Kegiatan Kerja Anggota Keluarga Petani Sayuran Kentang dan Kubis di Jawa Barat, 2011
Varietas yang digunakan petani di daerah penelitian adalah Granola. Varietas ini mempunyai hasil yang tinngi, berumur pendek 90 hari dan memiliki
daya adaptasi yang luas, serta toleran terhadap serangan layu bakteri Ridwan, 2010. Varietas lainnya yang ditanam petani adalah varietas atlantik.
Berdasarkan wawancara dengan petani sampel 90 persen petani menggunakan varietas granola, dan sisanya 10 persen menggunakan varietas atlantik ditanam
oleh petani yang bermitra dengan PT Indofood. Selanjutnya untuk tanaman kubis varietas yang paling banyak ditanam petani adalah greenova dengan
penggunaan benih sekitar 26500 pohon bibit per hektar. Sejak impor benih kentang dari Belanda dan Australia dilarang, petani di
Pangalengan, Kertasari, Pasirwangi, dan Cikajang sering mengeluhkan kurangnya ketersediaan benih kentang, terutama benih bersertifikat. Pangalengan sebagai
sentra produksi kentang Jawa Barat masih dihadapkan pada kurangnya jumlah penangkar, sehingga benih yang dihasilkan masih belum dapat memenuhi
kebutuhan benih kentang yang ada. Disisi lain, benih yang digunakan petani di Kertasari, Pasirwangi, dan Cikajang mengandalkan ketersediaan benih yang
berasal dari Pangalengan, karena kurangnya jumlah penangkar di kecamatan tersebut. Hal ini menyebabkan tingginya ongkos yang dikeluarkan petani untuk
pembelian benih. Akibat keterbatasan tersebut, akhirnya petani lebih banyak menggunakan benih kentang dari hasil produksi sebelumnya baik dari produksi
sendiri, maupun produksi petani lain. Hal ini mengakibatkan kualitas maupun kuantitas kentang yang dihasilkan kurang maksimal.
Berbeda dengan kentang, ketersediaan benih kubis di daerah penelitian tidak mengalami kendala yang berarti. Pada umumnya benih dapat dibeli di kios
produksi untuk disemaikan. Namun, petani lebih memilih membeli bibit dari petani lain karena berbagai alasan. Pertama, dengan menanam benih yang sudah
menjadi bibit, petani sudah dapat memperkirakan daya tumbuh dari bibit tersebut. Kedua, adanya efisiensi waktu dan tenaga kerja yang digunakan.
Pengolahan tanah bertujuan untuk menyiapkan tempat tumbuh yang baik untuk tanaman, menekan pertumbuhan gulma, dan memperbaiki sifat fisik, kimia,
dan biolagi tanah. Kegiatan olah tanah yang dilakukan oleh petani menggunakan sistem cangkul, yaitu sistem olah tanah yang tergantung pada bekas lahan
penanaman sebelumnya. Di daerah penelitian petani mengolah lahan dengan cara mencangkulnya dengan kedalaman 30 cm. Kemudian dibuat garitan dengan jarak
antar garitan 70-80 cm. Bedengan dibuat dengan panjang 6 - 7 m dan lebar 70 cm. Jarak antar bedengan dibuat seukuran dengan lebar cangkul lebih kurang 25
cm sampai 30 cm. Bedengan dibuat dengan tujuan untuk melindungi kerusakan akar tanaman kentang terhadap genangan air karena akar mudah busuk. Arah
bedengan disesuaikan dengan topografi lahan. Pada lahan yang memiliki topografi datar, arah bedengan dapat ke segala
arah diusahakan searah dengan saluran irigasi sedangkan lahan yang bertoporafi lereng, arah bedengan idealnya dibuat searah kontur memotong lereng. Lereng
yang semakin curam akan meningkatkan kecepatan aliran permukaan sehingga kekuatan mengangkut dan erosi akan meningkat pula. Lereng yang semakin
panjang akan menyebabkan volume air yang mengalir menjadi meningkat Dariah, 2005. Hampir 60 persen petani menggunakan teknik penanaman searah
lereng. Berdasarkan hasil wawancara petani menerapkan sistem membuat guludan searah lereng karena kalau musim hujan mencegah genangan air,
menghindari pembusukan akar tanaman, dan satu alasan lagi adalah sulit dalam pengerjaannya sehingga memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengolah
lahan. Pupuk yang digunakan petani di Pangalengan, Kertasari, Pasirwangi, dan
Cikajang adalah Urea, ZA, KCl, TSPSP-36, dan pupuk majemuk NPK. Dalam penelitian ini untuk estimasi fungsi produksi pupuk tidak didefinisikan dalam
bentuk agregatnya namun dihitung dalam bentuk unsur hara utama yang dikandungnya yaitu N, P2O5, dan K2O. Kandungan tersebut dapat terlihat dari
kemasan yang dibeli petani. Unsur hara N berasal dari pupuk Urea sebanyak 46 persen, dari NPK sebanyak 15 persen dan dari ZA sebanyak 21 persen. Unsur
hara P berasal dari pupuk SP 36 sebesar 36 persen dan dari NPK 15 persen. Unsur hara K2O berasal dari NPK 15 dan KCl 60 persen.
Baik pada budidaya kentang maupun kubis, pupuk yang digunakan adalah pupuk anorganik Urea, ZA, TSPKCl, NPK serta pupuk organik atau pupuk
kandang. Penggunaan pupuk ini sangat bervariasi, pada tanaman kentang, rata- rata penggunaan pupuk Urea + ZA sebesar 580 kgha, TSP 461 kgha, NPK 710