Hukum Syariat Keempat: Makruh

yang wajib sebagai sumber dan begitu pula penambahan atasnya, oleh sebab itu, Malik RA melarang untuk menyambung puasa sunah enam hari pada bulan Syawwal, agar tidak dianggap bagian dari puasa Ramadhan. Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam kitab Musnad-rya 15 bahwa seorang laki-laki masuk ke dalam masjid Rasulullah SAW, kemudian shalat fardu dan langsung berdiri untuk mengerjakan shalat dua rakaat, maka Umar bin Khaththab RA berkata kepadanya, Duduklah hingga kamu dapat memisahkan antara shalat fardhu dengan shalat sunahmu, dan beginilah celakanya orang-orang sebelum kita. Rasulullah SAW lalu bersabda, Allah telah memberikan kepadamu kebenaran wahai lbnu Khaththab. Maksud Umar, orang-orang sebelum kita telah menyambung shalat sunah dengan shalat fardhu, sehingga mereka berkeyakinan bahwa semua shalat tersebut hukumnya wajib, padahal merubah syariat secara mufakat hukumnya haram.

5. Hukum Syariat Kelima: Mubah

Semua yang berkaitan dengan dalil-dalil yang mubah dan kaidah- kaidahnya dari syariat, seperti membuat alat pengayak untuk tepung, dalam perkataan ulama, Sesuatu yang baru yang pertama kali diciptakan setelah wafatnya Rasulullah SAW yaitu membuat alat pengayak tepung. Sebab membuat gandum menjadi lunak merupakan perkara yang mubah, sehingga sarananya pun mubah. Bidah jika dipaparkan, pasti bertentangan dengan kaidah-kaidah syariat dan dalil-dalilnya, maka segala sesuatu yang berkaitan dengan dalil- dalil dan kaidah-kaidah hukum pasti berhubungan dengan hal yang diwajibkan atau diharamkan, atau selain keduanya. Kita tidak boleh melihat perkara tersebut dari sisi bidah dengan mengabaikan sesuatu yang berkenaan dengan hukumnya, sebab semua kebaikan hanya dengan mengikuti Sunnah dan 15 Yang dimaksud adalah Abu Daud Ath-Thayalisi, karena dialah pemilik Musnad, namun para ulama lebih banyak menggunakan nama tersebut. Jika disebutkan nama Abu Daud, maka yang diinginkan ada pemilik Sunan. Tidak untuk tujuan komersil Maktabah Raudhatul Muhibbin semua keburukan dikarenakan perbuatan bidah. Setelah membagi hukum-hukumnya menjadi lima bagian; syaikhnya mengomentari kaidah-kaidah yang dibuatnya dalam pembahasan tentang bidah, diantaranya bahwa cara untuk mengetahui perkara tersebut adalah dengan mempertemukan dengan kaidah-kaidah syariat, apabila masuk dalam kategori kaidah wajib maka hukumnya wajib, hingga perkataannya, Dan bidah yang wajib memiliki contoh. a. Mempelajari sesuatu yang dapat dipahami dari firman Allah SWT dan sabda Rasul SAW. Bukankah menjaga syariat hukumnya wajib? b. Menjaga arti-arti yang aneh dalam Al Qur’an dan Sunnah dari segi bahasa. c Menulis dan membukukan ilmu ushul fikih. d. Pembahasan tentang ilmu AlJarah wa At-Ta’dil ilmu yang mempelajari tentang cacat dan tidaknya perawi hadits, untuk membedakan riwayat yang shahih dengan riwayat yang salah. la kemudian berkata, Bidah yang diharamkan mempunyai permisalan diantaranya: aliran Qadariyah, aliran Jabariyah, aliran Murjiah, serta aliran Mujassamah, sedangkan menentang mereka termasuk kategori bidah yang wajib. la berkata, Bidah yang mandub sunah memiliki permisalan diantaranya: membuat benteng, sekolah, dan jembatan. Diantaranya: semua perbuatan baik yang belum ditentukan pada masa-masa pertama. Diantaranya: pembahasan tentang pendalaman ilmu tasawuf dan tentang debat. Diantaranya: mendirikan tempat perkumpulan untuk membahas dalil-dalil dari suatu permasalahan, jika bertujuan semata-mata mencari keridhaan Allah. la berkata, Perkara makruh mempunyai permisalan diantaranya: mewamai masjid dan menghiasi mushaf Al Qur’an. Adapun membaca Al Qur’an dengan dibuat-buat yang menyebabkan perubahan arti dari bahasa Arab asli, maka pendapat yang benar adalah termasuk bidah Tidak untuk tujuan komersil Maktabah Raudhatul Muhibbin