Keterkaitan Antara Efisiensi dan Nilai Keberlanjutan

52 Tabel 3. Lanjutan Penulis LokasiNegara Faktor yang Mempengaruhi Inefisiensi Kalirajan dan Flinn, 1983 India Pendidikan -, pengalaman -, Pengetahuan -, Kontak penyuluhan -, penggarap bagi hasil + Ekanayake, 1987 Srilanka Petani zona barat -, kemampuan baca tulis -, petani paruh waktu +, kredit -, petani terbelit utang +, varietas berumur pendek yang mudah ditanam - Ali dan Flinn, 1989 Pakistan Pendidikan -, menyewa -, pekerjaan off- farm +, ketidaktersediaan kredit +, ukuran lahanusahatani +, pemilikan sumur -, penggunaan traktor -, hambatan airirigasi +, tanam terlambat +, terlambat memupuk - Wilson et al., 1998 Inggris Proporsi lahan irigasi -, keikutsertaan kelembagaan koperasi -, rotasi tnaman- Nwuru, J.C., 2011 Nigeria Umur -, jumlah tanggungan +, luas lahan -, pendidikan -, akses kredit +, keanggotaan +, kunjungan penyuluh +, jender -. Maganga et al, 2012 Malawi Pekerjaan di luar usahatani +, pendidkan -, kunjungan penyuluh -, kredit -, pengalaman -, tingkat spesialisasi -, umur +, Ukuran keluarga +, frekuensi penyaiangan gulma - Sumber: diadaptasi dari berbagai sumber Dari berbagai literatur sebelumnya, masih sedikit studi memperhatikan hubungan antara keberlanjutan lingkungan dengan efisiensi usahatani. Salah satu studi yang dilakukan oleh Pascual 2005 dengan menggunakan model frontier tetapi dengan sedikit sampel, menyimpulkan bahwa peningkatan efisiensi teknik dapat dilakukan melalui alokasi input yang lebih baik dan intensifikasi lahan secara signifikan dapat mengurangi erosi lahan berkaitan dengan praktek usahatani slash-and-burn di Meksiko. Wadud dan White 2000 juga menemukan adanya hubungan positif antara degradasi lahan rendah dengan efisiensi teknik untuk petani padi di Bangladesh. Otsuki et al 2002 menemukan bahwa kebijakan publik dihubungkan dengan kepemilikan lahan dapat mengurangi degradasi lingkungan dan dapat meningkatkan efisiensi teknik di Amazon Brazil. Aplikasi model frontier untuk komoditas hortikultura masih jarang ditemukan di Indonesia. Berdasarkan literatur sebelumnya dijumpai pada studi Sukiyono 2005 pada usahatani cabai merah di Rejang-Lebong Bengkulu, 53 Saptana 2011 pada usahatani cabai merah di Jawa Tengah, dan Sinaga 2011 pada usahatani tomat dan kentang di Sumatera Utara. Dalam penelitiannya Saptana 2011 menggunakan model fungsi produksi stochastic frontier yang memfokuskan pada pengaruh perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi terhadap alokasi input usahatani cabai merah besar dan cabai keriting. Dalam penelitian ini tidak semua variabel penyebab inefisiensi dimasukkan ke dalam model. Contohnya: akses ke dealerkios sarana produksi, irigasi, jumlah persil, tidak dimasukkan ke dalam model. Akses ke dealerkios sarana produksi tidak dimasukkan ke dalam model karena hampir semua petani mempunyai akses ke kiossarana produksi. Demikian halnya dengan akses ke pasar input tidak dimasukkan ke dalam model karena hampir 90 persen petani menjual ke pedagang pengumpul sehingga tidak dimungkinkan ada variasi data. Demikian halnya sistem penanaman konservasi dimasukkan ke dalam model efisiensi mewakili variabel lingkungan. Sementara itu, variabel kemiringan lahan dimasukkan ke dalam model fungsi produksi karena produktivitas usahatani kentang dan kubis dipengaruhi oleh kemiringan lahan dan dummy lokasi mewakili agroekologi.

2.8.1. Penelitian Pengukuran Kinerja Usahatani Berkelanjutan

Pendekatan untuk menilai usahatani berkelanjutan sangat banyak dan berbeda. Beberapa pendekatan antara lain: i laporan keuangan ii eco-effciency iii pendekatan indikator, iv analisis multi-kriteria, v analisis efisiensi vi life cycle analysis dan vii farm level modeling Van Passel et al, 2009. 1. Pendekatan Laporan Keuangan Penelitian dalam menilai keberlanjutan usahatani melalui pendekatan laporan keuangan telah dilakukan oleh Paccini et al. 2004 mengembangkan sebuah kerangka kerja yang menyeluruh dan terintegrasi antara ekonomi- lingkungan untuk mengevaluasi keberlanjutan usahatani dari tiga sistem pertanian di tingkat usahatani, site-level, dan kawasan. Mereka menemukan bahwa sistem organik yang ramah lingkungan lebih baik dari sistem konvensional. Namun tidak berarti sistem ini berlanjut, ketika dibandingkan dengan kapasitas dan resilience ekosistem tertentu. 2. Pendekatan Eco-efficiency 54 Dalam menelaah usahatani berkelanjutan melalui pendekatan eco- efficiency , sebuah definisi yang muncul dari konsep keberlanjutan adalah “sustainable development is an example of increasing eco-efficiency Lawn, 2006. Ukuran eco-efisiensi secara luas telah digunakan untuk mengukur keberlanjutan usahatani, salah satunya digunakan oleh OECD 1998. Eco- efficiency merujuk pada manajemen ekonomi yang lebih baik dengan tekanan lingkungan yang lebih kecil. Definisi Eco-efficiency adalah rasio dari nilai yang diciptakandihasilkan per unit dampak lingkungan Figge dan Hahn, 2005. Figge dan Hahn 2004 memperkenalkan sebuah konsep dari nilai keberlanjutan, sebuah pendekatan baru untuk mengukur keberlanjutan, berdasarkan pada penilaian dari nilai kapital ekonomi kapital. Studi tersebut dilakukan untuk meneliti hubungan antara nilai dan kapital, yang secara jelas relevan dalam konteks analisis keberlanjutan intergenerasi. Peneliti mengembangkan sebuah metode valuasi untuk menghitung biaya kapital berkelanjutan dan nilai keberlanjutan yang diciptakan dari perusahaan. Metode lainnya untuk mengembangkan analisis eco-efficiency adalah score keseimbangan keberlanjutan Figge et al, 2002. Aplikasi Eco-efficiency untuk pertanian digunakan oleh Meul et al. 2007. 3. Pendekatan Indikator Rigby et al. 2000 mengembangkan indikator keberlanjutan tingkat usahatani, berdasarkan pada pola penggunaan input untuk sampel 80 perusahaan organik dan 157 produsen konvensional di UK. Indikator ini diturunkan dari indikator yang digunakan oleh Taylor et al. 1993, dan Gomez et al. 1996. Meskipun fokus penelitian ini pada isu lingkungan, namun analisis mereka menyediakan beberapa konsep untuk mengukur keberlanjutan usahatani seperti pembobotan, presentasi, dan validasi. Nambiar 2008 dalam penelitiannya menggunakan ASI Agricultural Sustainability Index untuk mengukur pertanian berkelanjutan sebagai fungsi dari indikator biofisik, kimia, dan sosial ekonomi. Niyongabo 2004 melakukan penelitian yang bertujuan untuk melihat bagaimana petani di Gikongoro Rwanda dapat meningkatkan produktivitas tanaman pangan dengan mengaplikasikan prinsip pertanian berkelanjutan sustainable agriculture. Studi ini mengekspos