48
E. Metode Pendidikan Paulo Freire
Berbicara mengenai kehidupan manusia, berarti menanyakan keberadaanya, bagaimana dan mengapa ia dapat menjalani kehidupan.
Manusia hidup selalu berhadapan dengan persoalan hidup dan kehidupan di dunia ini, tentu saja akan behadapan dengan beragam masalah, baik itu
permasalahan dalam dunia pendidikan, ekonomi, politik atau permasalahan kebudayaan sehari-hari. Untuk itu, pengintegrasian realitas sosial dalam
pendidikan merupakan salah satu upaya dalam membebaskan diri dari masalah-masalah Firdaus M.Yunus, 2004: 42. Freire menekankan dua
metode dalam penyadaran manusia di pendidikan yaitu sebagai berikut:
1. Metode Hadap Masalah
Pendidikan hadap masalah adalah metode pendidikan yang menjawab panggilan manusia untuk menjadi subjek, di mana muatan
pendidikan harus dapat disesuaikan dengan permasalahan-permasalahan yang muncul Firdaus M.Yunus, 2004: 43. Artinya, metode hadap
masalah ini menekankan dialog pendidik kepada peserta didik dengan berbasis permasalahan kehidupan. Permasalahan ini dapat muncul dari
pengalaman-pengalaman pendidik maupun peserta didik. Keduanya dapat saling belajar untuk memecahkan masalah kehidupan.
Peran pendidik adalah memaparkan masalah tentang situasi eksistensial yang telah dikodifikasi untuk membantu peserta didik agar
memiliki pandangan yang lebih kritis terhadap realitas. Objek realitas tersebut dapat diperoleh dari pengalaman peserta didik mengeni konteks
49 sehari-hari, sehingga mudah dipahami. Dalam hal ini tanggung jawab
pendidik yang menempatkan diri sebagai teman dialog peserta didik lebih besar, daripada guru yang hanya memindahkan informasi yang harus
diingat oleh peserta didik Freire, 2002 : 103. Bagi Freire 2013: xxi,
” problem posing education atau yang disebut dengan pendidikan hadap masalah memungkinan proses
konsientisasi conscientizacao. Dialog merupakan unsur yang sangat penting dalam pendidikan. Dalan konsientisasi, guru dan murid bersama-
sama menjadi subjek dan disatukan oleh objek yang sama. Guru dan murid secara serempak menjadi murid dan guru. Guru menjadi rekan murid yang
melibatkan diri dan merangsang daya pemikiran kritis para murid. Dengan demikian, kedua belah pihak bersama-sama mengembangkan kemampuan
untuk mengerti secara kritis dirinya sendiri dan dunia tempat mereka berada. Mereka akan melihat bahwa dunia bukan merupakan realitas yang
statis, melainkan suatu proses menjadi. Sistem pendidikan tersebut dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut:
50 dunia, pengetahuan, situasi, problem
objek subjek
bersama-sama guru
murid subjek
objek refleksi, dialog, observasi
tantangan perubahan
Sumber:Paulo Freire, 2013: xxi Gambar 1.
Pendidikan Hadap Masalah Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa metode hadap
masalah merupakan metode pendidikan yang menjawab panggilan manusia untuk menjadi subjek, dalam pemecahan masalah kehidupan.
dalam pendidikan hadap masalah, dialog merupakan unsur yang sangat penting. Guru dan murid bersama-sama menjadi subjek dan disatukan oleh
objek yang sama. Guru menjadi rekan murid yang melibatkan diri dan merangsang daya pemikiran kritis para murid. Dengan metode pendidikan
hadap masalah, dapat menumbuhkan interaksi manusia dengan dunianya, karena tugas pendidikan hadap masalah adalah menyadarkan manusia
bahwa ia menjadi bagian dari realitas tersebut untuk melakukan perubahan.
51
2. Metode Dialogis
Dengan adanya pendidikan tradisional yang masih menggunakan sistem “Gaya Bank“ yang memutlakkan pendidikan sebagai bentuk
penindasan pendidik terhadap peserta didik, Freire memecahkan kontradiksi yang terjadi tersebut dengan metode dialog. Di mana pendidik
dan peserta didik harus berdialog dalam memecahkan segala persoalan, bukan membuat jarak antara pendidik dengan peserta didik yang berupaya
untuk penindasan secara lebar. Oleh karena itu, satu-satunya alat paling efektif dalam sebuah pendidikan pemanusiaan adalah adanya hubungan
timbal balik permanen berbentuk dialog. Dengan demikian, segala persoalan terpecahkan menjadi lebih jelas dan terbuka Firdaus M. Yunus,
2004: 45-46. Dialog merupakan metode yang tepat untuk mendapatkan
pengetahuan, subjek harus memakai pendekatan ilmiah dalam berdialektika dengan dunia sehingga dapat menjelaskan realitas secara
benar. Sesungguhnya mengetahui itu tidak sama dengan mengingat. Mengetahui merupakan proses berdialektika dan tidak terpisah dengan aksi
refleksi manusia, sedangkan mengingat hanyalah sekedar menerima dari informan dan mungkin saja akan terlupakan makna yang terkandung
Freire, 2002: 105. Freire
menegaskan bahwa
dialog merupakan
hal yang
esensial pada proses penyadaran. Manusia hidup tanpa dialog, kesadaran individu sulit dibangun. Hal ini dikarenakan dialog dapat membawa
52 seseorang untuk memaknai dunia, dan mendorong transformasi sosial serta
pembebasan. Freire tanpa malu-malu memegang teguh nilai-nilai seperti cinta sebagai esensi dari dialog yaitu:
Jika aku tidak mencintai dunia, jika aku tidak mencintai hidup, jika aku tidak mencintai manusia, aku tidak dapat terlibat dalam dialog.
Menurut Freire, dialog mengandung arti bersikap kritis tentang rasio d’etre sebab mengapa ada objek-objek dan subjek-subjek dialog.
Dengan demikian dialog harus berjalan bebas, efektif, dan harapan Firdaus M. Yunus, 2004: 47.
Inilah sebabnya mengapa dialog sebagai bagian fundamental dari
struktur pengetahuan harus selalu terbuka. Kelas bukanlah kelas dalam arti tradisional, melainkan tempat pertemuan dimana pengetahuan dicari
bersama. Pendidik harus dapat menempatkan perannya sebagai teman, fasilitator dan penengah dalam meluruskan pengetahuan, serta tidak
mengesampingkan nilai-nilai demokratis untuk membangun daya kreativitas anak. Pendidik tidak boleh melembagakan keterangan-
keterangan hafalan, mekanistis, karena bila seseorang terdidik mengajukan pertanyaan, para pendidik haruslah menyusun kembali seluruh usaha
kognitif sebelumnya Paulo Freire, 1969: 118. Tugas pendidik adalah mengetengahkan isi pelajaran, bukannya
mengulasnya sendiri, memberikannya kepada terdidik, seakan-akan isi pelajaran itu sesuatu yang siap, jadi, lengkap dan selesai. Dalam
mengetengahkan masalah kepada para terdidik, pendidik juga ikut merasakan masalah yang dihadapi. Pendidik berlaku sebagai pengamat dan
membiarkan para terdidik menangkap sendiri, menganalisa dan kemudian memahami problem tersebut. Pendidik harus dapat menghargai setiap