Hasil Penelitian HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

78 Kemudian pak AB beserta 12 orang tua peserta didik tersebut mendirikan komunitas belajar yang murah di desanya. Pendirian Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah KBQT ini tak dapat dipisahkan oleh Serikat Paguyuban Petani-Qaryah Thayyibah SPP- QT yang menaunginya sebagai produk gagasan pendidikan. Serikat Paguyuban Petani-Qaryah Thayyibah SPP-QT merupakan lembaga masyarakat yang berprinsip sebagai organisasi Civil Society yang beranggotakan para petani. Pak AB beranggapan bahwa suatu desa yang indah akan menjadi maju ketika ia mampu menjadi desa yang berdikari, berdaya dan berdaulat. Seperti yang dikatakan beliau pada saat diwawancarai peneliti Pada tahun 1999 berdiri Serikat Paguyuban Petani QT SPP-QT. Serikat Paguyuban Petani SPP-QT itu organisasi berprinsip civil society berbasis petani yang membernya itu paguyuban petani. Paguyuban petani itu CSO Civil Society Organisation petani level desa. Lalu kalau berbicara indikator desa yang berdaya, mesti ada lembaga pendidikan yang berada di desa. Terus kita menginisiasi komunitas belajar ini mestinya untuk melengkapi gerakan pemberdayaan di desa. Nanti dipayungi oleh paguyuban petani. Jadi, komunitas belajar ini dibawah paguyuban petani. Makanya namanya Qaryah Thayyibah QT artinya adalah desa yang indah. WWC.AB25.04.2016. Seiring berjalannya waktu, pada tahun 2003 akhirnya didirikan Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah KBQT dengan pendekatan pada Community Based Education CBE, sehingga penamaannya komunitas. Pada awal tahun, komunitas ini menjadi Pendidikan Alternatif-Qaryah Thayyibah PA-QT yang menginduk di sekolah formal, sehingga kurikulumnya sama secara nasional. 79 Pada waktu itu, Qaryah Thayyibah QT belum memiliki gedung. Konsep pendidikan yang ditekankan di Qaryah Thayyibah QT adalah berbasis kebutuhan, dan warga belajar menggunakan alam sebagai media pembelajarannya. Warga belajar dari rumah ke rumah warga belajar secara bergantian sebagai tempat belajar bersama. Mereka belajar langsung praktik di lapangan, misalnya belajar geografi mengenai resapan air, para warga belajar datang ke rumah salah satu rumah warga untuk mempelajarinya, namun melihat perkembangannya kegiatan ini tidak menjadi efektif dan kodusif. Pembelajaran dipusatkan di sekitar rumah pendiri Qaryah Thayyibah. Seiring perkembangannya komunitas ini memisahkan diri dari sekolah formal. Qaryah Thayyibah QT memisahkan diri dari sekolah formal karena banyaknya tuntutan yang harus dipenuhi dalam pembelajaran di sekolah. Selain itu, warga belajar Qaryah Thayyibah juga beranggapan bahwa di sekolah formal mindset anak semua sama, yaitu bersaing untuk mendapatkan nilai. Seperti yang dinyatakan oleh PD1 salah satu pendamping QT dan alumni angkatan pertama QT sewaktu diwawancarai peneliti mengatakan bahwa, “dulu kita masih nginduk di sekolah formal, jadi kurikulum sama nasional. Terus kita mikir kenapa kita harus kejar- kejaran nilai? Saingan nilai? Pada akhirnya dirombak.” WWCPD128.04.2016. Berangsur-angsur pada tahun 2007 Qaryah Thayyibah menjadi lembaga Pendidikan Kesetaraan setara dengan tingkat SMP-SMA atau 80 setara dengan program paket A dan paket B. Lambat laun pak AB memiliki idealisme pemikiran bahwa anak harus diberikan kebebasan dalam belajar, sehingga tidak ada penekanan terhadap anak untuk berkembang. Kemudian, komunitas belajar ini menekankan kemerdekaan anak dalam belajar dan mengembalikan fitrahnya sebagai manusia. Basis pembelajarannya adalah kreativitas pencarian jati diri dan pendidikan kritis. Seiring berjalannya waktu, perkembangan Qaryah Thayyibah semakin melesat dan dikenal oleh masyarakat luas. Bahkan komunitas belajar ini banyak mengundang perhatian dari masyarakat dan media untuk mendatangi dan meliput konsep pembelajaran yang dijalankan di Qaryah Thayyibah, misalnya dari program televisi Kick Andy, Trans7, TVRI, dan lain sebagainya. Hasil proses pembelajarannya pun semakin meningkat karena banyak menghasilkan prestasi baik dari warga belajar maupun Qaryah Thayyibah sendiri terlampir. Proses perkembangan pembelajaran yang dijalankan di Qaryah Thayyibah berangsur-angsur mengalami perubahan, namun prinsipnya sama. Perubahan terjadi karena memang generasi penerus yang berbeda dan semua harus dikembalikan pada pemilik jaman. Seperti yang dinyatakan oleh pak AB ketika diwawancarai peneliti sebagai berikut: proses pembelajaran dari dulu sampai sekarang rincinya sama karena prinsip-prinsipnya sama. Menjadi beda karena disepakati anak sehingga ada perubahan. Ya karena berprinsip, berpusat pada anak Student Learning Center. Konsekuensinya akan terus berubah karna akan menjadi dinamis. Dan tidak berbeda, orang itu akan selalu berpikir. Kreativitasnya semakin meningkat karena 81 sudah kaya dengan tinggalan masa lalu dan ada yang dikejar. WWCAB25.04.2016. 3. Visi dan Misi Qaryah Thayyibah Setiap pendirian suatu lembaga pendidikan akan dimulai dari pembuatan Visi dan Misi yang jelas, sebagai tolok ukur keberhasilan dari tujuan yang diharapkan. Berdasarkan dokumen yang ada di Qaryah Thayyibah, terdapat Visi dan Misi dari Qaryah Thayyibah sebagai berikut : Visi a. Terwujudnya PKBM Qaryah Thayyibah yang mandiri, dan berbasis lokal yang mengutamakan pendidikan budi pekerti, keterampilan yang bermutu berkeadilan dan berkeadaban. b. Menjadi wadah sekaligus teman bagi seluruh warga belajar agar berani memilih untuk menjadi orang yang berani, jujur, kritis, progresif, mandiri, adil, berdaya, berpikir merdeka, toleran, mau bekerja keras, dan berpihak pada kaum terpinggirkan. Misi a. Melakukan gerakan menuju terwujudnya masyarakat yang kondusif bagi terwujudnya warga yang berkeadaban mulia. b. Memperjuangkan adanya waktu dan kesempatan bagi seluruh warga belajar untuk berpikir merdeka dan berkeadilan sehingga setiap manusia berkesempatan untuk berkembang sesuai dengan potensi dan bakat yang bisa diasah dan dikembangkan menurut kebutuhannya. 82 c. Memperjuangkan adanya keadilan dan kesetaraan bagi seluruh warga belajar untuk melakukan perencanaan, aksi, evaluasi, refleksi dan penetapan target dengan jujur dan tanpa tekanan dari siapapun dalam rangka menyiapkan masa depan mereka. 4. Struktur Organisasi Pada dasarnya untuk mempermudah pembagian tugas dan tanggungjawab dalam suatu organisasi, perlu dilengkapi dengan struktur organisasi yang jelas. Hal ini bertujuan untuk mempermudah dan memperlancar jalannya suatu organisasi, namun di Qaryah Thayyibah ini tidak menggunakan struktur organisasi secara tertulis sistematis dan terstruktur. Berdasarkan wawancara dengan pendiri Qaryah Thayyibah, struktur organisasi di lembaga ini dapat dituliskan yaitu, Ketua Pengelola, Pengelola, Administrasi, dan Pendamping. Meskipun tidak ada struktur organisasi secara tertulis, namun semua kegiatan bisa dilakukan bersama karena memang sifatnya fleksibel. 5. Profil Pendiri Qaryah Thayyibah Tidak seperti halnya di sekolah lain, jika terdapat sebutan kepala sekolah untuk bagian jabatan tingkat atas, maka di Qaryah Thayyibah tidak ditemukan panggilan tersebut. Panggilan untuk jabatan tertinggi di lembaga ini adalah ketua pembinapengelola atau kepala suku. Pemberian nama tersebut hanya untuk mempererat hubungan keluarga, karena 83 memang lembaga ini bukan lembaga formal yang harus ada aturan tersistematis. Qaryah Thayyibah dipimpin oleh seorang pria berusia 51 tahun. Ia merupakan seorang yang sangat sederhana dan apa adanya. Jika dilihat dari tampilannya, maka ia tidak terlihat seperti seorang pemimpin di lembaga ini. Dengan gaya yang sederhana, rambut terikat di belakang dan gaya bicara yang halus, membuat orang tertarik untuk mengajak diskusi mengenai pendidikan. Warga belajar biasa memanggilnya dengan sebutan kepala suku ini merupakan seorang pendiri Qaryah Thayyibah. Ia merupakan salah satu alumni IAIN Salatiga yang mengambil jurusan Pendidikan Guru Agama, dan merupakan mahasiswa yang aktif berorganisasi di kampus kala itu. Namun, setelah lulus ia tidak melanjutkan untuk menjadi pekerja buruh, ia aktif di berbagai kegiatan sosial salah satunya ialah LSM di daerahnya. Ia beserta masyarakat yang lain bekerjasama untuk mengembangkan LSM yang ada di desanya, yang kemudian melahirkan komunitas belajar yang saat ini beralih menjadi lembaga Pendidikan Non Formal yang diberi nama lembaga pendidikan kesetaraan Qaryah Thayyibah. Separuh usia Pak AB ini ia gunakan untuk kegiatan sosial dan mengembangkan Pendidikan Kesetaraan Qaryah Thayyibah. Selain itu, ia juga semangat untuk menjadi pegiat sosial dalam dunia pendidikan. Ia sering menjadi pembicara dalam kegiatan seminar nasional maupun kegiatan lainnya. 84 Pak AB merupakan sosok yang ramah dan memiliki pemikiran- pemikiran yang tajam terhadap dunia pendidikan. Salah satu tokoh pendidikan yang ia kagumi adalah Paulo Freire. Ia tertarik terhadap tokoh itu semenjak ia membaca buku Paulo Freire ketika masih di perguruan tinggi. Tak heran jika pemikiran-pemikirannya dipengaruhi oleh Freire. Konsep pendidikan yang dianut di Qaryah Thayyibah pun mengambil dari perspektif Paulo Freire, karena ia melihat kondisi-kondisi pendidikan sekarang yang harus direkonstruksi. 6. Profil Pendamping di Qaryah Thayyibah Jika di sekolah formal orang yang memberikan pendidikan disebut guru, maka di Qaryah Thayyibah biasa disebut dengan pendamping. Jumlah pendamping yang ada di Qaryah Thayyibah adalah 14 orang. Setiap pendamping mengampu satu kelas dan forum untuk memantau perkembangan para warga belajar. Rata-rata umur pendamping berkisar dari 23 tahun sampai 51 tahun. Sebagian besar pendamping di Qaryah Thayyibah merupakan lulusan pendidikan agama di perguruann tinggi IAIN Salatiga, namun terdapat juga alumni Qaryah Thayyibah yang diangkat menjadi pendamping. Jumlah pendamping di Qaryah Thayyibah memang tidak sebanyak di sekolah-sekolah lain. Hal ini karena disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga jumlahnya menyesuaikan dengan jumlah kelas. Berdasarkan studi dokumen yang dilakukan peneliti, jumlah pendamping dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut: 85 Tabel 1. Jumlah Pendamping PKBM Qaryah Thayyibah Sumber: Hasil olah data dokumen Tugas pendamping adalah untuk mendampingi dan mengawasi perkembangan anak. Selain itu, pendamping tidak memiliki kewenangan untuk membatasi hak anak dalam berekspresi maupun berkarya. Pendamping merupakan fasilitator bagi warga belajar di Qaryah Thayyibah, sehingga warga belajar menganggap pendamping sebagai teman atau rekan dalam belajar. Berdasarakan wawancara yang dilakukan peneliti, dapat diketahui bahwa peran pendamping tak hanya memberikan pengetahuan, namun mendampingi dan mengontrol setiap perkembangan warga belajar agar potensi yang ada dalam dirinya dapat dikembangkan dengan baik. Berikut dijelaskan oleh bapak AB sebagai pendiri Qaryah Thayyibah yakni: Semua pendamping tugasnya hanya mendampingi tidak sampai mengajari atau memberikan. Nanti lebih bagusnya menyemangati tidak harus mengajari, sehingga guru gak harus pinter, semua saling belajar. Lebih banyak sebagai penyemangat. Sering kan anak dijadikan sebagai objek yang didik, dijadikan, terus dipintarkan, diperbaiki moralitasnya. Bukan kayak gitu. Anak itu subjek yang berproses menjadi baik dan berpintar. Bagaimana menjadikannya ya disemangatin. Jadi, pendamping ya bukan menjadikan tapi menemani, menyemangati untuk berproses menjadi. Di sekolah itu cenderung guru menjadikan dan memintarkan sesuai parameter yang dimiliki. Guru berasumsi bahwa anak harus dipintarkan dan diberitahu. WWCAB25.04.2016. No Jabatan Laki-laki Perempuan Jumlah 1 Ketua Pengelola Ѵ 1 2 Pendamping Ѵ 7 3 Pendamping Ѵ 6 Jumlah 14 86 Dalam hal ini, peran pendidik sebagai jembatanmoderator dalam diskusi, sehingga tidak mengarahkan anak. Bapak AB sebagai pendiri Qaryah Thayyibah menjelaskan bahwa: Pendamping berperan sebagai jembatan untuk kegiatan diskusi. Bukan mengarahkan. Ya mengarahkan itu kadang-kadang merampas hak anak. Sebenarnya anak sudah punya arahan sendiri. Nah kadang guru sering mengklaim arahan dia lebih bagus, itu lebih repot. Di sini fleksibel sih gak kerepotan. Paling enak, siswa juga berhak mengkritik pendamping. Tidak perlu memberi nasihat. Kalau mereka butuh, ya kita jawab dengan sejujurnya. Jadi, konsepan di sini peniadaan nasihat. Kalau kita menasehati seolah-olah kita benar. Menasihati cenderung dimulai dengan klaim sebagai kebenaran akhir. Misalnya, eh… kamu mesti gini. Beda kalau kamu bilang, bagaimana kalau ini? Semacam menawarkan, nah itu bagus apalagi kalau dia menjawab dengan pandangan lain itu lebih keren. Berarti dia kritis dan produktif. Jadi, bukan mengarahkan. Lebih mengusulkan dan menyampaikan ide. WWCAB25.04.2016. Salah satu warga belajar S2 mengatakan bahwa, “pendamping keren, berbeda. Aku anggap sebagai ibu, temen, sahabat. Jadi mau cerita apapun tetap nyambung gitu lho. Mereka juga gak mendominasi, semua setara. ’’ WWCS202.05.2016. Berdasarkan observasi peneliti, dapat diketahui bahwa peran pendamping di Qaryah Thayyibah hanya mendampingi warga belajar, memberikan semangat dan motivasi. Selain itu, tugas pendamping adalah menjembatani warga belajar ketika berdiskusi. Hubungan pendamping dengan warga belajar seperti teman. Pendamping dalam memberikan argumenpengetahuan tidak mendominasi warga belajar. Pendamping dan warga belajar menjadi subjek yang saling belajar, sedangkan objek pembelajarannya adalah realitas. 87 Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa tugas pendamping adalah sebagai fasilitator dan mengontrol setiap perkembangan warga belajar agar potensi yang ada dalam dirinya dapat dikembangkan dengan baik. Hubungan pendamping dengan warga belajar di Qaryah Thayyibah seperti teman. Keduanya saling belajar dan tidak ada yang mendominasi. 7. Profil Warga Belajar Qaryah Thayyibah Pembelajaran merupakan suatu bentuk proses pendidikan yang mengharuskan adanya peserta didik. Jika di sekolah formal anak didik disebut sebagai peserta didik atau siswa, maka di Qaryah Thayyibah disebut dengan warga belajar, karena Qaryah Thayyibah merupakan lembaga non formal. Peserta didik sebagai subjek pembelajar diharapkan mampu memberikan timbal balik interaksi kepada pendidik. Seiring perkembangan waktu, jumlah warga belajar di Qaryah Thayyibah mengalami peningkatan. Hal ini seperti yang disampaikan oleh bapak AB bahwa, “Ya tahun 2003 memang berdasarkan atas kesepakatan 12 keluarga untuk mendirikan komunitas ini. Awal dulu yang mendaftar 12 orang dari keluarga siswa yang menyepakati berdirinya komunitas ini. Terus sekarang bertambah menjadi 34 siswa.”WWCAB25.04.2016. Berdasarkan observasi peneliti dapat diketahui bahwa jumlah warga belajar di Qaryah Thayyibah ini sebanyak 34 warga. Mereka berasal dari berbagai latar belakang masalah yang berbeda, dan berasal dari beranekaragam daerah. Adapun asal warga belajar ada yang dari luar kota maupun asli kota Salatiga. Misalnya, Jakarta, Cirebon, Yogyakarta, Pati, 88 dan Semarang. Latar belakang warga belajar melanjutkan jenjang pendidikan di Qaryah Thayyibah memang berbeda-beda, ada yang disebabkan oleh trauma di sekolah formal, ingin belajar bebas tidak terkungkung dengan sistem, ingin mendapatkan ijazah kesetaraan paket B dan C, dan sebagainya. Berdasarkan studi dokumen yang dilakukan peneliti, jumlah warga belajar di Qaryah Thayyibah dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut: Tabel 2. Jumlah Warga Belajar di Qaryah Thayyibah tahun 2016 Jenis Kelamin Kelas hikari Kelas folia Kelas laskar miracle Kelas haredem Kelas seedu Perempuan 4 4 3 1 Laki-laki 4 5 3 6 4 Jumlah 8 9 6 6 5 Sumber: Hasil olah data dokumen Setiap warga belajar di Qaryah Thayyibah memiliki karakter yang berbeda-beda, namun sebagian besar dari mereka memiliki sikap yang cuek. Hal ini terlihat ketika peneliti pertama kali melakukan observasi di Qaryah Thayyibah, tidak ada warga belajar yang menyapa. Mereka sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Hal tersebut juga dirasakan sama oleh salah satu pendamping, bahwa memang anak Qaryah Thayyibah orangnya cuek, sehingga orang luar harus dapat langsung membaur dengan warga belajar Qaryah Thayyibah. Selain sikap cuek, hal yang dapat dilihat dari setiap sikap warga belajar ialah bahwa mereka memiliki tingkat percaya diri yang tinggi. Terlihat dari cara bagaimana mereka mengemukakan pendapatnya di depan forum. Sikap ini berdampak pada peningkatan kreativitas setiap 89 anak, yang menjadikan mereka menjadi percaya diri dalam berkarya baik dalam lingkup lembaga maupun kegiatan luar lembaga. Selain itu, terdapat beberapa warga belajar yang memiliki pandangan sendiri mengenai kebebasan yang diterapkan di Qaryah Thayyibah, sehingga terjadi ketidaksepahaman antara pendamping dan warga belajar. Setiap warga mengembangkan potensi secara mandiri dan tidak bergantung dengan yang lain. Misalnya, jika terdapat warga yang menyukai menggambar, maka ia akan mengembangkan potensinya dengan belajar berlatih. Jika ia membutuhkan pendamping, maka mereka dapat meminta bantuan pendamping untuk meminta saran, kritik atau meminta bantuan mencari jaringan kepada orang yang handal dalam bidang seni menggambar.

B. Penerapan Pedagogi Kritis di Qaryah Thayyibah

1. Tujuan Qaryah Thayyibah menerapkan Pedagogi Kritis Paulo Freire

Tujuan Qaryah Thayyibah menerapkan Pedagogi Kritis Paulo Freire adalah untuk mengembangkan kesadaran kritis, kepekaan untuk terus mengasah daya kreativitas anak, serta menyiapkan anak ketika mereka terjun di masyarakat menjadi orang yang memiliki prinsip hidup dan berani mengambil keputusan serta memiliki daya kritis yang tinggi. Hal ini dilakukan karena pada dasarnya hakikat manusia adalah berpikir, sehingga manusia harus dapat menggunakan pikirannya secara kritis agar mendapatkan suatu keadilan dalam kehidupannya. Hal ini 90 sesuai yang dikatakan oleh pak AB sebagai pendiri Qaryah Thayyibah ketika diwawancara oleh peneliti. Ia mengatakan bahwa: Iya disini memang menerapkan pedagogi kritis Paulo Freire. Tujuannya untuk mengembangkan kesadaran kritis. Ya karena manusia makhluk yang berpikir. Orang yang berpikir itu selalu mengupayakan atas apa yang ada. Perbaikan pada situasi yang ada. Jadi, pendidikan kritis itu selalu bilang “seharusnya”. Dia akan selalu mengkritisi sesuatu dan mengkritisi situasi. Makna “seharusnya” itu adalah sesuatu yang lebih baik, lebih adil dan bermartabat, sehingga pembiasaan pada anak untuk terus dan terus produktif dengan keadaan yang ada. WWCAB25.04.2016. Hal tersebut kemudian diperkuat oleh PD1 sebagai pendamping dan alumni Qaryah Thayyibah angkatan pertama sebagai pelaku sejarah, mengatakan bahwa, “pertama, kepekaan untuk terus mengasah daya kreativitas dan pikir, karena kan terbiasa kritis kan, terbuka mengkritisi lingkungan dan diri sendiri. Terbiasa untuk mencari solusi yang lebih baik gitu , gak diam aja.“ WWCPD128.04.2016. Tujuan berpikir kritis pun dapat bermanfaat dalam kehidupan anak kelak agar dapat memiliki tujuan hidup dan memiliki prinsip yang kuat. Hal itu dinyatakan oleh ibu PD2 salah satu pendamping Qaryah Th ayyibah. Ia mengungkapkan bahwa, “jadi menyiapkan anak ketika mereka terjun di masyarakat menjadi orang yang principle dan memiliki daya kritisnya tinggi. Kemudian mereka tidak terpengaruh di luar dan memiliki daya kritis terhadap lingkungannya.“ WWCPD203.05.2016. Berdasarkan hasil studi dokumen yang dilakukan peneliti dapat diketahui bahwa tujuan Qaryah Thayyibah menerapkan pedagogi kritis telah tercantum dalam visi-misi yaitu, “Menjadi wadah sekaligus teman bagi seluruh warga belajar agar berani memilih untuk menjadi orang yang 91 berani, jujur, kritis, progresif, mandiri, adil, berdaya, berpikir merdeka, toleran, mau bekerja keras, dan berpihak pa da kaum terpinggirkan.” DOC28.04.2016. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tujuan Qaryah Thayyibah menerapkan Pedagogi Kritis Paulo Freire adalah untuk mengembangkan kesadaran kritis, kepekaan untuk mengasah daya kreativitas anak, mandiri, dan berdaya. Kesadaran kritis yang dibangun di Qaryah Thayyibah memberikan kebebasan kepada setiap anak untuk berfikir merdeka. Kebebasan diberikan dengan tidak menekan dan menuntut anak dengan aturan atau sistem yang membelenggu. Artinya, anak harus dapat mengenali potensi yang ada dalam dirinya dan dapat mengembangkan potensinya sesuai fitrah yang ada dalam dirinya. Kebebasan yang bertanggung jawab adalah salah satu kunci penekanan dalam menumbuhkan kesadarn kritis, bukan kebebasan yang mengganggu dan menyakiti orang lain, namun kebebasan yang dapat menghasilkan karya nyata. Hal tersebut sesuai yang dinyatakan oleh pak AB sebagai pendiri Qaryah Thayyibah bahwa : Di sini memaknai bebas ya bebas. Ya semaunya anak, dan berdasarkan kesepakatan anak. Semua anak kan punya interaksi dan tujuan yang sama, jadi harus ada kesepakatan. Pasti itu. Nah kesepakatan itu seolah-olah yang menjadi membatasi, tapi sebenarnya untuk membantu optimalisasi pengembangan diri. Karena kalau gak ada kesepakatan ya gak bisa berjalan. Untuk pemahaman mengenai makna kebebasan, agak susah untuk mengklaim semua tahu, semua orang mendambakan kebebasan dan di sini terbuka. Saya selalu memberikan pemahaman tentang kebebasan. Tapi yang membatasi kebebasan itu sendiri juga kebebasan orang lain. Bebas tidak boleh merugikan orang lain, justru memberikan manfaat. Itu yang selalu ditekankan. Ya pokoknya 92 berbuat baik. Ukurannya ya anak bisa berkontribusi, kontribusi itu dalam bentuk karya. Jadi kalau kita punya karya, termasuk ide. Ide yang ditulis itu termasuk kontribusi, nah parameter manfaat itu di situ, sehingga penekanannya dalam rangka kebebasan itu ya terus berkarya. Bebas itu berarti berkarya. Visi komunitas ini kan ya berkarya, belajar, aktif, produktif. Bukan yang pasif apalagi bergantung. WWCAB25.04.2016. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam membangun kesadaran kritis warga belajar perlu adanya kebebasan yang positif. Artinya, anak harus melakukan bebas yang bertanggungjawab. Bebas tersebut bukan kebebasan yang mengganggu dan menyakiti orang lain, namun kebebasan yang dapat menghasilkan karya nyata.

2. Alasan Qaryah Thayyibah menerapkan Pedagogi Kritis Paulo Freire

Alasan Qaryah Thayyibah menerapkan Pedagogi Kritis Paulo Freire karena pendiri Qaryah Thayyibah yaitu pak AB melihat pendidikan di sekolah-sekolah lain menyimpang dari yang seharusnya, dari hakikat manusia. Sekolah menganggap bahwa anak harus diberikan semua materi pengetahuan dan teknologi. Jika seperti itu, maka manusia hanya dilatih dan dibentuk dan tidak ada kesempatan untuk bernalar kritis. Selain itu, karena untuk mengembalikan fitrah potensi peserta didik sebagai manusia yang memiliki potensi melalui berpikir kritis. Pada dasarnya ciri khas manusia adalah berpikir, untuk itu harus memberikan kemerdekaan bagi manusia untuk berpikir secara kritis, berpikir mengenai dirinya maupun lingkungannya. Pernyataan tersebut sesuai yang dikatakan oleh pak AB sebagai pendiri Qaryah Thayyibah ketika diwawancarai peneliti sebagai berikut: 93 … Iya, saya melihat di sekolah-sekolah itu melenceng dari yang seharusnya, dari hakikat manusia. Menganggap bahwa anak harus dijejali dengan semua materi pengetahuan dan teknologi. Kalau seperti itu manusia hanya dilatih dan dibentuk, seperti pemain sirkus, atlet dan militer. Tidak ada kesempatan untuk bernalar kritis. Materi yang diberikan tidak berdasarkan konteks kehidupan. Banyak sekolah didirikan di suatu desa. Anak datang, pakai seragam, duduk sendiko dawuh marang guru duduk menyambut guru datang. Lalu materinya sudah dibuatkan dari pusat, kayak BSNP itu. Itu kan dari Jakarta. Nah itu menyebabkan setiap anak tidak tahu dan tidak mengenal potensi yang ada di desanya. “ning mburi omah kae ono opo?” dibelakang rumah itu ada apa? anak tidak tahu. Jadi, kalau di sekolah itu materinya terpisah dengan konteks kehidupan. Padahal anak bisa belajar mengembangkan potensi yang ada di desanya itu. Saya teringat kata-kata salah tokoh seminar mengatakan bahwa sekolah kita itu menggunakan cara berpikir di mana masih menggunakan standar kompetensi yang picik, tidak memberikan keleluasaan kepada anak. Anak hanya menjadi objek yang dijadikan, tidak diberikan kesempatan untuk berproses menjadi. Hampir tidak ada berproses. Anak menjadi objek sesuai standar negara. WWCAB25.04.2016. Dari pernyataan tersebut kemudian diperkuat oleh ibu PD2 bahwa, “sebenarnya kembali ke fitrah anak, karena anak kan memiliki hal yang prinsip kan. Ketika yang fitrah itu dikembangkan, maka akan berkembang.“ WWCPD203.05.2016. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan ibu PD3 bahwa alasan menggunakan pedagogi kritis adalah “biar bisa kembali kepada fitrah dirinya. Dengan berpikir kritis anak dapat memahami hal lebih luas. Bukan hanya pada satu titik, karena dengan mereka kritis kan bisa melalang buana pikirannya. Lebih membawa dirinya lebih kearah yang lebih luas dan berkembang. ” WWCPD320.04.2016. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa alasan Qaryah Thayyibah menerapkan Pedagogi Kritis Paulo Freire karena adanya rasa