dan sosial dapat diintegrasikan ke dalam perhitungan kinerja pertanian, dan sebagai aplikasinya dapat diukur dalam terminologi “nilai keberlanjutan”. Nilai ini dapat digunakan untuk mengukur usahatani berkelanjutan. Untuk menilai keberlanjutan usahatani dapat dilakukan dengan dua pendekatan. Pertama, menilai atau menganalisis kinerja ekonomi usahatani yaitu mengukur efisiensi teknis sebagai determinan kinerja ekonomi dan kedua mengintegrasikan penggunaan sumberdaya lingkungan ke dalam analisis ekonomi untuk menilai keberlanjutan usahatani. Integrasi lingkungan ke dalam perhitungan kinerja usahatani merupakan penelitian yang penting oleh karena itu konsep dari nilai keberlanjutan untuk mengukur kontribusi kearah keberlanjutan. Akhirnya pendekatan nilai keberlanjutan dikombinasikan dengan metode frontier analisis efisiensi digunakan untuk membangun benchmark. Analisis empiris memperlihatkan bahwa karakteristik struktural dan manajerial dapat menerangkan perbedaan dalam kinerja usahatani. Keberadaan dan kelayakan dari perbedaan dalam efisiensi antar usahatani penting untuk menerangkan perubahan struktur di pertanian. Dalam jalan ini, teori produksi melalui analisis efisiensi memperkaya ‘pendekatan nilai keberlanjutan”