Efisiensi Alokatif AE dan Efisiensi Ekonomis EE Usahatani Kubis

Tabel 34. Pengaruh Sistem Konservasi terhadap Efisiensi Teknik, Alokatif dan Ekonomi Usahatani Kentang Dataran Tinggi di Jawa Barat, 2011 Sistem Penanaman TE AE EE searah lereng 81 51 39 searah kontur 85 46 38 teras bangku 85 46 39 Sumber : data primer, diolah Dengan demikian bagi petani yang belum efisien secara teknis masih ada peluang untuk dioptimalkan penggunaan faktor inputnya agar usahataninya lebih efisien sampai mencapai produksi maksimum seperti yang dapat dicapai petani paling efisien di daerah penelitian. Secara rata-rata di daerah penelitian petani berpeluang meningkatkan produksinya sebesar 11.5 persen 1- 0.840.95 dengan cara menerapkan teknik budidaya petani yang paling efisien. 6.11. Pengaruh Kemiringan Lahan dan Sistim Konservasi terhadap Efisiensi Teknik, Efisiensi Alokatif dan Efisiensi Ekonomi Usahatani Kubis Berdasarkan analisis sebelumnya, kubis banyak ditanam di lahan berlereng dengan kemiringan yang tinggi. Dari hasil pendugaan fungsi produksi sebelumnya terlihat bahwa kemiringan lahan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap produksi kentang di dataran tinggi. Tabel 35. menggambarkan hubungan antara kemiringan lahan kelerengan dengan efisiensi teknik, alokatif dan ekonomi. Tabel 35 memperlihatkan semakin tinggi kemiringan lahan tingkat efisiensi teknis, alokatif maupun ekonomi secara umum semakin menurun. Hal ini dapat diterangkan bahwa dengan kemiringan lahan yang tinggi dan curam, ditambah dengan curah hujan tinggi maka erosi akan semakin besar. Hasil ini sesuai dengan hasil temuan Solis 2006 yang menyatakan bahwa petani dengan investasi yang tinggi dalam konservasi lahan mempunyai rata-rata efisensi lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa konservasi. Selanjutnya dari Tabel 36 dapat dilihat bahwa sistem penanaman teras bangku akan meningkatkan efisiensi teknik diikuti oleh penanaman serah kontur dan searah lereng. Hal ini dapat dimengerti karena dengan konservasi teras bangku produktivitas semakin baik. Namun sebaliknya semakin baik konservasi, efisiensi alokatif dan ekonomi semakin menurun, hal ini diduga penggunaan input pada lahan berlereng dikurangi oleh petani karena terkait dengan risiko. Tabel 35. Hubungan Kemiringan Lahan dengan Efisiensi teknik TE, Efisiensi Alokatif AE dan Efisiensi Ekonomi EE pada Usahatani Kubis di Jawa Barat, 2011 kemiringan TE AE EE 0 71 80 55 5 76 85 64 10 67 78 51 15 72 75 53 20 73 78 56 25 79 70 56 30 74 77 56 35 80 72 58 40 81 84 67 45 80 74 59 50 70 58 40 Sumber : data primer, diolah Dengan demikian diduga semakin tinggi kelerengan biaya yang dikeluarkan lebih rendah dan ini mendekati biaya minimalnya. Tabel 36. Pengaruh Sistem Konservasi terhadap Efisiensi Teknik, Alokatif dan Ekonomi Usahatani Kubis Dataran Tinggi di Jawa Barat, 2011 Sistem Konservasi TE AE EE searah lereng 0.72 0.81 0.57 searah kontur 0.72 0.76 0.54 teras bangku 0.79 0.72 0.57 Sumber : data primer, diolah Hasil ini konsisten dengan penemuan Solis et al., 2006 yang menemukan bahwa petani yang mengkonservasi lahannya lebih efisien dibandingkan dengan yang tidak mengkonservasi. Wadud 1999 menemukan bahwa degradasi lahan akan menurunkan efisiensi teknik. Selanjutnya

VII. PENGUKURAN NILAI KEBERLANJUTAN USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI DI JAWA BARAT

Dalam rangka menilai keberlanjutan usahatani, sebuah pendekatan perlu dilakukan sebagai petunjuk untuk pengambil keputusan. Pengembangan indikator keberlanjutan dapat dipandang sebagai sebuah cara yang efektif untuk mengoperasionalkan pertanian berkelanjutan Rigby et al, 2001, van Calker et al 2006, van Passel 2009. Perusahaan berinvestasi untuk meningkatkan kinerja usahatani. Kinerja ini memerlukan penilaian yang akurat dari efisiensi usahatani dan mengidentifikasi sumber inefisiensi dalam merumuskan kebijakan untuk meminimalkan inefisiensi Sherlund et al, 2002. Karenanya penting untuk mengukur keberlanjutan usahatani sayuran dataran tinggi melalui pendekatan “sustainable value” dan return to cost sustainability efficiency. Untuk tujuan itu, analisis dilanjutkan dengan menghubungkan antara produktivitas, eco- efficiency , efisiensi teknik, dan efisiensi keberlanjutan. Selanjutnya pendekatan dilakukan melalui model Stochastic Frontier dengan metode Cobb Douglas Frontier. Terdapat empat faktor penggerak dalam pembangunan pertanian dalam hal ini usahatani kentang dan kubis yaitu: 1. Sumberdaya alam dan lingkungan lahan, air, ekologi terkait dengan kemiringan lahan dan tingkat erosi 2. Sumberdaya manusia fisik dan kreativitas 3. Teknologi modal dan sarana produksi 4. Organisasi petanikelembagaansosial misalnya berpartisipasi dalam kelompok Dengan demikian dalam penelitian ini variabel yang relevan dimasukkan ke dalam model adalah lahan, tenaga kerja, modal, pengeluaran sarana produksi benih, pupuk, pestisida, pupuk kandang, dan tingkat erosi. Lahan, tenaga kerja, dan modal mewakili input konvensional atau sebagai input utama. Tenaga kerja dapat dipandang sebagai indikator sosial dalam keberlanjutan Illge et al, 2008. Selanjutnya di daerah penelitian erosi merupakan faktor lingkungan yang penting diperhatikan karena kentang dan kubis ditanam di lahan berlereng yang dapat menyebabkan erosi yang tinggi, oleh karena itu tingkat erosi mewakili input