Keanggotaan dalam Kelompok Tani

penanaman sebelumnya. Di daerah penelitian petani mengolah lahan dengan cara mencangkulnya dengan kedalaman 30 cm. Kemudian dibuat garitan dengan jarak antar garitan 70-80 cm. Bedengan dibuat dengan panjang 6 - 7 m dan lebar 70 cm. Jarak antar bedengan dibuat seukuran dengan lebar cangkul lebih kurang 25 cm sampai 30 cm. Bedengan dibuat dengan tujuan untuk melindungi kerusakan akar tanaman kentang terhadap genangan air karena akar mudah busuk. Arah bedengan disesuaikan dengan topografi lahan. Pada lahan yang memiliki topografi datar, arah bedengan dapat ke segala arah diusahakan searah dengan saluran irigasi sedangkan lahan yang bertoporafi lereng, arah bedengan idealnya dibuat searah kontur memotong lereng. Lereng yang semakin curam akan meningkatkan kecepatan aliran permukaan sehingga kekuatan mengangkut dan erosi akan meningkat pula. Lereng yang semakin panjang akan menyebabkan volume air yang mengalir menjadi meningkat Dariah, 2005. Hampir 60 persen petani menggunakan teknik penanaman searah lereng. Berdasarkan hasil wawancara petani menerapkan sistem membuat guludan searah lereng karena kalau musim hujan mencegah genangan air, menghindari pembusukan akar tanaman, dan satu alasan lagi adalah sulit dalam pengerjaannya sehingga memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengolah lahan. Pupuk yang digunakan petani di Pangalengan, Kertasari, Pasirwangi, dan Cikajang adalah Urea, ZA, KCl, TSPSP-36, dan pupuk majemuk NPK. Dalam penelitian ini untuk estimasi fungsi produksi pupuk tidak didefinisikan dalam bentuk agregatnya namun dihitung dalam bentuk unsur hara utama yang dikandungnya yaitu N, P2O5, dan K2O. Kandungan tersebut dapat terlihat dari kemasan yang dibeli petani. Unsur hara N berasal dari pupuk Urea sebanyak 46 persen, dari NPK sebanyak 15 persen dan dari ZA sebanyak 21 persen. Unsur hara P berasal dari pupuk SP 36 sebesar 36 persen dan dari NPK 15 persen. Unsur hara K2O berasal dari NPK 15 dan KCl 60 persen. Baik pada budidaya kentang maupun kubis, pupuk yang digunakan adalah pupuk anorganik Urea, ZA, TSPKCl, NPK serta pupuk organik atau pupuk kandang. Penggunaan pupuk ini sangat bervariasi, pada tanaman kentang, rata- rata penggunaan pupuk Urea + ZA sebesar 580 kgha, TSP 461 kgha, NPK 710 kgha, dan KCl 112 kgha. Sementara itu penggunaan pupuk pada kubis adalah : Urea + ZA 536.5 kgha, TSP 280 kgha, NPK 648 kgha, dan KCl 261 kgha. Petani kentang hampir 84 persen menggunakan pupuk majemuk, selebihnya pupuk tunggal, sedangkan pada petani kubis hanya 78 persen yang menggunakan pupuk majemuk NPK. Pupuk organik pupuk kandang berfungsi untuk mengikat air tanah yang lebih besar sehingga pupuk yang terlarut masih ada. Pupuk kandang dapat meningkatkan agregasi tanah, pori-pori tanah dan air tanah. Semua petani kentang dan kubis menggunakan pupuk kandang dalam usahataninya. Pupuk kandang berasal dari kotoran sapi, domba, atau ayam. Rata-rata penggunaan pupuk kandang adalah 18.9 tonha untuk kentang dan 12.7 ton untuk kubis. Para petani di daerah penelitian mendapatkan pupuk kandang pada umumnya dari luar kota, seperti dari Sukabumi dan Tangerang. Yang perlu dicermati adalah kontinuitas ketersediaan pupuk ini sehubungan dengan tingginya penggunaan. Barangkali perlu difikirkan bagaimana supaya ketersediaan ini terus berlanjut. Berbagai faktor yang mempengaruhi penggunaan pupuk antara lain: petani masih belum memahami kebutuhan pupuk maupun berbagai jenis hara makro baik hara makro maupun mikro dan kegunaan masing-masing unsur hara tersebut untuk pertumbuhan tanaman, sehingga pemakaian pupuk ini berlebihan. Faktor kebiasaan juga menjadi penyebab penggunaan pupuk yang berlebihan. Di lain pihak ada petani yang menggunakan pupuk di bawah anjuran, karena keterbatasan modal, petani tidak bisa membeli pupuk karena pupuk relatif mahal. Sehingga tidak mampu membeli pupuk sesuai dengan kebutuhan tanaman. Pada umumnya petani menggunakan pestisida untuk mencegah terjadinya serangan hama dan penyakit. Petani kentang dan kubis menggunakan merek pestisida fungisida padatcair, herbisida padatcair dan insektisida padacair. Berdasarkan wawancara dengan petani dan pedagang sarana produksi, lebih dari 30 merek pestisida yang beredar di masyarakat. Fungisida adalah zat kimia yang digunakan untuk mengendalikan cendawan. Jenis fungisida yang biasa digunakan para petani yaitu: sistemik misalnya Aminil, Antracol, Acrobat, Revus, dan Thrivicur, serta kontak misalnya Amcozeb. Insektisida adalah zat kimia yang digunakan untuk membunuh serangga pengganggu. Jenis insektisida antara lain: Winder, Ramvage, Alika, dan Prevathon. Berdasarkan jumlah penggunaan pestisida maka dalam penelitian ini jumlah pestisida yang digunakan disetarakan dengan jumlah merek pestisida yang paling banyak digunakan oleh petani. Untuk tanaman kentang pestisida yang paling banyak adalah Daconil, sehingga penggunaannya disetarakan dengan Daconil konversi ke fungisida Daconil untuk kentang, dan setara Demolish untuk kubis konversi ke fungisida Demolish. Pada umumnya petani menyemprot 2 -3 kali dalam seminggu pada saat musim hujan,dan menyemprot 4- 5 hari sekali pada saat musim kemarau. Secara rata-rata penyemprotan berkisar antara 4 – 20 kali. Namun banyak petani yang menyatakan mereka menyemprot ada atau tidak ada serangan sehingga penggunaan pestisida menjadi berlebihan. Berdasarkan hasil wawancara petani kentang lebih intensif dalam mengendalikan OPT. Hampir 90 persen petani menyatakan bahwa penyemprotan dengan frekuensi tinggi dilakukan untuk antisipasi atau pencegahan sebelum hama nmenyerang sebab kalau sudah terserang sulit dihindari, alasan lainnya adalah menghindari gagal panen. Hasil wawancara dengan para petani ditemukan bahwa sebagian besar petani menggunakan dosis yang berlebihan dan frekuensi aplikasi yang terlalu sering bahkan sebelum hamapenyakit menyerang. Perilaku ini tentu saja merupakan suatu pemborosan karena bertambahnya biaya selain biaya pestisida juga biaya tenaga kerja untuk menyemprot. Penggunaan pestisida yang berlebihan ini akan menyebabkan residu pestisida. Sebagian besar petani menyatakan tanaman kentangnya pernah terkena serangan hama penyakit, yang sering menyerang adalah hama ulat grayak, hama kutu daun, dan hama ulat tanah serta hama trip. Penyakit yang sering menyerang tanaman kentang adalah penyakit busuk daun, layu bakteri, dan bercak kering. Hal ini menyebabkan para petani menyemprot tanaman kentangnya ada atau tidak ada serangan. Hal ini pula yang menyebabkan petani jarang menanam kentang searah kontur, karena mereka beranggapan penanaman searah kontur dapat dapat menyebabkan air hujan tertahan sehingga menyebabkan serangan penyakit. Aryad 2000 menyatakan bahwa penanaman searah kontur dapat menghambat