Penolakan Orang-orang yang Condong kepada Kesesatan terhadap Hadits-Hadits yang Tidak Sejalan
berkata, Tidak ada seorang pun yang dapat mengampuni seorang pencuri selain penguasa. Aku lalu membacakan sebuah hadits kepadanya dari
periwayatan Shafwan bin Umayyah, dari Nabi SAW, beliau bersabda,
Tidak untuk tujuan komersil Maktabah Raudhatul Muhibbin
Maka mengapa tidak sebelum kamu membawanya kehadapanku. la berkata, Apakah kamu mau bersumpah atas nama Allah bahwa
Nabi SAW mengatakannya? Aku berkata, Apakah kamu mau bersumpah dengan nama Allah bahwa Nabi SAW tidak mengatakannya?Aku kemudian
menceritakan haditsnya kepada Ibnu Aun —ia berkata— tatkala perdebatan semakin memuncak, ia berkata, Wahai Bakr Riwayatkanlah haditsnya.
Mereka telah menjadikan ketetapan dalil tentang keberadaan shiratal mustaqjm, timbangan amal perbuatan, dan telaga Rasulullah SAW dengan
pendapat yang tidak masuk akal. Telah ditanyakan kepada salah seorang dari mereka, Apakah dikafirkan seorang yang mengatakan dapat melihat
Allah pada Hari Kiamat? Ia menjawab, Tidak dikafirkan, karena ia berpendapat tentang perkara yang tidak masuk akal, sedangkan orang yang
berpendapat tentang perkara yang tidak masuk akal tidak termasuk kafir. Sebagian kelompok mereka menolak hadits-hadits yang diriwayatkan
oleh satu orang Khabar Ahad secara keseluruhan dan hanya memakai hadits yang dinilai baik oleh akal mereka dalam memahami Al Quran, hingga
mereka menghalalkan khamer dengan firman Allah, Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang shalih karena
memakan makanan yang telah mereka makan dahulu. Qs. Al Ma’idaah [5]: 93 Mereka dan orang-orang yang seperti mereka telah disabdakan
Rasulullah,
Pasti kamu akan mendapatkan orang yang duduk-duduk disofanya
kemudian datang kepadanya perkara dari perkara-perkaraku yang telah kuperintahkan atau yang telah kularang untuk mengerjakannya, maka
ia menjawab, Aku tidak tahu, apa-apa yang kami dapatkan di dalam kitab Allah kami ikuti.
Ini adalah ancaman yang keras yang mencakup larangan dan akan menimpa orang-orang yang mengingkari Sunnah
Tatkala penolakan mereka didasarkan pada hukum akal, maka pembahasan perkara ini dengan mereka merujuk kepada dasar-dasar
penilaian baik dan buruk yang telah disebutkan dalam ilmu ushul. Umar bin Nadhr berkata, Pada suatu hari Amr bin Ubaid ditanya
tentang sesuatu —saat itu aku didekatnya— lalu ia menjawabnya. Kemudian aku katakan kepadanya, Bukan demikian yang dikatakan sahabat-sahabat
kami. Ia berkata, Siapa sahabat-sahabat kamu, kamu tidak mempunyai bapak? Aku menjawab, Ayyub, Yunus, Ibnu Aun, dan At-Timi. Ia berkata,
Mereka adalah najis-najis dan orang-orang yang mati tidak pernah hidup. Ibnu Iliyyah berkata, Telah diriwayatkan kepadaku oleh Al Yasa, ia
berkata, Pada suatu hari Washil maksudnya Ibnu Atha’ berpendapat
—perawi berkata— maka Amr bin Ubaid berkata, Tidakkah kalian mendengar? Tidaklah perkataan Al Hasan dan Ibnu Sirin yang telah kamu
dengar kecuali bagian darah haid yang hitam yang dilemparkan. Washil bin Atha’ adalah orang pertama yang berpendapat tentang
pemisahan diri Mutazilah, Amr bin Ubaid ikut dengannya dalam perkara tersebut, lalu ia sangat terkesan dengannya, maka ia menikahkan adik
perempuannya dengan Washil bin Atha dan ia berkata kepadanya, Saya menikahkan kamu dengan seorang laki-laki yang pantas menjadi khalifah.
Mereka lalu melampaui batas dan berlebih-lebihan, hingga mereka menentang Al Qur
’
an secara terang-terangan dengan pendapat mereka yang keliru. Amr bin Ali menceritakan bahwa ia mendengar dari seseorang yang
dipercayainya, ia berkata, Aku berada di dekat Asmr bin Ubaid —ia sedang duduk di toko Usman Ath-Thawil— lalu datang seorang laki-laki dan berkata,
Wahai Abu Usman Apa yang kamu dengar dari Al Hasan tentang
Tidak untuk tujuan komersil Maktabah Raudhatul Muhibbin
pendapatnya di dalam firman Allah, Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar
jugake tempat mereka terbunuh. Qs. Aali Imran [3]: 154. Amr bin Ubaid berkata, Maukah kamu aku beritahu tentang pendapat Hasan? Laki-
laki itu menjawab, Aku tidak mau kecuali dari pendapat Al Hasan. la berkata, Saya mendengar Al Hasan berkata, Allah telah menentukan atas satu kaum
untuk berperang, maka mereka tidak akan mati kecuali terbunuh. Aku telah menentukan atas satu kaum dengan kesia-siaan, maka mereka tidak akan
mati kecuali sia-sia. Allah telah menentukan atas suatu kaum dengan tenggelam, maka mereka tidak akan mati kecuali tenggelam. Allah yang telah
menentukan atas satu kaum dengan terbakar, maka mereka tidak akan mati kecuali dengan terbakar. Usman Ath-Thavvil kemudian berkata, Wahai Abu
Usman Bukan demikian pendapat kami. Amr menjawab, Aku telah katakan bahwa aku ingin memberitahukamu tentang pendapatku yang baik, dan saya
mendustai Al Hasan. Diriwayatkan dari Al Atsram, dari Ahmad bin Hanbal, ia berkata;
Muadz meriwayatkan kepada kami, ia berkata, Aku sedang bersama Amr bin Ubaid, lalu datang Ustman bin Fulan, ia berkata, Wahai Abu Usman
Aku mendengar —demi Allah— dengan kekufuran. Ia menjawab, Apa itu? jangan tergesa-gesa mengafirkan. Ia berkata, Hasyim Al Auqash
mengatakan bahwa Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya diaakan binasa. Qs. Al Lahab [111]: 1 dan firman-Nya, Biarkanlah Aku
bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian. Qs. Al Muddatstsir [74]: 11 tidak termasuk di dalam pokok-pokok Al Qur an,
Allah SWT telah berfirman, Haa Miim. Demi kitab Al Qur an yang menerangkan. Sesungguhnya Kami menjadikan Al Qur an dalam bahasa
Arab supaya kamu memahaminya. Dan sesungguhnya Al Qur an itu dalam induk Al Kitab Lauh Mahfuzh di sisi Kami, adalah benar-benar
tinggi nilainya dan amat banyak mengandung hikmah. Qs. Az-Zukhruf [43]: 1- 4. Tidaklah dikatakan kafir kecuali yang disebutkan ini. Kemudian ia
terdiam sejenak, lalu berkata, Demi Allah Jika perkaranya seperti yang kamu katakan, maka tidak ada celaan bagi Abu Lahab dan Al Wahid.
Tidak untuk tujuan komersil Maktabah Raudhatul Muhibbin
Utsman telah menyampaikan —di majelisnya— Demi Allah, inilah ajaran agama. —Muadz berkata— kemudian pada akhirnya ia berkata, Aku lalu
memberitahukan kepada Waqi, maka ia berkata, Orang yang mengatakannya hendaknya diperintahkan untuk bertobat. Jika mau
bertobat... dan jika tidak mau maka harus dipenggal lehernya. Telah diceritakan seperti riwayat ini, akan tetapi dari sebagian orang
yang teledor dari para imam ahli hadits. Diriwayatkan dari Ali bin Al Madini, dari Mumal, dari Al Hasan bin
Wahab Al Jumaha, ia berkata: Yang terjadi antara diriku dengan si fulan adalah perkara yang khusus, kemudian ia berangkat dengan istrinya ke sumur
Maimun. Setelah itu ia mengutus seseorang kepadaku agar dapat mengajakku ke tempatnya, maka saya mendatanginya pada sore hari dan tinggal
dirumahnya. Perawi berkata, Ia di satu tenda dan aku di tenda yang lain. Aku mendengar semalam suntuk suaranya yang seperti suara lebah. Pada
pagi harinya, ia menyediakan makan pagi dan kami pun sarapan pagi bersama-sama. Perawi meneruskan, Ia lalu menyebutkan tentang
hubunganku dengan dirinya dari persaudaraan dan kebenaran. Ia berkata kepadaku, Aku mengajakmu kepada pendapatku yang baik. Perawi
bercerita, Lalu ia membuka permasalahan tentang takdir. Perawi melanjutkan, Maka aku bangkit dari sisinya dan tidak pernah lagi berbicara
dengannya sampai ia meninggal dunia. Perawi bercerita lagi, Suatu hari aku pergi untuk thawaf dari satu
jalan dan ia masuk, atau aku yang masuk sementara ia keluar, kemudian ia menggenggam tanganku dan berkata, Wahai Abu Umar Sampai kapan?
Sampai mati? Perawi berkata lagi, Aku tidak menjawabnya, maka ia berkata, Apa kesalahanku? Bagaimana menurutmu jika seseorang berkata, Binasalah
kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya ia akan binasa. Bukanlah termasuk Al Quran? Apa pendapatmu? Perawi bercerita, Aku pun
melepaskan tangannya dari tanganku. Ali berkata, Mu’mal berkata, Kemudian aku menceritakannya kepada
Sufyan bin Uyainah dan ia berkata kepadaku, Aku tidak mengira sampai
Tidak untuk tujuan komersil Maktabah Raudhatul Muhibbin
sedemikian rupa pendapatnya. Ali berkata, Aku mendengarnya dan Ahmad bin
17
. la berkata, Sufyan bin Uyainah telah meriwayatkan kepadaku, dari
Mala Ath-Thahhan dengan sebagian haditsnya, ia berkata, Tidak ada jalan bagi pembuat pendapat akal seperti ini kecuali dibunuh.
Lihatlah keberanian mereka terhadap Al Qur an dan Sunnah Nabi- Nya SAW Semua itu pembenaran untuk aliran mereka atas kemurnian yang
hak dan memperkuat mereka terhadap keagungan syariat bagi orang yang ingin mencari jalan keluar dari perkaranya, maka mereka menakwilkan yang
jelas serta mengikuti yang mutasyabihat. Akan dijelaskan selanjutnya dan mereka semua dibawah celaan perbuatannya.
Sebagian golongan yang tumbuh dari bibit-bibit bidah terkadang beralasan bahwa —hadits-hadits yang mereka tolak— mengandung arti zhan
prasangka, sedangkan Al Qur an telah mencela prasangka seperti, Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan dan apa yang diingini oleh
hawa nafsu mereka. Qs. An-Najm [53]: 23 dan Mereka tidak Jain hanyalah mengikuti prasangka sedang sesungguhnya prasangka itu tiada berfaidah
sedikitpun terhadap kebenaran. Qs. An-Najm [53]: 28 Serta semua ayat yang mengandung pengertiannya, sampai-sampai mereka telah menghalalkan
perkara-perkara yang diharamkan Allah SWT atas lisan Nabi-Nya SAW. Tidak ada dalam Al Qur an dalil yang menyatakan pengharamannya, tetapi mereka
melakukannya, karena bertujuan menguatkan pandangan akal yang mereka nilai baik.
Sedangkan maksud dari perkara zhan prasangka dalam Al Qur an dan hadits tidaklah seperti anggapan mereka yang keliru, dan kami telah
mendapatkan tiga kejanggalan padanya: 1. Zhan prasangka di dalam dasar-dasar agama tidak dapat dipakai
menurut ulama, karena kemungkinan ada sesuatu yang berlawanan dalam diri orang yang berprasangka tersebut. Berbeda dengan zhan
17
Bayadh menurut teks aslinya.
Tidak untuk tujuan komersil Maktabah Raudhatul Muhibbin
dalam cabang-cabang ilmu fikih, ia dapat dipakai menurut ahli syariat karena ada dalil yang membolehkan untuk memakainya. Sesungguhnya
az-zhan itu tercela kecuali yang berhubungan dengan cabang-cabang hukum agama, dan ini pendapat yang benar yang telah disebutkan
oleh para ulama dalam pembahasan perkaranya. 2.
Zhan di sini adalah sebagai pembenaran salah satu dari dua dalil yang bertentangan tanpa dalil penguat yang membenarkan, maka perkara
tersebut pasti tercela, karena ia berperan sebagai penentu hukum. Oleh sebab itu, di dalam ayat Al Qur’ an ia diikutkan dengan hawa
nafsu, Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka. Seakan-akan
mereka cenderung pada suatu perkara dan hanya mengikuti hawa nafsu, maka telah ditetapkan celaan baginya. Berbeda dengan zhan
prasangka yang dikuatkan dengan dalil, ia pasti tidak tercela, sebab ia jauh dari pengikutan terhadap hawa nafsu. Oleh karena itu,
ditetapkan kebenaran hukumnya dan dijalankan kandungannya, sebab memang pantas menjalankan perbuatan yang sepertinya,
sebagaimana cabang-cabang ilmu agama. 3. Sesungguhnya
zhan prasangka terbagi dua bagian: a. Zhan yang bersandar pada dalil qath’i Ia adalah prasangka-
prasangka zhunun yang dipakai dalam syariat, di mana saja ditemukan, karena ia bersandar pada dalil yang jelas dan termasuk
jenis dalil yang jelas. b. Zhan yang tidak bersandar pada dalil qathi, tetapi mungkin
bersandar pada sesuatu yang tidak memiliki dasar. la adalah tercela —sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya— dan mungkin pula
bersandar kepada dalil zhanni yang sepertinya. Prasangka tersebut jika bersandar pada dalil yang qath maka statusnya
seperti poin a kepada zhan, maka kita harus menelitinya kembali. Bila bersandar pada dalil yang qath’i maka ia terpuji, sedangkan jika
tidak bersandar pada apa pun maka ia tercela. Pada prinsipnya, khabar
Tidak untuk tujuan komersil Maktabah Raudhatul Muhibbin
ahad sanadnya shahih dan harus disandarkan pada dalil-dalil yang qath i dalam syariat, maka wajib untuk diterima. Oleh sebab itu, kami
menerimanya secara mutlak. Sedangkan prasangka-prasangka orang- orang kafir yang tidak bersandar pada satu dalil pun, harus ditolak
dan tidak dianggap. Jawaban yang terakhir ini diambil dari sumber asli yang telah diterangkan di dalam kitab Al Muwafaqat. Segala puji
bagi Allah. Sebagian orang yang sesat dalam menentang hadits-hadits dan
menentang orang yang berpegang pada kandungannya telah melampaui batas, sampai-sampai mereka menganggap bahwa pendapat yang berdasarkan
hadits bertentangan dengan akal sehat dan orang yang yang berpendapat dengannya termasuk orang yang kurang waras.
Diceritakan oleh Abu Bakar bin Al Arabi dari sebagian orang yang dijumpainya di Masyriq orang-orang yang mengingkari perkara melihat
Allah, bahwa ia telah bertanya kepadanya, Apakah orang yang berpendapat tentang ketentuan dapat melihat Allah dikafirkan? Orang itu menjawab,
Tidak, karena ia berpendapat tentang sesuatu yang tidak masuk akal, dan orang yang berpendapat tentang sesuatu yang tidak masuk akal tidak
dikafirkan. Ibnu Arabi berkata, Inilah kedudukan kita menurut mereka, maka
selayaknya orang yang benar-benar diberikan petunjuk jalan yang lurus mengambil pelajaran dari pengikutannya terhadap hawa nafsu. Semoga
Allah melindungi kita dari perkara tersebut dengan pertolongan dari-Nya. Sebagian orang yang teledor pada zaman kita tergelincir ke dalam
perkara ini dan ia mengira semua khabar ahad hanya prasangka, sebagaimana disebutkan dalam perkataan ulama, Seburuk-buruk suara
hati seseorang adalah prasangkanya. Dalam perkataan ulama yang lain, Hati-hatilah kamu terhadap
prasangka, sesungguhnya prasangka adalah pembicaraan yang paling dusta. Ini adalah pendapat orang-orang yang paling terakhir tergelincir. Semoga
Allah SWT menjauhkan kita darinya.
Tidak untuk tujuan komersil Maktabah Raudhatul Muhibbin