Proses Pembelajaran Dalam Perspektif Pedagogi Kritis Paulo Freire
153 merdeka, tidak terkungkung dengan sistem dan dapat memiliki
otoritas atas hidupnya. Dalam proses pembelajarannya semua rencana pelajaran dibuat dan disusun oleh warga belajar
berdasarkan kesepakatan bersama. Pandangan kritis dalam pembelajaran di Qaryah Thayyibah dapat dilihat sebagai berikut:
a. Setting Latar :
Kegiatan pembelajaran di lakukan di sekitar gedung pusat pembelajaraResource Center RC, baik di halaman gedung, di
dalam ruangan, di depan teras, maupun di Musholla. Lingkungan sekitar yang mendukung membuat warga belajar Qaryah
Thayyibah merasa nyaman untuk belajar. b.
Proses Pembelajaran Bentuk pembelajaran yang dilakukan adalah seperti diskusi, di
mana membentuk lingkaran dengan didampingi oleh salah satu pendamping. Awal mula pendamping memberikan tawaran
terhadap materi yang akan didiskusikan. Materi ini merupakan hasil dari pengalaman dari warga belajar yang memiliki kesadaran
akan suatu permasalahan yang ada dalam dirinya. Kemudian pendamping dan warga belajar mengidentifikasi, menganalisis dan
memecahkan permasalahan yang didiskusikan. Hasil dari pemecahan masalah tersebut akan mendapatkan solusi yang dapat
dilakukan untuk aksi dalam rangka sebuah perubahan. Dalam hal ini peran dialog antara pendamping dan warga belajar sangat
154 diperlukan dalam menciptakan proses komunikasi yang sejati guna
mengungkap realitas. Dalam pandangan Freire, mengatakan bahwa dalam proses
penyadaran peserta didik, diperlukan kegiatan refleksi sebagai bentuk proses mengetahui dan bukan hafalan. Refleksi dapat
dibangun melalui dialektika antara pendidik dan peserta didik, sehingga tidak bisa dipisahkan antara kegiatan pencarian
pengetahuan dengan refleksi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kegiatan pendidikan yang
dilakukan di Qaryah Thayyibah sejalan dengan gagasan Freire yang menekankan pemberian materi kepada peserta didik lebih banyak
memecahkan masalah kehidupan yang wajar, sebagai hubungan yang saling terkait dan dibangun melalui proses refleksi dan
penyadaran. c.
Metode Pembelajaran
Proses pembelajaran yang dilaksanakan di Qaryah Thayyibah menggunakan dialog dan hadap masalah untuk
menumbuhkan kesadaran kritis. Dialog merupakan hal yang penting karena akan memberikan hubungan timbal balik kepada
lawan bicaranya dan memberikan kesempatan pada warga belajar untuk menyampaikan pendapatnya. Hadap masalah merupakan
metode yang digunakan untuk memberikan kesempatan kepada
155 warga belajar untuk menjadi subjek yang belajar dalam pemecahan
masalah realitas melalui dialog. Penggunaan metode hadap masalah di Qaryah Thayyibah
ini disesuaikan dengan perkembangan usia warga belajar. Peran pendamping sebagai mediator dan fasilitator sangat penting dalam
memahamkan kepada warga belajar mengenai masalah realitas yang dihadapinya. Hadap masalah yang ditekankan di Qaryah
Thayyibah menjadikan warga belajar menjadi subjek yang mengajar bukan hanya yang diajar, sehingga peran pendampping
sangat penting. Dalam memahami setiap permasalahan yang didiskusikan, pendamping di Qaryah Thayyibah melibatkan diri
sebagai warga belajar agar ia juga ikut merasakan apa yang dirasakan warga belajar.
Hal di atas sesuai apa yang dikatakan Freire 2013: xxi bahwa dialog merupakan unsur yang penting dalam menuju proses
penyadaran. Pendidik dan peserta didik bersama-sama menjadi objek yang sama. Pendidik menjadi rekan peserta didik yang
melibatkan diri dan merangsang daya pemikiran kritis para peserta didik. Dengan demikian, kedua belah pihak bersama-sama
mengembangkan kemampuan untuk mengerti secara kritis dirinya sendiri dan dunia tempat mereka berada. Mereka akan melihat
bahwa dunia bukan merupakan realitas yang statis, melainkan suatu proses menjadi.
156 Untuk mendapatkan sebuah pengetahuan, bagi Freire proses
mengetahui itu tidak sama dengan mengingat. Mengetahui merupakan proses berdialektika dan tidak terpisah dengan aksi
refleksi manusia, sedangkan mengingat hanyalah sekedar menerima dari informan dan mungkin saja akan terlupakan makna
yang terkandung. Freire, 2002: 105. Jadi, dapat disimpulkan bahwa metode yang digunakan di
Qaryah Thayyibah masih mengacu pada metode pendidikan Freire yaitu metode dialog dan hadap masalah yang berbasiskan pada
permasalahan kehidupan serta bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran kritis.
d. Pembentukan Karakter
Dalam menanamkan pembentukan karakter setiap anak, merupakan tanggungjawab orang tua di rumah sebagai lembaga
informal. Selain pendidikan keluarga, sekolah merupakan lembaga kedua yang dapat memberikan wadah untuk pembentukan karakter
setiap anak. Hal ini ditegaskan dalam UU SISDIKNAS bahwa tujuan pendidikan adalah untuk membentuk watak, peradaban
suatu bangsa, dan akhlak. Selain membentuk karakter kritis, di Qaryah Thayyibah
juga membentuk karakter seperti kedisiplinan dan kesopanan. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Pertama, pembentukan
karakter yang dilakukan di Qaryah Thayyibah dalam meningkatkan
157 keakhlakannya adalah dengan pengadaan kegiatan agama seperti
tafsir Al-Quran, sholat berjamaah. Diharapkan nilai-nilai religius ini dapat dimaknai dan diaplikasikan oleh warga belajar.
Tetapi, warga belajar di Qaryah Thayyibah ini jarang melakukan sholat berjamaah di masjid. Pembiasaan sholat di
masjid hanya dilakukan oleh beberapa warga belajar saja. Pembentukan akhlak yang baik harus dilakukan pembiasaan agar
warga belajar dapat memahami setiap apa yang dilakukan. Qaryah Thayyibah merupakan lembaga pendidikan setara tingkat SMP-
SMA yang sebagian besar usia warga belajarnya adalah 13-18 tahun, merupakan usia yang belum stabil, sehingga masih
membutuhkan bimbingan dan tuntunan sosok teladan yang baik. Undang-Undang SISDIKNAS No.20 tahun 2003 pasal 3,
menyat akan
bahwa “pendidikan
nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.” Berdasarkan UU SISDIKNAS di atas, dapat dipahami
bahwa salah satu fungsi tujuan pendidikan adalah mengembangkan
158 potensi peserta didik agar menjadi manusia yang berwatak,
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia. Dengan demikian, perlu ditekankan kembali di Qaryah
Thayyibah mengenai pentingnya pembiasaan pendidikan moral dan agama, agar perilaku anak tidak menyimpang dari apa yang
diharapkan. Kedua, penerapan kedisiplinan dan kesopanan di Qaryah Thayyibah tidak menekan dan memaksa. Setiap warga
belajar harus dapat membangun kesadarannya untuk dapat bersikap disiplin tanpa harus dipaksa. Jika ada penekanan kedisiplinan dan
kesopanan maka akan membatasi warga belajar. Prinsipnya adalah bahwa kegiatan dan pembelajaran yang
dilakukan di Qaryah Thayyibah berdasarkan kesepakatan bersama, sedangkan mengenai kesopanan, prinsipnya adalah bahwa setiap
anak tidak mengganggu orang lain. Cara yang digunakan dalam menumbuhkan kesadaran anak adalah melalui diskusi yang
intensif. Dari diskusi itu anak akan belajar berpendapat, belajar memutuskan dan belajar mengaplikasikan hasil keputusannya.
Berbeda dengan pandangan dari beberapa orang tua warga belajar mengatakan bahwa di Qaryah Thayyibah kurang
menekankan kedisiplinan dan kesopanan. Hal ini dapat dilihat dari perilaku peserta didik warga belajar ketika di rumah yang kurang
bisa berinteraksi dengan orang lain. Orang tua warga belajar mengharapkan bahwa nilai-nilai budaya masyarakat harus
159 dibangun dan dipertegas di Qaryah Thayyibah, sehingga peserta
didik dapat menerapkan nilai-nilai itu ketika bersosialisasi di masyarakat. Hal ini disebabkan oleh kontruksi budaya masyarakat
Indonesia yang masih menekankan nilai kesopanan sebagai hal yang penting.
Seharusnya penanaman nilai kesopanan kepada peserta didik adalah tanggungjawab orang tua di rumah sebagai pendidkan
informal, untuk mengenalkan pada anak bagaimana hidup dalam masyarakat, dan apa yang harus dipatuhi dalam masyarakat.
Kemudian lembaga
pendidikan mendukung
memberikan lingkungan yang nyaman untuk pembentukan kepribadian anak.
Oleh sebab itu, komunikasi dan kerjasama antara orang tua dan pihak lembaga pendidikan sangat penting demi keberlangsungan
proses pendidikan. Minimnya pertemuan antara orang tua dengan pihak Qaryah
Thayyibah menyebabkan kurangnya komunikasi, sehingga terdapat ketidaksepahaman mengenai pembelajaran yang dijalankan di
Qaryah Thayyibah. Komunikasi dan kerjasama antara berbagai pihak harus dilakukan agar terjadi kesamaan visi.
Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang dapat menyesuaikan kebutuhan dan perkembangan setiap anak, karena
mereka hidup dalam zaman yang berbeda dengan kita. Sebaliknya pendidikan yang tidak menyesuaikan dengan perkembangan
160 zaman, maka akan ketertinggalan zaman. Seperti yang dinyatakan
oleh Khalifah Umar Ibnu Khattab r.a bahwa manusia harus mendidik anak-anaknya dengan pola pendidikan yang berbeda
dengan pola pendidikan yang kita terima, karena sesungguhnya anak kita dilahirkan di zaman yang berbeda dengan zaman kita
Bahruddin, 2007: xvi. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan yang diberikan
kepada peserta didik haruslah dinamis dan inovatif, karena perkembangan zaman akan terus mempengaruhi pola pendidikan
sekarang. Oleh sebab itu, pendidikan harus bisa menyesuaikan dengan kebutuhan peserta didik, tidak hanya mengandalkan
tuntutan parameter dari tujuan yang dibuat oleh sekolah.