Produksi Potensial dan Kehilangan Produksi Usahatani Kentang

Gambar 12. Histogram dari TE, AE dan EE usahatani Kentang di Jawa Barat, 2011 Efisiensi ekonomi berkisar antara 15 – 85 persen, dengan rataan sebesar 38 persen. Berdasarkan hasil perhitungan EE terlihat bahwa sebanyak 96 persen petani mencapai efisiensi ekonomi pada kisaran 11 – 70 persen, dan hanya 4 persen petani mencapai efisiensi ekonomi di atas 70 persen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa petani yang mempunyai nilai efisiensi alokatif dan ekonomi kurang dari 70 persen cukup besar yaitu di atas 90 persen. Bravo, Ureta dan Pinheiro 1993 melakukan studi review pada tingkat usahatani dari 14 negara berkembang yang berbeda terdapat 30 studi frontier, menemukan tingkat efisiensi teknik berkisar antara 17 persen sampai 100 persen dengan rata-rata 72 persen. Selanjutnya dilaporkan efisiensi alokatif lebih rendah lagi yaitu antara 43 sampai 89 persen dengan rata-rata 68 persen. Efisiensi ekonomi berkisar antara 13-69 persen dengan rata-rata 43 persen. Catatan yang perlu digarisbawahi dari studi mereka adalah penelitian di negara berkembang lebih banyak terfokus pada efisiensi teknik dengan perhatian utama bagaimana mencapai produksi maksimum, belum melihat bagaimana dampak efisiensi alokatif dan ekonomi pada kinerja usahatani. Studi lainnya yang dilakukan Bravo-Ureta dan Pinheiro 1997 di Negara Dominika menemukan rata-rata TE,AE, dan EE adalah 77 persen, 41persen dan 31 persen. Kisaran tingkat TE 42-85 persen, AE 9.5 – 84 persen dan EE 5.3 – 62 persen. 20 40 60 80 100 120 140 ‐ 10 11 ‐ 2021 ‐ 30 31 ‐ 40 41 ‐ 50 51 ‐ 60 61 ‐ 70 71 ‐ 80 81 ‐ 90 91 ‐ 100 FREKUENSI INDEKS EFISIENSI TE AE EE Rendahnya efisiensi alokatif yang dicapai petani memungkinkan petani untuk mengoptimalkan kobinasi input yang dipakainya pada tingkat teknologi yang tersedia dan pada tingkat harga yang ada. Untuk itu perlunya petani meperoleh informasi pasar yang berkaitan dengan harga input dan harga output. Di daerah penelitian sebenarnya akses terhadap informasi pasar cukup baik, terbukti para petani telah dapat memanfaatkan teknologi komunikasi untuk berinteraksi dengan pedagang output maupun input, sehingga informasi harga relatif cepat diperoleh. Pada umumnya petani telah memperoleh informasi yang cukup baik terutama untuk informasi harga input seperti harga pupuk dan pestisida, yang berasal dari took kios sarana produksi. Informasi harga output diperoleh dari pedagang di pasar Cibitung dan Pasar Kramat Jati. Akibatnya pedagang pengumpul ataupun tengkulak kekuatannya kurang karena informasi sudah sampai ke petani. Efisiensi teknik dan alokatif menyediakan sebuah ukuran untuk mengukur efisensi ekonomi. Ukuran efisiensi teknik dan alokatif dapat memberikan gambaran tentang keberhasilan relatif suatu usahatani. Hal ini dapat dilihat melalui empat cara : 1 usahatani secara teknis dan alokatif efisien, 2 usahatani secara teknis efisien tetapi secara alokatif tidak efisien, 3 usahatani secara teknis tidak efisien tetapi secara alokatif efisien, dan 4 usahatani secara teknis dan alokatif tidak efisien Wadud, 1999. Seperti telah dibahas sebelumnya, rata-rata efisiensi alokatif untuk petani sampel adalah 47 persen dengan kisaran 19 – 99 persen. Efek kombinasi efisiensi teknik dan alokatif memperlihatkan bahwa efisiensi ekonomi mempunyai rata-rata 38 persen dengan kisaran 15 – 85 persen. Gambaran ini menunjukkan bila petani sampel mempunyai rata-rata EE 38 persen dan ingin mencapai efisiensi ekonomi maksimum maka petani dapat merealisasikannya dengan penghematan biaya sebesar 55.3 persen 1-3885 sedangkan pada petani yang tidak efisien 15 persen dan ingin mencapai EE maksimum mereka dapat menghemat biaya sebesar 82.3 persen 1-1585. Berdasarkan temuan di atas, efisiensi ekonomi masih dapat ditingkatkan, dan inefisiensi alokatif merupakan masalah yang serius dibandingkan dengan inefisiensi teknik karena rata-rata AE lebih kecil dari rata- rata TE. Hal ini menggambarkan kemampuan petani dalam mengkombinasikan