Pengertian Pedagogi Kritis Tinjauan Pedagogi Kritis Paulo Freire

24 Freire 2013: xii mengatakan, setelah lulus Freire bekerja menjadi Direktur dalam bidang Pendidikan dan Kebudayaan di negara bagian Pernambuco. Pengalamannya selama bekerja, membawa Freire pada kontak langsung dengan masyarakat miskin. Ia mendalami kehidupan sosial yang dirasakan masyarakat. Penelitian-penelitian yang ia lakukan juga mengembangkan metode dialogik dalam pendidikan. Keterlibatan di bidang pendidikan orang dewasa juga dimasukkan dalam seminar-seminar yang ia pimpin. Di tahun 1960-an Brazil mengalami keresahan sosial. Banyak organisasi masyarakat yang muncul untuk tujuan politik. Freire terlibat aktif dalam gerakan pemberantasan buta huruf yang masih meliputi jutaan rakyat di negerinya. Lantaran ia juga memberikan pendidikan agar rakyat misk in Brasil jadi “melek politik” RukiyatiL.Andriani, 2015: 65. Freire menyebutkan bahwa metode yang dipakai dalam memberikan pendidikan adalah Metode Paulo Freire, meskipun ia sendiri tidak mau menamakan demikian. Freire dan timnya berhasil menarik kaum tuna aksara untuk belajar membaca dan menulis. Apa yang dibangkitkan dalam proses kenal aksara, tidak hanya sebatas pada kemampuan mereka dalam bidang itu, tetapi sekaligus membawa pada kesadaran politik, masyarakat ikut berpartisipasi aktif dalam menentukan arah perkembangan bersama Freire, 2013: xiii. Berdasarkan uraian di atas, dapat simpulkan bahwa kemunculan pendidikan kritis oleh Freire, sarat dipengaruhi oleh pengalaman hidupnya. 25 Adanya kehancuran sistem ekonomi di negaranya membuat ia bangkit dari keterpurukan. Lingkungan yang tidak mendukung sebagai tempat memperoleh pendidikan, membuat ia tidak bisa memperoleh pendidikan secara bebas. Baginya, pendidikan adalah salah satu alat untuk memperjuangkan hak-hak hidup untuk dapat memperoleh kehidupan yang layak. Freire terlibat aktif dalam gerakan pemberantasan buta huruf untuk memberikan pendidikan pada masyarakat terbelakang. Melalui pengalaman- pengalamannya lah ia akhirnya memiliki pandangan mengenai pendidikan kritis sebagai proses transformasi sosial di masyarakat. Harapannya, paradigma ini dapat membangkitkan masyarakat dari keterpurukan sosial yang menindas.

3. Orientasi Pedagogi kritis

Pedagogi kritis belum banyak digunakan dalam pendidikan di Indonesia. Sesungguhnya, pedagogi kritis mengkaji peran sekolah dalam menjaga stratifikasi sosial masyarakat dan kemungkinan terjadinya perubahan sosial. Dalam hal ini dapat dipahami bahwa sekolah memiliki peran penting terjadinya perubahan sosial di masyarakat. Pedagogi kritis merupakan sebuah cara berpikir bernegoisasi tentang praksis relasi dalam pembelajaran di kelas, produksi pengetahuan dan berbagai struktur sosial yang berkorelasi dengan kehidupan material di masyarakat. Pedagogi kritis mengkaji bagaimana pendidikan dapat menyediakan alat bagi individu untuk mengembangkan potensinya dan memperkuat demokrasi, serta 26 mengembangkan sebuah masyarakat yang egaliter Rakhmat Hidayat, 2013: 12-13. Muhammad Karim 2009: 164-165 menyatakan bahwa dalam pendidikan yang membebaskan, tidak ada subjek yang membebaskan atau objek yang dibebaskan karena tidak ada dikotomi subjek dan objek. Kedua belah pihak merupakan pribadi yang bukan mengetahui segalanya, namun mencari suatu kebenaran dan solusi bersama. Pendidikan yang membebaskan bersifat dialogis dan merupakan upaya untuk memperoleh pengetahuan dan menjadi proses transformasi yang diuji dalam kehidupan nyata. Kebebasan dalam berdialog dapat dirasakan oleh semua orang. Tidak ada lagi peserta didik seperti bejana kosong. Dalam pandangan Freire, pendidikan yang membebaskan merupakan proses ketika pendidik mengkondisikan peserta didik untuk mengenal dan mengungkap kehidupan yang senyatanya secara kritis. Pendidik dapat menghubungkan pengalaman-pengalaman yang diungkapkan oleh peserta didik dengan pembelajaran dalam kehidupan. Pendidikan dalam konsepsi Freire tersebut, memiliki implikasi dalam perilaku belajar sebagai proses integral dalam pendidikan. Dalam praksis pembelajaran, Freire melibatkan tiga unsur sekaligus dalam hubungan dialektisnya yang ajeg, yakni: 1. Pengajar 2. Peserta didik 3. Realitas dunia