Hasil Penelitian HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
78 Kemudian pak AB beserta 12 orang tua peserta didik tersebut mendirikan
komunitas belajar yang murah di desanya. Pendirian Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah KBQT ini tak
dapat dipisahkan oleh Serikat Paguyuban Petani-Qaryah Thayyibah SPP- QT yang menaunginya sebagai produk gagasan pendidikan. Serikat
Paguyuban Petani-Qaryah Thayyibah SPP-QT merupakan lembaga masyarakat yang berprinsip sebagai organisasi Civil Society yang
beranggotakan para petani. Pak AB beranggapan bahwa suatu desa yang indah akan menjadi maju ketika ia mampu menjadi desa yang berdikari,
berdaya dan berdaulat. Seperti yang dikatakan beliau pada saat diwawancarai peneliti
Pada tahun 1999 berdiri Serikat Paguyuban Petani QT SPP-QT. Serikat Paguyuban Petani SPP-QT itu organisasi berprinsip civil
society berbasis petani yang membernya itu paguyuban petani. Paguyuban petani itu CSO Civil Society Organisation petani
level desa. Lalu kalau berbicara indikator desa yang berdaya, mesti ada lembaga pendidikan yang berada di desa. Terus kita
menginisiasi komunitas belajar ini mestinya untuk melengkapi gerakan pemberdayaan di desa. Nanti dipayungi oleh paguyuban
petani. Jadi, komunitas belajar ini dibawah paguyuban petani. Makanya namanya Qaryah Thayyibah QT artinya adalah desa
yang indah. WWC.AB25.04.2016.
Seiring berjalannya waktu, pada tahun 2003 akhirnya didirikan Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah KBQT dengan pendekatan pada
Community Based Education CBE, sehingga penamaannya komunitas. Pada awal tahun, komunitas ini menjadi Pendidikan Alternatif-Qaryah
Thayyibah PA-QT yang menginduk di sekolah formal, sehingga kurikulumnya sama secara nasional.
79 Pada waktu itu, Qaryah Thayyibah QT belum memiliki gedung.
Konsep pendidikan yang ditekankan di Qaryah Thayyibah QT adalah berbasis kebutuhan, dan warga belajar menggunakan alam sebagai media
pembelajarannya. Warga belajar dari rumah ke rumah warga belajar secara bergantian sebagai tempat belajar bersama. Mereka belajar langsung
praktik di lapangan, misalnya belajar geografi mengenai resapan air, para warga belajar datang ke rumah salah satu rumah warga untuk
mempelajarinya, namun melihat perkembangannya kegiatan ini tidak menjadi efektif dan kodusif. Pembelajaran dipusatkan di sekitar rumah
pendiri Qaryah Thayyibah. Seiring perkembangannya komunitas ini memisahkan diri dari
sekolah formal. Qaryah Thayyibah QT memisahkan diri dari sekolah formal karena banyaknya tuntutan yang harus dipenuhi dalam
pembelajaran di sekolah. Selain itu, warga belajar Qaryah Thayyibah juga beranggapan bahwa di sekolah formal mindset anak semua sama, yaitu
bersaing untuk mendapatkan nilai. Seperti yang dinyatakan oleh PD1 salah satu pendamping QT dan alumni angkatan pertama QT sewaktu
diwawancarai peneliti mengatakan bahwa, “dulu kita masih nginduk di sekolah formal, jadi kurikulum sama nasional. Terus kita mikir kenapa kita
harus kejar- kejaran nilai? Saingan nilai? Pada akhirnya dirombak.”
WWCPD128.04.2016. Berangsur-angsur pada tahun 2007 Qaryah Thayyibah menjadi
lembaga Pendidikan Kesetaraan setara dengan tingkat SMP-SMA atau
80 setara dengan program paket A dan paket B. Lambat laun pak AB
memiliki idealisme pemikiran bahwa anak harus diberikan kebebasan dalam belajar, sehingga tidak ada penekanan terhadap anak untuk
berkembang. Kemudian, komunitas belajar ini menekankan kemerdekaan anak dalam belajar dan mengembalikan fitrahnya sebagai manusia. Basis
pembelajarannya adalah kreativitas pencarian jati diri dan pendidikan kritis.
Seiring berjalannya waktu, perkembangan Qaryah Thayyibah semakin melesat dan dikenal oleh masyarakat luas. Bahkan komunitas
belajar ini banyak mengundang perhatian dari masyarakat dan media untuk mendatangi dan meliput konsep pembelajaran yang dijalankan di Qaryah
Thayyibah, misalnya dari program televisi Kick Andy, Trans7, TVRI, dan lain sebagainya. Hasil proses pembelajarannya pun semakin meningkat
karena banyak menghasilkan prestasi baik dari warga belajar maupun Qaryah Thayyibah sendiri terlampir.
Proses perkembangan pembelajaran yang dijalankan di Qaryah Thayyibah berangsur-angsur mengalami perubahan, namun prinsipnya
sama. Perubahan terjadi karena memang generasi penerus yang berbeda dan semua harus dikembalikan pada pemilik jaman. Seperti yang
dinyatakan oleh pak AB ketika diwawancarai peneliti sebagai berikut: proses pembelajaran dari dulu sampai sekarang rincinya sama
karena prinsip-prinsipnya sama. Menjadi beda karena disepakati anak sehingga ada perubahan. Ya karena berprinsip, berpusat pada
anak Student Learning Center. Konsekuensinya akan terus berubah karna akan menjadi dinamis. Dan tidak berbeda, orang itu
akan selalu berpikir. Kreativitasnya semakin meningkat karena
81 sudah kaya dengan tinggalan masa lalu dan ada yang dikejar.
WWCAB25.04.2016.
3. Visi dan Misi Qaryah Thayyibah
Setiap pendirian suatu lembaga pendidikan akan dimulai dari pembuatan Visi dan Misi yang jelas, sebagai tolok ukur keberhasilan dari
tujuan yang diharapkan. Berdasarkan dokumen yang ada di Qaryah Thayyibah, terdapat Visi dan Misi dari Qaryah Thayyibah sebagai berikut :
Visi
a. Terwujudnya PKBM Qaryah Thayyibah yang mandiri, dan berbasis
lokal yang mengutamakan pendidikan budi pekerti, keterampilan yang bermutu berkeadilan dan berkeadaban.
b. Menjadi wadah sekaligus teman bagi seluruh warga belajar agar berani
memilih untuk menjadi orang yang berani, jujur, kritis, progresif, mandiri, adil, berdaya, berpikir merdeka, toleran, mau bekerja keras,
dan berpihak pada kaum terpinggirkan.
Misi
a. Melakukan gerakan menuju terwujudnya masyarakat yang kondusif
bagi terwujudnya warga yang berkeadaban mulia. b.
Memperjuangkan adanya waktu dan kesempatan bagi seluruh warga belajar untuk berpikir merdeka dan berkeadilan sehingga setiap
manusia berkesempatan untuk berkembang sesuai dengan potensi dan bakat yang bisa diasah dan dikembangkan menurut kebutuhannya.
82 c.
Memperjuangkan adanya keadilan dan kesetaraan bagi seluruh warga belajar untuk melakukan perencanaan, aksi, evaluasi, refleksi dan
penetapan target dengan jujur dan tanpa tekanan dari siapapun dalam rangka menyiapkan masa depan mereka.
4. Struktur Organisasi
Pada dasarnya untuk mempermudah pembagian tugas dan tanggungjawab dalam suatu organisasi, perlu dilengkapi dengan struktur
organisasi yang jelas. Hal ini bertujuan untuk mempermudah dan memperlancar jalannya suatu organisasi, namun di Qaryah Thayyibah ini
tidak menggunakan struktur organisasi secara tertulis sistematis dan terstruktur.
Berdasarkan wawancara dengan pendiri Qaryah Thayyibah, struktur organisasi di lembaga ini dapat dituliskan yaitu, Ketua Pengelola,
Pengelola, Administrasi, dan Pendamping. Meskipun tidak ada struktur organisasi secara tertulis, namun semua kegiatan bisa dilakukan bersama
karena memang sifatnya fleksibel. 5.
Profil Pendiri Qaryah Thayyibah
Tidak seperti halnya di sekolah lain, jika terdapat sebutan kepala sekolah untuk bagian jabatan tingkat atas, maka di Qaryah Thayyibah
tidak ditemukan panggilan tersebut. Panggilan untuk jabatan tertinggi di lembaga ini adalah ketua pembinapengelola atau kepala suku. Pemberian
nama tersebut hanya untuk mempererat hubungan keluarga, karena
83 memang lembaga ini bukan lembaga formal yang harus ada aturan
tersistematis. Qaryah Thayyibah dipimpin oleh seorang pria berusia 51 tahun. Ia
merupakan seorang yang sangat sederhana dan apa adanya. Jika dilihat dari tampilannya, maka ia tidak terlihat seperti seorang pemimpin di
lembaga ini. Dengan gaya yang sederhana, rambut terikat di belakang dan gaya bicara yang halus, membuat orang tertarik untuk mengajak diskusi
mengenai pendidikan. Warga belajar biasa memanggilnya dengan sebutan kepala suku ini
merupakan seorang pendiri Qaryah Thayyibah. Ia merupakan salah satu alumni IAIN Salatiga yang mengambil jurusan Pendidikan Guru Agama,
dan merupakan mahasiswa yang aktif berorganisasi di kampus kala itu. Namun, setelah lulus ia tidak melanjutkan untuk menjadi pekerja buruh, ia
aktif di berbagai kegiatan sosial salah satunya ialah LSM di daerahnya. Ia beserta masyarakat yang lain bekerjasama untuk mengembangkan
LSM yang ada di desanya, yang kemudian melahirkan komunitas belajar yang saat ini beralih menjadi lembaga Pendidikan Non Formal yang diberi
nama lembaga pendidikan kesetaraan Qaryah Thayyibah. Separuh usia Pak AB ini ia gunakan untuk kegiatan sosial dan mengembangkan Pendidikan
Kesetaraan Qaryah Thayyibah. Selain itu, ia juga semangat untuk menjadi pegiat sosial dalam dunia pendidikan. Ia sering menjadi pembicara dalam
kegiatan seminar nasional maupun kegiatan lainnya.
84 Pak AB merupakan sosok yang ramah dan memiliki pemikiran-
pemikiran yang tajam terhadap dunia pendidikan. Salah satu tokoh pendidikan yang ia kagumi adalah Paulo Freire. Ia tertarik terhadap tokoh
itu semenjak ia membaca buku Paulo Freire ketika masih di perguruan tinggi. Tak heran jika pemikiran-pemikirannya dipengaruhi oleh Freire.
Konsep pendidikan yang dianut di Qaryah Thayyibah pun mengambil dari perspektif Paulo Freire, karena ia melihat kondisi-kondisi pendidikan
sekarang yang harus direkonstruksi. 6.
Profil Pendamping di Qaryah Thayyibah
Jika di sekolah formal orang yang memberikan pendidikan disebut guru, maka di Qaryah Thayyibah biasa disebut dengan pendamping.
Jumlah pendamping yang ada di Qaryah Thayyibah adalah 14 orang. Setiap pendamping mengampu satu kelas dan forum untuk memantau
perkembangan para warga belajar. Rata-rata umur pendamping berkisar dari 23 tahun sampai 51 tahun. Sebagian besar pendamping di Qaryah
Thayyibah merupakan lulusan pendidikan agama di perguruann tinggi IAIN Salatiga, namun terdapat juga alumni Qaryah Thayyibah yang
diangkat menjadi pendamping. Jumlah pendamping di Qaryah Thayyibah memang tidak sebanyak di sekolah-sekolah lain. Hal ini karena
disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga jumlahnya menyesuaikan dengan jumlah kelas.
Berdasarkan studi dokumen yang dilakukan peneliti, jumlah pendamping dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:
85 Tabel 1. Jumlah Pendamping PKBM Qaryah Thayyibah
Sumber: Hasil olah data dokumen Tugas pendamping adalah untuk mendampingi dan mengawasi
perkembangan anak. Selain itu, pendamping tidak memiliki kewenangan untuk membatasi hak anak dalam berekspresi maupun berkarya.
Pendamping merupakan fasilitator bagi warga belajar di Qaryah Thayyibah, sehingga warga belajar menganggap pendamping sebagai
teman atau rekan dalam belajar. Berdasarakan wawancara yang dilakukan peneliti, dapat diketahui
bahwa peran pendamping tak hanya memberikan pengetahuan, namun mendampingi dan mengontrol setiap perkembangan warga belajar agar
potensi yang ada dalam dirinya dapat dikembangkan dengan baik. Berikut dijelaskan oleh bapak AB sebagai pendiri Qaryah Thayyibah yakni:
Semua pendamping tugasnya hanya mendampingi tidak sampai mengajari atau memberikan. Nanti lebih bagusnya menyemangati
tidak harus mengajari, sehingga guru gak harus pinter, semua saling belajar. Lebih banyak sebagai penyemangat. Sering kan anak
dijadikan sebagai objek yang didik, dijadikan, terus dipintarkan, diperbaiki moralitasnya. Bukan kayak gitu. Anak itu subjek yang
berproses menjadi baik dan berpintar. Bagaimana menjadikannya ya disemangatin. Jadi, pendamping ya bukan menjadikan tapi
menemani, menyemangati untuk berproses menjadi. Di sekolah itu cenderung guru menjadikan dan memintarkan sesuai parameter yang
dimiliki. Guru berasumsi bahwa anak harus dipintarkan dan diberitahu. WWCAB25.04.2016.
No Jabatan
Laki-laki Perempuan
Jumlah 1
Ketua Pengelola Ѵ
1 2
Pendamping Ѵ
7 3
Pendamping Ѵ
6 Jumlah
14
86 Dalam hal ini, peran pendidik sebagai jembatanmoderator dalam
diskusi, sehingga tidak mengarahkan anak. Bapak AB sebagai pendiri Qaryah Thayyibah menjelaskan bahwa:
Pendamping berperan sebagai jembatan untuk kegiatan diskusi. Bukan mengarahkan. Ya mengarahkan itu kadang-kadang merampas
hak anak. Sebenarnya anak sudah punya arahan sendiri. Nah kadang guru sering mengklaim arahan dia lebih bagus, itu lebih repot. Di sini
fleksibel sih gak kerepotan. Paling enak, siswa juga berhak mengkritik pendamping. Tidak perlu memberi nasihat. Kalau mereka
butuh, ya kita jawab dengan sejujurnya. Jadi, konsepan di sini peniadaan nasihat. Kalau kita menasehati seolah-olah kita benar.
Menasihati cenderung dimulai dengan klaim sebagai kebenaran
akhir. Misalnya, eh… kamu mesti gini. Beda kalau kamu bilang, bagaimana kalau ini? Semacam menawarkan, nah itu bagus apalagi
kalau dia menjawab dengan pandangan lain itu lebih keren. Berarti dia kritis dan produktif. Jadi, bukan mengarahkan. Lebih
mengusulkan dan menyampaikan ide. WWCAB25.04.2016.
Salah satu warga belajar S2 mengatakan bahwa, “pendamping keren,
berbeda. Aku anggap sebagai ibu, temen, sahabat. Jadi mau cerita apapun tetap nyambung gitu lho. Mereka juga gak mendominasi, semua setara.
’’ WWCS202.05.2016.
Berdasarkan observasi peneliti, dapat diketahui bahwa peran pendamping di Qaryah Thayyibah hanya mendampingi warga belajar,
memberikan semangat dan motivasi. Selain itu, tugas pendamping adalah menjembatani warga belajar ketika berdiskusi. Hubungan pendamping
dengan warga belajar seperti teman. Pendamping dalam memberikan argumenpengetahuan tidak mendominasi warga belajar. Pendamping dan
warga belajar menjadi subjek yang saling belajar, sedangkan objek pembelajarannya adalah realitas.
87 Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa tugas pendamping adalah
sebagai fasilitator dan mengontrol setiap perkembangan warga belajar agar potensi yang ada dalam dirinya dapat dikembangkan dengan baik.
Hubungan pendamping dengan warga belajar di Qaryah Thayyibah seperti teman. Keduanya saling belajar dan tidak ada yang mendominasi.
7. Profil Warga Belajar Qaryah Thayyibah
Pembelajaran merupakan suatu bentuk proses pendidikan yang mengharuskan adanya peserta didik. Jika di sekolah formal anak didik
disebut sebagai peserta didik atau siswa, maka di Qaryah Thayyibah disebut dengan warga belajar, karena Qaryah Thayyibah merupakan
lembaga non formal. Peserta didik sebagai subjek pembelajar diharapkan mampu memberikan timbal balik interaksi kepada pendidik.
Seiring perkembangan waktu, jumlah warga belajar di Qaryah Thayyibah mengalami peningkatan. Hal ini seperti yang disampaikan oleh
bapak AB bahwa, “Ya tahun 2003 memang berdasarkan atas kesepakatan 12 keluarga untuk mendirikan komunitas ini. Awal dulu yang mendaftar
12 orang dari keluarga siswa yang menyepakati berdirinya komunitas ini. Terus sekarang
bertambah menjadi 34 siswa.”WWCAB25.04.2016. Berdasarkan observasi peneliti dapat diketahui bahwa jumlah warga
belajar di Qaryah Thayyibah ini sebanyak 34 warga. Mereka berasal dari berbagai latar belakang masalah yang berbeda, dan berasal dari
beranekaragam daerah. Adapun asal warga belajar ada yang dari luar kota maupun asli kota Salatiga. Misalnya, Jakarta, Cirebon, Yogyakarta, Pati,
88 dan Semarang. Latar belakang warga belajar melanjutkan jenjang
pendidikan di Qaryah Thayyibah memang berbeda-beda, ada yang disebabkan oleh trauma di sekolah formal, ingin belajar bebas tidak
terkungkung dengan sistem, ingin mendapatkan ijazah kesetaraan paket B dan C, dan sebagainya. Berdasarkan studi dokumen yang dilakukan
peneliti, jumlah warga belajar di Qaryah Thayyibah dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 2. Jumlah Warga Belajar di Qaryah Thayyibah tahun 2016
Jenis Kelamin
Kelas hikari
Kelas folia
Kelas laskar
miracle Kelas
haredem Kelas
seedu
Perempuan 4
4 3
1
Laki-laki
4 5
3 6
4
Jumlah
8 9
6 6
5
Sumber: Hasil olah data dokumen Setiap warga belajar di Qaryah Thayyibah memiliki karakter yang
berbeda-beda, namun sebagian besar dari mereka memiliki sikap yang cuek. Hal ini terlihat ketika peneliti pertama kali melakukan observasi di
Qaryah Thayyibah, tidak ada warga belajar yang menyapa. Mereka sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Hal tersebut juga dirasakan sama oleh
salah satu pendamping, bahwa memang anak Qaryah Thayyibah orangnya cuek, sehingga orang luar harus dapat langsung membaur dengan warga
belajar Qaryah Thayyibah. Selain sikap cuek, hal yang dapat dilihat dari setiap sikap warga
belajar ialah bahwa mereka memiliki tingkat percaya diri yang tinggi. Terlihat dari cara bagaimana mereka mengemukakan pendapatnya di
depan forum. Sikap ini berdampak pada peningkatan kreativitas setiap
89 anak, yang menjadikan mereka menjadi percaya diri dalam berkarya baik
dalam lingkup lembaga maupun kegiatan luar lembaga. Selain itu, terdapat beberapa warga belajar yang memiliki pandangan sendiri mengenai
kebebasan yang diterapkan di Qaryah Thayyibah, sehingga terjadi ketidaksepahaman antara pendamping dan warga belajar.
Setiap warga mengembangkan potensi secara mandiri dan tidak bergantung dengan yang lain. Misalnya, jika terdapat warga yang
menyukai menggambar, maka ia akan mengembangkan potensinya dengan belajar berlatih. Jika ia membutuhkan pendamping, maka mereka dapat
meminta bantuan pendamping untuk meminta saran, kritik atau meminta bantuan mencari jaringan kepada orang yang handal dalam bidang seni
menggambar.