Hasil Pembelajaran Peserta Didik dalam Perspektif Pedagogi Kritis Paulo Freire

215 Thayyibah Indonesia bahwa evaluasi pembelajaran selalu dilakukan bersama- sama. dilakukan bersama-sama dan merupakan inti dari pembelajaran di Qaryah Thayyibah. Masalah yang di evaluasi tersebut adalah evaluasi tentang kegiatan pembelajaran, individu, kelas, dan forum. FAPD128.04.2016 Pendamping Sering. Itu malah jadi intinya. Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada pendamping, dapat diketahui bahwa evaluasi merupakan hal yang inti dari proses pembelajaran. PD203.05.2016 Pendamping Iya pasti. Jadi, evaluasi tentang kegiatan pembelajarannya, individu, kelas, forum. Ada evaluasi bersama pendamping ada evaluasi bersama siswa. Kadang juga pendamping melakukan evaluasi untuk meningkatkan keaktifan siswa. Itu didiskusikan kembali. Setelah ada evaluasi, setiap siswa pasti ada perubahan tapi tingkatannya berbeda. Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada pendamping, dapat diketahui bahwa evaluasi selalu dilakukan. Bentuk dari evaluasi tersebut adalah evaluasi tentang kegiatan pembelajaran, individu, kelas, dan forum..

M. Pembentukan Karakter di Qaryah Thayyibah

Nama Transkip Reduksi Data Kesimpulan AB25.04.2016 PendiriKetua Pembina Yayasan Pembentukan karakter, dari dulu sama. Karakter itu berpikir inovatif. Kadang-kadang Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada pendiri Qaryah Berdasarkan beberapa pendapat dari narasumber, dapat disimpulkan bahwa 216 Pendidikan Qaryah Thayyibah Indonesia diterjemahkan dengan sopan santun. Peneliti kurang sepakat. Karakter itu membangun kesadaran dan itu yang memanusiakan. Bukan unggah-ungguh. Penekanan kedisiplinan dan kesopanan tidak ada. Kesopanan itu kan sangat kontekstual, jadi kalau pemaksaan pada siswa sebagai pemilik jaman pada norma yg berlaku, orang menyebutnya kesopanan bagi peneliti itu justru pembatasan. Definisi kesopanan bagi peneliti gak perlu, yang penting sadar tentang dirinya dan tidak ganggu orang lain itu prinsipnya. Jadi kalau orang merasa terganggu karena beda style, beda keyakinan, nah itu problemnya sebenarnya dia. Ketika kita melihat orang pakai kain rok mini tapi dia terganggu ya menurut peneliti dia sendiri yang memiliki problem. Ketika kita menekankan kesopanan itu akan membatasi siswa untuk berkreativitas karena Thayyibah dapat diketahui bahwa menurut bapak AB pembentukan katrakter seperti kedisiplinan dan kesopanan di Qaryah Thayyibbah tidak terlalu ditekankan. Setiap warga belajar harus dapat membangun kesadarannya untuk dapat bersikap disiplin tanpa harus dipaksa. Jika ada penekanan kedisiplinan dan kesopanan maka akan membatasi warga belajar. Selama warga belajar tidak mengganggu orang lain dan sadar akan dirinya hal itu merupakan prinsip yang ditekankan di Qaryah Thayyibah. pembentukan karakter di Qaryah Thayyibah tetap ada, karena kedisiplinan dan kesopanan bagian dari kehidupan, namun metode yang digunakan tidak menekan dan memaksa. Setiap warga belajar harus dapat membangun kesadarannya untuk dapat bersikap disiplin tanpa harus dipaksa. Jika ada penekanan kedisiplinan dan kesopanan maka akan membatasi warga belajar. Prinsipnya sesuai kesepakatan, sedangkan mengenai kesopanan, prinsipnya adalah tidak mengganggu orang lain. 217 itu pendefisian. Nah gak tau kenapa peneliti suka perkataan etika dan etiket menurut Gus Mus, beliau bilang ahok itu tidak punya etiket tapi sebenarnya dia beretika bagus. karena dia menggebrak sesuatu tapi dengan cara yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku. Orang menganggap itu tidak sopan. Membangun kepribadian siswa, sebenarnya pemberian kesempatan untuk berkreasi. Itu juga sebenarnya definisi pembentukan kepribadian dan moral itu di situ. Tadi peneliti sampaikan kenapa Ki Hajar Dewantara diagungkan, ya karena dia berani melawan porak poranda Belanda. Nah, orang seperti itu yang dianggap pemberontak sampai dibuang, itu ya orang yang bermoral. Mereka berani. Oleh norma-norma setempat kadang dianggap jahat. Pikiran perubahan ke arah yang lebih berkeadilan itu lebih bagus. Hanya cara-cara yang 218 terlalu keras itu menjadi konyol. Tidak ada penekanan kedisiplinan. Setiap siswa harus dapat membangun kesadaran dirinya unuk berdisiplin tanpa adanya paksaan. Dengan cara memperbanyak intensitas diskusi, agar siswa mampu berpikir kritis. Dengan memperbanyak diskusi maka siswa akan belajar berpikir, belajar memutuskan kesepakatan dan akan terbangun kesadarannya dengan sendiri. Misalnya, jika melakukan kesepakatan bersama untuk masuk jam 07.00, maka ia akan belajar untuk menepati janji karena kesadaran kritisnya sudah terbangun. Kadang siswa harus menundukkan kepala ketika ada orang tua. Itu merupakan hasil budaya yang sudah terstruktur sejak dulu. Orang-orang yang tradisional, sopan santun merupakan hal penting. Ya saya memahami karena