Penguasaan Lahan Usahatani Karakteristik Rumahtangga Petani Sampel

digunakan untuk membunuh serangga pengganggu. Jenis insektisida antara lain: Winder, Ramvage, Alika, dan Prevathon. Berdasarkan jumlah penggunaan pestisida maka dalam penelitian ini jumlah pestisida yang digunakan disetarakan dengan jumlah merek pestisida yang paling banyak digunakan oleh petani. Untuk tanaman kentang pestisida yang paling banyak adalah Daconil, sehingga penggunaannya disetarakan dengan Daconil konversi ke fungisida Daconil untuk kentang, dan setara Demolish untuk kubis konversi ke fungisida Demolish. Pada umumnya petani menyemprot 2 -3 kali dalam seminggu pada saat musim hujan,dan menyemprot 4- 5 hari sekali pada saat musim kemarau. Secara rata-rata penyemprotan berkisar antara 4 – 20 kali. Namun banyak petani yang menyatakan mereka menyemprot ada atau tidak ada serangan sehingga penggunaan pestisida menjadi berlebihan. Berdasarkan hasil wawancara petani kentang lebih intensif dalam mengendalikan OPT. Hampir 90 persen petani menyatakan bahwa penyemprotan dengan frekuensi tinggi dilakukan untuk antisipasi atau pencegahan sebelum hama nmenyerang sebab kalau sudah terserang sulit dihindari, alasan lainnya adalah menghindari gagal panen. Hasil wawancara dengan para petani ditemukan bahwa sebagian besar petani menggunakan dosis yang berlebihan dan frekuensi aplikasi yang terlalu sering bahkan sebelum hamapenyakit menyerang. Perilaku ini tentu saja merupakan suatu pemborosan karena bertambahnya biaya selain biaya pestisida juga biaya tenaga kerja untuk menyemprot. Penggunaan pestisida yang berlebihan ini akan menyebabkan residu pestisida. Sebagian besar petani menyatakan tanaman kentangnya pernah terkena serangan hama penyakit, yang sering menyerang adalah hama ulat grayak, hama kutu daun, dan hama ulat tanah serta hama trip. Penyakit yang sering menyerang tanaman kentang adalah penyakit busuk daun, layu bakteri, dan bercak kering. Hal ini menyebabkan para petani menyemprot tanaman kentangnya ada atau tidak ada serangan. Hal ini pula yang menyebabkan petani jarang menanam kentang searah kontur, karena mereka beranggapan penanaman searah kontur dapat dapat menyebabkan air hujan tertahan sehingga menyebabkan serangan penyakit. Aryad 2000 menyatakan bahwa penanaman searah kontur dapat menghambat aliran permukaan sehingga terjadi penyerapan air dan mencegah terangkutnya tanah. Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani kentang dan kubis berasal dari tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja luar keluarga atau tenaga kerja upahan. Biasanya petani lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga pada saat pengolahan lahan dan panen. Banyaknya tenaga kerja upahan ini tergantung pada luas lahan yang dikelola. Pekerjaan seperti mengolah lahan, mengangkut sarana produksi dan hasil produksi, menyemprot, lebih banyak digunakan tenaga kerja pria sedangkan wanita lebih banyak mengerjakan menyiram, memupuk, atau panen. Berbeda dengan tanaman pangan terutama padi, pada tanaman sayuran pengolahan lahan juga banyak dikerjakan kaum wanita. Namun demikian karena kentang dan kubis ditanam pada lahan berlereng, apalagi pada musim kemarau pekerjaan menyiram lebih banyak dilakukan oleh tenaga kerja pria. Secara umum kegiatan pengolahan tanah dan pemeliharaan tanaman memerlukan tenaga kerja lebih banyak dibandingkan kegiatan lainnya. Adanya penggunaan tenaga kerja harian untuk jaga malam setelah tanaman berumur kurang lebih 70 hari, sampai 100 hari sampai panen terutama untuk tanaman kentang menyebabkan kebutuhan tenaga kerja menjadi lebih banyak. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani sampel, kentang dipanen rata- rata setelah berumur 100 hari, sedangkan kubis dipanen setelah berumur 90 hari. Jumlah produksi kentang di daerah penelitian rata-rata mencapai 18.84 ton. Kentang yang dihasilkan diklasifikasikan pada Grade AL, ABC, DN dan ARS. Pengkelasan dilakukan berdasarkan jumlah umbi per kg atau berat umbi dalam gram. Untuk grade AL jumlah umbi per kg sebanyak 2-5, grade ABC 10-12 per kg, DN 20-30 umbi per kg dan ARES lebih dari 30 umbi per kg. Untuk kubis, panen dilakukan pada umur 90 -120 hari. Berbeda dengan kentang tidak ada pengkelasan dalam kubis dan pda umumnya panen kubis dilakukan secara borongan. Rata-rata produksi kubis di daerah penelitian adalah 23.6 ton per ha Pemasaran kentang di daerah penelitian dilakukan melalui tiga jalur pemasaran yaitu pasar tradisional, pasar modern, dan industri pengolahan. Namun untuk petani sampel, pemasaran banyak dilakukan ke pasar tradisional, baik pasar lokal maupun pasar induk yang ada di Jakarta, Bandung, Tangerang, dan Bogori. Pasar tradisional yang menjadi tujuan pemasaran adalah Pasar Garut, Pasar Pangalengan, Pasar Caringin Bandung, Pasar Induk Kramat Jati Jakarta dan Pasar Kemang Bogor. Pada saat penelitian harga kentang konsumsi di pasaran berkisar anatar Rp 2500 – Rp 6000 per kilogram. Adapun jalur pemasaran yang dilalui adalah: Petani Æ pedagang pengumpul Æ pedagang besar Æ pedagang pasar lokalpasar induk. Pada saat panen biasanya petani sudah memisahkan ukuran kentang grading. Bila transaksi penjualan dilakukan di kebun, maka akan terjadi kesepakatan antara penjual dengan pembeli siapa yang akan membiayai biaya sortasi dan grading, namun pada umumnya untuk kentang biaya ini ditanggung oleh petani. Sebaliknya untuk kubis karena kebanyakan penjualan menggunakan sistem tebas maka biaya angkut dan lainnya ditanggung oleh pedagang pengumpul. Jenis kentang yang dipasarkan adalah varietas granola. Harga ditentukan berdasarkan ukuran atau keseragaman dan kondisi kulit serta kebersihan umbi. Pada saat dilakukan wawancara dengan pedagang pengumpul, biasanya mereka sudah mendapat informasi mengenai harga kentang di pasar induk baik di Bandung, Bogor, Tangerang, maupun Jakarta. Namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa sekarang petani pun sudah bisa mendapat informasi mengenai harga kentang di pasaran sejalan dengan berkembangnya teknologi informasi handphone yang sudah sampai ke pelosok perdesaan. Dengan demikian posisi tawar petani meningkat, karena apabila tidak sepakat dengan harga petani dapat menyimpannya beberapa hari sampai harga dianggap bagus. Tidak demikian dengan kubis. Pemasaran kubis umumnya dilakukan secara langsung sesaat setelah panenke pedagang pengumpul karena kubis termasuk tanaman yang mudah busuk. Berdasarkan hasil wawancara dengan pedagang pengumpul dan pedagang besar, biasanya para pedagang membawa kentang atau kubis ditambah dengan komoditas lainnya seperti wortel, tomat, bawang daun, seledri, sawi putih, dan lainnya. Kendaraan yang digunakan adalah truk dengan kapasitas 7 – 8 ton dan ongkos angkut dari Pangalengan dan Kertasari sebesar Rp 1,2 juta sampai di Pasar Induk Kramat jati atau Tangerang. Pemasaran ke industri pengolahan dilakukan ke PT Indofood terutama oleh petani mitra dengan kualitas yang telah ditentukan, dan varietas yang ditanam adalah Atlantik. Biasanya kemitraan dilakukan melalui Kelompok tani.

5.4. Analisis Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Kentang dan

Kubis di Jawa Barat, 2011 Pada penelitian ini, biaya pembelian input benih, pupuk, pestisida, pupuk kandang dihitung berdasarkan harga di tingkat petani. Harga tersebut dihitung sebagai harga pembelian ditambah dengan ongkosbiaya transportasi ke lokasi. Semakin jauh ke lokasi biaya transportasi semakin mahal. Untuk menganggkut pupuk ke lokasi lahan yang berlereng curam, biaya transportasi pupuk biasanya dihitung per karung kurang lebih 50 kg, ongkos motorojeg berkisar antara Rp 7000 – Rp 15 000 per karung tergantung pada jarak yang ditempuh. Biaya tenaga kerja dihitung berdasarkan upah yang berlaku ditambah dengan pengeluaran lainnya seperti pengeluaran untuk rokok, makan, dan minum. Harga output baik kentang maupun kubis, dihitung berdasarkan harga yang berlaku di tingkat petani. Harga kentang dihitung sebagai harga yang berlaku dikurangi dengan biaya angkut dari lokasi sampai pinggir jalan besar. Besarnya biaya angkut berkisar antara Rp 50- Rp 100 per kg. Khusus komoditas kentang harga yang berlaku didasarkan pada grade dari kentang yaitu garade AL, ABC, DN, dan ARES. Harga kentang pada saat penelitian dilakukan berkisar antara Rp 2500 – Rp 6000. Grade AL mempunyai harga tertinggi dan grade ARES mempunyai harga yang paling rendah. Di daerah penelitian, sebagian petani kentang juga melakukan kemitraan dengan PT Indofood, harga kemitraan relatif stabil pada harga Rp 4.800kg. Menurut para petani mitra salah satu keuntungan dari kemitraan ini adalah adanya kepastian harga yang relatif stabil. Namun kerugiannya adalah pada saat harga naik, harga kentang petani mitra tidak ikut naik. Panen kubis dilakukan oleh hampir 100 persen petani menggunakan sistem tebas, sehingga tidak ada biaya angkut biaya angkut ditanggung para pedagang atau tengkulak. Sistem ini sudah menjadi kebiasaan di daerah penelitian baik di Kabupaten Bandung maupun Garut. Akibatnya para petani kadang-kadang tidak tahu berapa sebenarnya produksi yang dihasilkan, karena hanya didasarkan pada tawar menawar antara petani dengan tengkulak. Biasanya produksi untuk luasan tertentu sudah bisa ditaksir berdasarkan pengalaman. Analisis pendapatan untuk usahatani kentang dan kubis disajikan pada Tabel 19. Tabel 19. Struktur Penerimaan, Biaya, dan Pendapatan Usahatani Kentang dan Kubis per Hektar di Jawa Barat, 2011 Kentang Kubis Uraian Jumlah Harga Rp000 Total Rp000 Jumlah Harga Rp000 Total Rp000 Produksi kg 18 841.20 23 604.3 Harga Rp 4.589 1,17 Penerimaan R 86 462 276.8 27 630.56 Biaya Variabel Benih kg 1 382.70 12.784 17 676.44 26 499.7 0.061. 1 616.48 Pupuk buatanKg Urea +ZA 579.70 1.736 1 006.36 536.5 1.736. 931.36 TSP 461.20 2.021 932.09 280.2 2.021. 566.28 KCl 112.60 2.435 274.18 261.2 2.435. 636.02 NPK 710.50 2.859 2 031.32 648.4 2.859. 1 853.78 Pupuk Kandangkg 18 877.20 0.364 6 871.31 12 674.4 0.396. 5 019.06 Pestisida L 44.30 13.722 6 078.85 12.0 143.783. 1 725.40 Tenaga kerja HKP 477.40 18.718 8 935.97 272.0 19.803. 5 386.42 Ajir 14 285.00 0. 050 714.25 - rafiatali wuri 10.00 35.000 350.00 Biaya Variabel Total 44 870.75 Biaya Tetap: Sewa lahan 3 000.00 3 000.00 Penyusutan Alat 246.62 202.07 Biaya Tetap Total 3 246.62 3 202.07 Biaya Total C 48 117.37 20 590.62 Pendapatan R-C 38 344.90 7 039.94 RC 1.8 1.3 Keterangan = jumlah bibit dalam pohon Dari Tabel 19 terlihat bahwa untuk kentang biaya benih merupakan komponen biaya terbesar, diikuti oleh biaya tenaga kerja. Sedangka untuk kubis biaya tenaga kerja merupakan komponen terbesar. Kentang merupakan tanaman untama untuk petani sayuran di daerah penelitian. Meskipun biaya yang dikeluarkan besar, namun pendapatan yang diperoleh juga besar dengan RC 1.8. Artinya usahatani kentang bisa mendatangkan keuntungan hampir dua kali biaya yang dikeluarkan. Sebaliknya kubis, hanya mempunyai RC sebesar 1.3. Salah satu penyebab rendahnya RC untuk kubis adalah fluktuasi harga yang sangat besar. Di daerah penelitian harga tertinggi adalah Rp 3000kg dan terendah Rp 200kg. Pada saat penelitian dilakukan, hampir 10 persen petani tidak memanen kubisnya karena harga jauh lebih kecil dari biaya angkut yang harus dikeluarkan, sehingga petani membiarkan tanaman kubisnya tidak dipanen. Yang menarik adalah meskipun kubis mempunyai RC lebih rendah dari kentang, dan secara absolut tingkat keuntungan kubis hanya kurang lebih satu per lima keuntungan kentang Rp 7039940 : Rp 38344900 namun petani tetap menanam kubis sebagai tanaman utama setelah atau sebelum kentang. Hal ini disebabkan secara agronomis setelah menanam kentang perlu diselingi dulu dengan tanaman lain untuk tujuan memotong siklus hama dan penyakit.

5.5. Keberlanjutan Usahatani Kentang dan Kubis

Pengelolaan usahatani sayuran terutama kentang dan kubis dihadapkan pada tingginya risiko yang dihadapi petani seprti risiko produksi dan risiko harga Indikasi adanya risiko produksi dicirikan oleh berfluktuasinya produksi Fariyanti, 2008. Besarnya risiko ini akan berdampak pada efisiensi dan keberlanjutan usahatani kentang dan kubis. Data produktivitas sayuran Provinsi Jawa Barat 2010 menunjukkan kecenderungan yang menurun. Hal ini berdampak pada penerimaan petani yang akhirnya berdampak pada keberlanjutan usahatani. Dilihat dari rata-rata produktivitas yang dicapai petani sampel pada tahun 20102011 sebesar 18 874 kg per hektar untuk kentang. Besarnya produktivitas ini menurun dibandingkan penelitian yang telah dilakukan oleh Fariyanti 2008 di daerah Pangalengan. Fariyanti 2008 menemukan bahwa pada kondisi normal produktivitas kentang pada tahun 20052006 untuk petani dengan lahan sempit, sedang dan luas berturut-turut 19.38 ton, 20.9 ton, dan 20.1 ton. Ridwan 2010 melaporkan bahwa produktivitas kentang di Pangalengan adalah 26.36 tonha. Produktivitas kubis di daerah penelitian diperoleh sebesar 23.6 ton per hektar dan hasil penelitian Fariyanti 2008 menyatakan produktivitas kubis sebesar 25.96 tonha, 26.88 tonha, dan 26.59 tonha untuk lahan sempit, sedang, dan luas. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian ini maka produktivitas