31 Dengan demikian, peserta didik akan belajar mendeskripsikan,
menganalisis serta memecahkan masalah pengalaman nya secara nyata.
5. Hubungan Pendidik-Peserta Didik
Hubungan pendidik dengan peserta didik menurut Freire adalah hubungan sejajar antara subjek yang saling belajar dan diajar. Mereka
belajar mengenai dunia yang bergerak secara dinamis. Pendidik bukanlah orang yang mengetahui kebenaran secara penuh, namun saling belajar.
Pendidik bagi peserta didik adalah partner yang dalam memahami realitas tersebut. Pendidik mengemukakan persoalan agar dipertimbangkan oleh
peserta didiknya. Sementara pertimbangan pendidik diuji kembali. Pengujian tersebut dapat berupa pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan
oleh peserta didik. Peran pendidik adalah ibarat timbangan yang harus menjadi jembatan dan penyeimbang antara pandangan yang satu dengan
yang lainnya Siti Murtiningsih, 2006: 84. Hubungan antara pengajar dan peserta didik dalam perspektif
pedagogi kritis memiliki hubungan dialektis yang sejajar. Keduanya saling belajar satu sama lain. Seorang pendidik berperan hanya sebagai
fasilitatorpendamping bagi peserta didik. Dalam proses ini, pendidik mengajukan bahan untuk dipertimbangkan oleh peserta didik dan
pertimbangan sang guru diuji kembali setelah dipertemukan dengan pertimbangan peserta didik. Jadi, hubungan keduanya menjadi subjek-
subjek, bukan subjek-objek. Objek mereka adalah realitas. Dengan proses
32 tersebut, maka terciptalah suasana dialogis yang bersifat inter-subjek untuk
memahami suatu objek secara bersama Paulo Freire, 2002: xv. Dengan adanya ciri tersebut maka dapat terwujud: pertama,
pendidik bersedia berinteraksi dengan peserta didiknya agar lebih memahami apa saja yang sudah diketahui oleh peserta didik mengenai
materi yang akan dibahas. Pencapaian target yang dibuat pendidik dalam pembelajaran, sebaiknya dibicarakan bersama peserta didik agar mereka
merasa terlibat. Kedua, dengan penuh kesadaran pendidik berpartisipasi sebagai peserta didik supaya memahami pengalaman belajar mana yang
lebih sesuai dengan kebutuhan peserta didiknya. Ketiga, bahwa pendapat pendidik bersifat fleksibel agar dapat mengerti dan menghargai pendapat
peserta didiknya Siti Murtiningsih, 2006: 86. Berdasarkan hal di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hubungan
peserta didik dan pendidik adalah hubungan yang mendalam antara subjek-subjek pendidikan. Keduanya saling belajar untuk memperoleh
pengetahuan yang baru. Pendidik bertugas sebagai teman untuk membangkitkan kesadaran kritis peserta didik, tanpa mengguruinya.
Metode yang digunakan pendidik adalah melalui dialog sebagai dasar untuk mendiskusikan segala permasalahan kehidupan. Seorang pendidik
harus dapat memahami kemauan peserta didik yang satu dengan yang lainnya. Artinya, pemikiran pendidik bersifat fleksibel dan harus dapat
menghargai pendapat dari setiap peserta didik. Tugas pendidik adalah
33 membimbing agar peserta didik tidak menyimpang dari nilai-nilai
kebaikan hidup.
6. Proses Penyadaran Conscientizacao sebagai Tujuan Pendidikan
Pencapaian kesadaran individu adalah hal terpenting dalam memaknai hidup sosial. Perlu adanya kesadaran kritis agar manusia tidak
terjebak dalam sistem penindasan yang dapat membelenggu hidupnya. Kesadaran tersebut tidak hanya kesadaran mengenai bagaimana
mendapatkan materi, namun juga kesadaran akan sistem kebijakan yang menindas. Dalam hal ini, Freire berusaha mengarahkan pendidikan sebagai
usaha untuk humanisasi diri, yaitu melalui tindakan sadar untuk mengubah dunia. Duniarealitas itu bukan hanya data-data objektif, tetapi fakta
konkret yang terjadi di mana-mana terutama dalam dunia ketiga Firdaus M. Yunus, 2004: 49.
Freire Smith, 2001: 54 mendeskripsikan conscientizacao sebagai sebuah proses untuk menjadi manusia yang selengkapnya; proses
perkembangan ini dapat dibagi menjadi tiga fase: kesadaran magis, naïf dan kritis. Setiap fase dibagi lagi menjadi tiga aspek berdasarkan
tanggapan-tanggapan responden atas pertanyaan eksistensial berikut: a
Apa masalah-masalah yang paling dehumanitatif dalam kehidupan kalian? PENAMAAN
b Apa penyebab dan konsekuensi dari masalah-masalah tersebut?
BERPIKIR
34 c
Apa yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut? AKSI
Freire membagi kesadaran manusia menjadi tiga tingkatan yakni: a
Kesadaran magis atau semi-intransitif Freire mengatakan bahwa orang-orang yang masih dalam tingkat
kesadaran pertama terperangkap dal am “mitos inferioritas alamiah.”
“Mereka mengetahui bahwa mereka melakukan sesuatu, apa yang tidak diketahui adalah tindakan untuk mengubah” Smith, 2001: 60.
Bukannya melawan atau mengubah realitas di mana mereka hidup, mereka justru menyesuaikan diri dengan realitas yang ada. Kesadaran
magis dicirikan dengan fatalism, yang menyebabkan manusia membisu, menceburkan diri ke lembah kemustahilan untuk melawan
kekuasaan Smith, 2001: 61. b
Kesadaran Naif atau Transitif Perubahan dari kesadaran magis ke kesadaran naïf adalah
perubahan dari menyesuaikan diri dengan fakta-fakta kehidupan yang tak terelakkan ke memperbaharui penyelewengan-penyelewengan yang
dilakukan individu-individu dalam sebuah sistem yang pada dasarnya keras. Kesadaran naïf ditandai dengan penyederhanaan masalah
dengan cara menimpakan penyebabnya pada individu-individu bukan pada sistem itu sendiri. Argumentasi-argumentasi mereka rapuh ketika
menjelaskan bahwa individu terpisah dari sistem di mana mereka
35 hidup dan pada puncaknya mengarah pada argumentasi yang larut
dengan realitas Smith, 2001: 69. c
Kesadaran kritis atau transitif Pada tahap ini, isu yang muncul adalah perubahan sistem yang
tidak adil, bukannya pembaharuan atau pengahancuran individu- individu tertentu. Proses perubahan ini memiliki dua aspek: 1
pen egasan diri dan penolakan untuk menjadi “inang bagi benalu”, dan
2 berusaha secara sadar dan empiris untuk mengganti sistem yang menindas dengan sistem yang adil dan bisa mereka kuasai. Pada
kesadaran ini, invidu menunjukkan pemahaman yang benar atas dirinya sendiri dan sistem yang memaksa tertindas dan penindas
berkolusi. Freire Smith, 2001: 80 mengatakan bahwa : kesadaran kritis ditandai dengan penafsiran yang mendalam atas
berbagai masalah; digantikannya penjelasan magis dengan penjelasan kausalitas; dengan mencoba penemuan-penemuan
yang dihasilkan seseorang; dan dengan keterbukaan untuk melakukan revisi; dengan usaha untuk menghindari distorsi
ketika memahami masalah dan menghindari konsep-konsep yang telah diterima sebelumnya ketika menganalisis masalah; dengan
menolak untuk mengubah tanggung jawab; dengan menolak sikap
pasif; dengan
mengemukakan pendapat;
dengan mengedepankan dialog daripada polemic; dengan menerima
pandangan baru tetapi bukan sekedar karena sifat kebaruannya dan dengan keinginan untuk tidak menolak pandangan kuno
hanya karena sifat kekunoannya, yakni dengan menerima apa yang benar menurut pandangan kuno dan baru.
Tugas dan pelaksanaan pendidikan dalam perspektif pedagogi kritis memang dibutuhkan ketekunan dan kontinunitas, agar nilai-nilai
yang dibangun tidak mudah menghilang. Paradigma kritis dalam pendidikan, yaitu melatih peserta didik untuk mampu mengidentifikasi