Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 57 tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah DasarMadrasah Ibtidaiyah dalam pasal 11 ayat 2 tertulis bahwa : “Pembelajaran tematik-terpadu merupakan muatan pembelajaran dalam mata pelajaran Sekolah DasarMadrasah Ibtidaiyah yang diorganisasikan ke dalam tema-tema .” Pemberlakuan Kurikulum 2013 saat ini membuat implementasi pembelajaran disekolah berubah menjadi terpadu, tidak seperti kurikulum yang sebelumnya yaitu Kurikulum Tingat Satuan Pendidikan KTSP dimana kurikulum tersebut mengemas pembelajaran dengan menyajikan materi pelajaran secara terpisah. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 6 ayat 1 dijelaskan bahwa : Kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: 1 kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; 2 kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; 3 kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; 4 kelompok mata pelajaran estetika; 5 kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan. Masing-masing kelompok mata pelajaran dilaksanakan melalui kegiatan pembelajaran. Kelompok mata pelajaran diuraikan kedalam beberapa mata pelajaran contohnya kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam pasal 7 ayat 3 tertulis bahwa: Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SDMISDLB Paket A, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan danatau 2 kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilankejuruan, dan muatan lokal yang relevan. Hal tersebut menunjukkan bahwa materi pelajaran yang diberikan kepada siswa dilaksanakan secara terpisah sesuai dengan mata pelajarannya masing- masing. Berbeda dengan Kurikulum 2013 yang mengemas pembelajaran secara terpadu. Kurikulum tersebut memadukan antara mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran yang lain. Dalam suatu pembelajaran bisa terdiri dari tiga sampai empat mata pelajaran yang tentunya materi tersebut saling bekaitan. Oleh karena itu, pembelajaran tersebut tidak terlihat ke dalam mata pelajaran-mata pelajaran yang berdiri sendiri namun akan terlihat seperti suatu pokok bahasan yang mengangkat sebuah tema atau permaslahan. Sejalan dengan pendapat Majid 2014: 9 yang menyatakan bahwa dalam pembalajaran tematik-terpadu pemisah antar mata pelajaran tidak begitu jelas, fokus pembelajaran lebih kearah tema-tema yang berkaitan dengan kehidupan siswa. Pemberlakuan kurikulum 2013 menggunakan pembelajaran tematik-terpadu dan pendekatan saintifik yang menekankan pada aktivitas siswa. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah dijelaskan: Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. Pembelajaran tersebut menuntut siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran yang dilaksanakan, karena dalam hal ini siswa bukan lagi menjadi objek namun subyek 3 dalam pembelajaran. Hal tersebut dilakukan untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan agar ketiga aspek dapat berkembang secara seimbang. Pembelajaran tematik-terpadu menekankan pembelajaran yang berbasis pemecahan masalah dan siswa didorong untuk menghasilkan suatu karya, hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah yang berbunyi : Untuk memperkuat pendekatan ilmiah scientific, tematik terpadu tematik antar matapelajaran, dan tematik dalam suatu mata pelajaran perlu diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapanpenelitian discoveryinquiry learning. Untuk mendorong kemampuan siswa untuk menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun kelompok maka sangat disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah project based learning. Adapun sasaran dalam pembelajaran tersebut menggunakan pendekatan belajar yang dipilih berbasis pada teori tentang taksonomi tujuan pendidikan yaitu mencakup pengembangan aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam mengambangkan ketiga aspek tersebut, setiap aspeknya memliki proses yang berbeda, hal tersebut telah dijabarkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah yaitu: Sikap diperoleh melalui aktivitas “menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan”. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas “mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, mencipta”. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas “mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaj i, dan mencipta”. 4 Proses pembelajaran yang dilaksanakan, diharapkan mampu mengembangkan ketiga aspek tersebut. Pengembangan ketiga aspek harus secara utuh, tidak dapat dipisahkan antara aspek yang satu dengan aspek yang lain. Mengingat bahwa pembelajaran pada Kurikulum 2013 ini tidak hanya menekankan pada aspek pengetahuan saja namun juga aspek sikap dan keterampilan sehingga ketiga aspek tersebut dapat berkembang secara seimbang. Pendapat tersebut dikuatkan dengan pernyataan Saefuddin Berdiati 2014: 43 bahwa pembelajaran saintifik tidak memandang hasil belajar sebagai proses akhir, akan tetapi proses dalam pembelajaranlah yang sangat penting. Maka dari itu, pembelajaran saintifik menekankan pada keterampilan proses. Kenyataan selama ini, pada kurikulum yang sebelumnya hanya menekankan aktivitas belajar siswa dalam aspek pengetahuan saja. Sebenarnya out put yang dibutuhkan tidak hanya siswa yang cerdas dalam pengetahuannya saja, melainkan juga cerdas dalam bersikap dan bertindak. Hal tersebut sangat dibutuhkan untuk bekal dalam mengimplementasikan dikehidupan yang sesungguhnya. Pendektan saintifik yang digunakan dalam pembelajaran tematik-terpadu merupakan bagian dari keterampilan proses yang dilatihkan pada siswa melalui pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam IPA. Pendekatan saintifik atau pendekatan berbasis keilmuan diadopsi dari keterampilan proses, sejalan dengan pendapat Alfred De Vito Saefuddin Berdiati, 2014: 43 menyatakan bahwa pembelajaran saintifik diadopsi dari langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah. Pembelajaran tersebut memungkinkan siswa 5 mengembangkan kecakapan berfikir sains, mengembangkan “sense of inquiry” dan kemampuan berfikir kreatif. Didalam IPA terdapat keterampilan yang dikembangkan dalam proses pembelajaran yaitu keterampilan proses IPA. Rezba 2006: 4-5 menjelaskan bahwa keterampilan proses IPA dasar antara lain, mengamati, mengkomunikasikan, mengklasifikasi, mengukur, memprediksi, dan menyimpulkan. Keterampilan- keterampilan tersebut paling dominan dapat dimunculkan hanya pada pembelajaran IPA, karena dalam pembelajaran IPA lebih sering melakukan aktivitas nyata atau praktek untuk mencari bukti di lapangan. Keterampilan proses IPA dasar terdapat enam macam keterampilan. Dalam proses pembelajaran, keterampilan tersebut secara otomatis muncul semua terutama dalam proses pembelajaran IPA. Sapriati 2009: 4.1 menjelaskan bahwa keterampilan proses IPA adalah salah satu pendekatan, yang menekankan pada fakta dan pendekatan konsep yang digunakan dalam pembelajaran IPA. Keterampilan proses IPA dasar perlu dilatihkan kepada siswa sekolah dasar yang perkembangan kognitifnya baru mulai pada tahap operasional konkret dimana tahap itu siswa mulai dapat berpikir secara logis. Piaget Izzaty, 2013: 104 menjelaskan bahwa masa kanak-kanak akhir pada usia 7-12 tahun berada pada tahap operasional konkret, dimana siswa mampu memecahkan masalah yang bersifat konkret. Maka dari itu, siswa baru bisa memecahkan masalah terhadap hal yang konkret, yaitu sesuatu yang memiliki wujud misalnya saja benda-benda yang dapat dilihat dan dipegang. Untuk berfikir yang abstrak siswa sekolah dasar masih kesulitan. Sejalan dengan pendapat Izzaty 2013: 155 yang menyatakan meskipun 6 siswa sudah mampu berpikir logis tetapi cara berfikirnya masih berorientasi pada kekinian, siswa dapat berfikir abstrak baru pada masa remaja. Fase operasional konkret menunjukkan adanya sikap keingintahuannya yang cukup tinggi. Untuk mengenali lingkungannya terlebih kaitannya dengan tujuan pendidikan IPA, maka siswa sekolah dasar harus diberikan pengalaman serta kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berfikir dan bersikap terhadap alam, sehingga dapat mengetahui rahasia dan gejala-gejala alam Susanto, 2013: 170. Siswa perlu dilatihkan keterampilan proses IPA dasar disesuaikan dengan tahap perkembangannya. Mengingat keterampilan proses IPA dasar merupakan dasar yang harus dikuasai siswa sebelum menguasai keterampilan proses IPA lanjutan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Bundu 2006: 19 yang menjelaskan bahwa untuk tingkat sekolah dasar difokuskan pada keterampilan proses IPA dasar. Keterampilan proses IPA dasar berguna untuk belajar memahami lingkungannya, terlebih siswa sekolah dasar yang menunjukan keingintahuannya yang tinggi mampu mengembangkan kemampuan berfikir dan bersikap terhadap lingkungannya. Dengan keterampilan proses IPA dasar, siswa akan terlatih mencari dan menemukan permasalahan serta pemecahannya yang nantinya dapat diimplementasikan dalam kehidupan. Selain itu, keterampilan proses IPA perlu dilatihkan karena memiliki kelebihan mengingat pentingnya untuk dikembangkan dalam pembelajaraan menurut Trianto 2010:148 antara lain : 1 membantu siswa dalam mengembangkan pikirannya; 2 memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan; 3 meningkatkan daya ingat; 4 memberikan kepuasan 7 instrinsik bila anak telah berhasil melakukan sesuatu; 5 membantu siswa mempelajari konsep-konsep sains. Berdasarkan uraian diatas, peneliti melakukan pengamatan di salah satu Sekolah Dasar yang sudah mengimplementasikan Kurikulum 2013 dan menerapakan proses pembelajaran tematik-terpadu yaitu SD Negeri Percobaan 4 Wates, Kulon Progo. SD Negeri Percobaan 4 Wates mulai menerapkan pembelajaran tematik-terpadu sejak diberlakukannya Kurikulum 2013. Hampir 3 tahun SD Negeri Percobaan 4 Wates menggunakan Kurikulum 2013 terhitung sejak diberlakukan kurikulum tersebut pada tahun 2013. SD Negeri Percobaan 4 Wates merupakan salah satu sekolah favorit di Wates yang memiliki Akreditasi A. Dari segi prestasi, SD Negeri Percobaan 4 Wates sering meraih kejuaraan setiap kali mengikuti perlombaan baik dalam bidang akademik maupun non-akademik. Dari segi fasilitas, SD Negeri Percobaan 4 Wates memiliki fasilitas yang cukup memadai untuk membantu proses pembelajaran. Alat-alat peraga ataupun media pembelajaran sudah tersedia disuatu ruangan tersendiri dan ada pula yang tersedia didalam kelas. Setiap pembelajaran guru sering menggunakan media atau alat peraga untuk membantu mempermudah dalam menyampaikan materi. Terkadang siswa juga diminta untuk membawa sendiri alat atau media yang dirasa mudah untuk siswa dapatkan. Peneliti juga mengamati proses pembelajaran di kelas IV B yang dilakukan pada bulan November 2016. Secara keseluruhan pembelajarannya berlangsung cukup baik. Hal tersebut terlihat ketika belajar Tema Pahlawanku Sub Tema Perjuangan Para Pahlawanku Pembelajaran Satu khususnya pada materi IPA yaitu 8 sifat-sifat cahaya. Guru sudah melibatkan siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran. Namun, guru baru mengajarkan keterampilan mengamati, menyimpulkan, dan mengkomunkasikan. Keterampilan mengamati diatihkan dengan melakukan percobaan menggunakan alat dan bahan yang sudah dipersiapkan di kelompoknya masing-masing. Setelah proses mengamati, siswa diminta untuk menuliskan hasil percobaan berdasarkan pertanyaan yang ada dibuku siswa karena guru belum menggunakan LKS. Siswa juga dilatih untuk menyimpulkan hasil dari apa yang telah diamati. Dalam membuat kesimpulan, siswa masih memerlukan bimbingan berupa pertanyaan pancingan terkait percobaan yang telah dilakukan. Selanjutnya, siswa dilatih untuk mengkomunikasikan hasil dari percobaan yang telah dilakukan dengan membuat laporan sederhana kemudian mendiskusikan secara bersama untuk menyamakan persepsi. Saat diskusi bersama terutama saat diminta untuk menjelaskan secara lisan sebagian besar siswa masih kurang merespon dengan baik. Hal tersebut membuat guru harus menunjuk siswa agar siswa berani menyampaikan hasil percobaan atau pendapatnya secara lisan. Saat dikonfirmasi melalui wawancara, guru belum bisa melatihkan semua keterampilan proses IPA dasar dikarenakan masih terkendala oleh materi yang tidak semua materi dapat digunakan untuk melatihkannya. Guru juga belum melakukan pengembangan dalam melatihkan keterampilan proses IPA dasar siswa karena guru hanya berpedoman pada buku guru dan siswa. Peneliti memilih SD Negeri Percobaan 4 Wates sebagai objek penelitian dikarenakan, sekolah tersebut merupakan sekolah yang sudah menggunakan kurikulum 2013 dan mengimplementasikan pembelajaran tematik-terpadu. Dalam 9 pembelajarannya menggunakan pendekatan yang menekankan pada aktivitas siswa untuk mencari atau menemukan permasalahan serta pemecahannya. Dalam pelaksanaannya, guru didukung dengan fasilitas baik alat maupun media pembelajaran yang dapat membantu mempermudah dalam menyampaikan materi pelajaran. Terlebih pada pembelajaran IPA, dalam melatihkan keterampilan proses IPA guru juga memanfaatkan alat dan media pembelajaran sehingga terlaksana pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa. Sejalan dengan pembelajaran yang dilaksanakan yaitu menggunakan pendekatan keterampilan proses. Hal tersebut memungkinkan siswa sudah terbiasa mengembangkan keterampilan proses yang dilatihkan oleh guru. Oleh karena itu peneliti ingin menganalisis keterampilan proses IPA dasar siswa pada pembelajaran tematik-terpadu. Penulis mengangkat judul “Analisis Keterampilan Proses IPA Dasar dalam Pembelajaran Tematik- Terpadu Pada Siswa Kelas IV B di SD Negeri Percobaan 4 Wates, Kecamatan Wates, Kabupaten Kulon Progo”.

B. Identifikasi Masalah