Metode Hadap Masalah Metode Pendidikan Paulo Freire

52 seseorang untuk memaknai dunia, dan mendorong transformasi sosial serta pembebasan. Freire tanpa malu-malu memegang teguh nilai-nilai seperti cinta sebagai esensi dari dialog yaitu: Jika aku tidak mencintai dunia, jika aku tidak mencintai hidup, jika aku tidak mencintai manusia, aku tidak dapat terlibat dalam dialog. Menurut Freire, dialog mengandung arti bersikap kritis tentang rasio d’etre sebab mengapa ada objek-objek dan subjek-subjek dialog. Dengan demikian dialog harus berjalan bebas, efektif, dan harapan Firdaus M. Yunus, 2004: 47. Inilah sebabnya mengapa dialog sebagai bagian fundamental dari struktur pengetahuan harus selalu terbuka. Kelas bukanlah kelas dalam arti tradisional, melainkan tempat pertemuan dimana pengetahuan dicari bersama. Pendidik harus dapat menempatkan perannya sebagai teman, fasilitator dan penengah dalam meluruskan pengetahuan, serta tidak mengesampingkan nilai-nilai demokratis untuk membangun daya kreativitas anak. Pendidik tidak boleh melembagakan keterangan- keterangan hafalan, mekanistis, karena bila seseorang terdidik mengajukan pertanyaan, para pendidik haruslah menyusun kembali seluruh usaha kognitif sebelumnya Paulo Freire, 1969: 118. Tugas pendidik adalah mengetengahkan isi pelajaran, bukannya mengulasnya sendiri, memberikannya kepada terdidik, seakan-akan isi pelajaran itu sesuatu yang siap, jadi, lengkap dan selesai. Dalam mengetengahkan masalah kepada para terdidik, pendidik juga ikut merasakan masalah yang dihadapi. Pendidik berlaku sebagai pengamat dan membiarkan para terdidik menangkap sendiri, menganalisa dan kemudian memahami problem tersebut. Pendidik harus dapat menghargai setiap 53 argumen terdidik agar terdidik tidak kehilangan hak nya dalam menyampaikan pendapatnya Paulo Freire, 1969: 120. Dalam proses dialog, terdapat beberapa tahap yang ditawarkan oleh Freire yaitu, kodifikasi merupakan cara di mana peserta didik mengabstraksikan realitas yang ia alami secara konkret. Analisis ini melibatkan pengujian atas abstraksi dengan cara merepresentasikan realitas konkret, terutama dalam mencari pengetahuan tentang realitas. Setelah kodifikasi yaitu dekodifikasi, merupakan cara menganalisis secara kritis terhadap apa yang telah dihasilkan pada tahap kodifikasi abstraksi realitas. Tujuan dekodifikasi adalah tercapainya tingkat pengetahuan kritis Firdaus M. Yunus, 2004: 47. Berdasarkan hal tersebut, Freire menyatakan bahwa dialog merupakan metode yang tepat untuk mendapatkan pengetahuan. Dialog merupakan hal yang esensial pada proses penyadaran. Manusia hidup tanpa dialog, kesadaran individu sulit dibangun. Hal ini dikarenakan dialog dapat membawa seseorang untuk memaknai dunia, dan mendorong transformasi sosial serta pembebasan.

F. Penelitian yang Relevan

Penelitian pembelajaran pedagogi kritis Paulo Freire sebagai subjek dan objek penelitiannya telah diteliti sebelumnya oleh Nurdiansah Dwi Sasongko 2012 dengan judul Implementasi Ajaran Paulo Freire dalam Mata Pelajaran Kimia Topik Kimia Minyak Bumi untuk Meningkatkan Sikap Kritis dan Karakter yang Baik Bagi Siswa di SMA Negeri Jatilawang Banyumas Jawa 54 Tengah, menjelaskan bahwa implementasi ajaran Paulo Freire dalam mata pelajaran kimia topik kimia lingkungan untuk meningkatkan sikap kritis dan karakter yang baik bagi siswa di SMA Negeri Jatilawang Banyumas Jawa Tengah dapat meningkatkan sikap kritis dan karakter siswa kelas X.7 SMA Jatilawang. Peningkatan karakter siswa dapat dilihat dari masing-masing aspek mengajukan pertanyaan naik 53,4, menjawab pertanyaan naik 60,0, menanggapi pertanyaan 60, kerjasama kelompok 46,6, ketepatan mengelola waktu naik 30,3, dan memperhatikan presentasi naik 30,3. Peningkatan sikap kritis terlihat dari respons siswa terhadap 5 pernyataan yang diajukan pendidik, di mana terjadi peningkatan dari segi intensitas, keluasan, dan spontanitas jawaban siswa. Sementara dari lembar angket yang diberikan kepada seluruh siswa terlihat jelas bahwa siswa sudah memahami tentang sikap kritis dimana rata-rata jawaban adalah 83,81 baik sekali dan karakter kemandirian dan kerjasama rata-rata jawaban angket adalah 77,12 baik, toleransi atau saling menghargai adalah 86,56 baik sekali, rasa ingin tahu dan kreativitas 76,60 baik dan karakter tanggungjawab atau menjaga amanah adalah 76,73 baik. Dari hasil wawancara yang dilakukan terlihat seluruh siswa yang diwawancarai mengakui bahwa ajaran Paulo Freire dapat meningkatkan sikap kritis yang baik pada diri mereka. Mufiati 2015 dengan judul Sinergitas Antara Konsep Pendidikan Humanistik Paulo Freire dengan Konsep Taksonomi Tujuan Pendidikan Benjamin S. Bloom dan Relevansinya dalam Pengembangan Pembelajaran Bahasa Arab, menjelaskan bahwa konsep pendidikan humanistik dengan 55 konsep taksonomi tujuan pendidikan memiliki hubungan saling keterkaitan dan relevan serta memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap pengembangan pembelajaran bahasa Arab. Aplikasi konsep pendidikan humanistik dalam proses pembelajaran bahasa Arab merujuk pada motivasi dan kesadaran diri untuk maju dan menjadi manusia yang lebih baik, sedangkan taksonomi tujuan pendidikan adalah penekanan pada ranah kognitif dan ditambah dengan perilaku ranah afektif dan psikomotorik. Tujuan utama pengajaran bahasa Arab berorientasi untuk membentuk kompetensi komunikasi secara luas, dengan kemahiran bahasa sebagai fondasi penguasaan bahasa. Pengajaran bahasa Arab diarahkan untuk menjadikan individu yang kreatif dalam mengembangkan potensi dirinya bagi penguasaan bahasa. Nurul Huda 2014 dengan judul penelitian Perbandingan Pemikiran Paulo Freire dengan Ki Hadjar Dewantara Tentang Konsep Pendidikan Humanistik serta Relevansinya Terhadap Pendidikan Agama islam, menjelaskan bahwa adanya beberapa persamaan dan perbedaan antara pemikiran pendidikan humanistik Paulo Freire dan Ki Hadjar Dewantara. Adapun persamaan dapat dilihat dari pandangan mereka tentang konsep manusia dan pendidikan, meliputi : 1. Pengakuan terhadap keberadaan fitrah manusia, yakni manusia memiliki kemampuan atau potensi dalam dirinya untuk berkembang. 2. Humanisasi pendidikan, yakni menjadikan pendidikan sebagai media pembentukan manusia seutuhnya, dan pembebasan sebagai tujuan pendidikan. 3. Sama sama memandang pendidik sebagai seseorang yang mempunyai kemampuan untuk memberi arahan atau tuntunan, juga