kita bahas saat ini, berbeda dengan mengikat diri pada tempat tertentu. Sesungguhnya ia dikhususkan, sama dengan sifat keduanya, yaitu untuk
beribadah, jika demikian maka peribadatan tersebut menjadi tujuan dan kebiasaan, sehingga penghuninya mempunyai perbedaan dengan orang lain
dalam masalah ajaran agama, madzhab, pakaian, dan keyakinan.
2. Ada dan Tidaknya Bidah pada Pembuatan Jembatan
Yang demikian ini kembali pada pembetulan jalan dan penghilangan rintangan dari para penggunanya. Oleh sebab itu ia mempunyai dasar hukum
syariat dalam hadits tentang sifat-sifat iman, yakni menghilangkan sesuatu yang membahayakan dari jalan, sehingga ini sama sekali tidak dapat
dikategorikan sebagai bidah.
Perkataannya: Setiap kebaikan yang tidak ditentukan hukumnya pada masa pertama, maka didalamnya terdapat hukum-hukum yang terperinci,
sehingga kebaikan yang telah diperintahkan tidak akan terlepas pada pertama kalinya untuk dipahami dari segi syariat, bahwa ia telah dikuatkan dengan
ikatan ubudiyah. Apabila telah dikuatkan dengan perkara ubudiyah yang tidak dapat diterima akal tentang pengertiannya, maka tidak diperkenankan
untuk menggunakannya kecuali dari sisi tersebut. Namun jika di dalam dasar pensyariatannya tidak dikuatkan dengan perkara ubudiyah, maka bila ditinjau
dari semua sisi, tidak dapat dikatakan bahwa ia bukan perkara bidah, kecuali pada salah satu sisi dari tiga sisi berikut ini;
Pertama: Keluar dari dasar yang telah ditetapkan syariat, yaitu: kebaikan yang diikuti kesombongan dan keburukan, bersedekah dari harta yang
dipinjamkan kepadanya, dan lainnya yang pada saat itu berubah menjadi kemaksiatan.
Kedua: Bertahan pada sisi yang tidak menyebabkan bahaya, yang telah membuat orang-orang bodoh beranggapan bahwa perkara tersebut
Tidak untuk tujuan komersil Maktabah Raudhatul Muhibbin
tidak diperbolehkan kecuali dari segi tersebut. Jadi, pada saat itu, bertahan dengan perinsip yang telah disebutkan merupakan perbuatan bidah, bahkan
bidah yang tercela dan menyesatkan insyaallah akan dijelaskan selanjutnya. Dengan demikian, tidak dapat menjadi sesuatu yang mubah.
Ketiga: Berpatokan pada pendapat akal seseorang yang menyatakan bahwa pengertiannya masuk akal dan selainnya adalah bidah yang tercela.
Seperti orang yang membenci mengayak tepung dengan alat cetakannya, menurutnya itu bukan termasuk bidah yang mubah dan bukan pula bidah
yang dianjurkan. Adapun pembahasan masalah shalat tarawih, telah dijelaskan
sebelumnya.
3. Delik-delikTasawuf
Tasawuf bukan termasuk perkara bidah dan bukan pula permasalahan yang dapat dipecahkan dengan dalil secara mutlak, karena perkara ini terbagi-
bagi. Untuk lebih mudah dipahami, lafazh tasawuf harus diterangkan terlebih
dahulu, agar hukumnya menjadi jelas dan terperinci, karena menurut para ulama mutakhkhirin tasawuf adalah perkara yang global. Kesimpulan tentang
pengertian lafazh tasawuf, menurut mereka ada dua, yaitu: 1.
Berakhlak dengan akhlak yang terpuji dan meninggalkan akhlak yang tercela.
2. Melupakan hal-hal yang berkaitan dengan dirinya dan selalu bersama
Allah. Kedua pengertian tersebut pada hakikatnya memiliki satu arti,
namun yang satunya diartikan sebagai awal perjalanan dan yang satunya lagi diartikan sebagai akhir perjalanan.
Kedua pengertian tersebut adalah sifat tasawuf, namun pengertian yang pertama tidak berhubungan dengan keadaan {Al Hal, sedangkan yang
kedua berhubungan dengan keadaan.
Tidak untuk tujuan komersil Maktabah Raudhatul Muhibbin