Penjelasan tentang Arti Umum Bidah
syariat —hal yang dimaafkan— juga tidak dinamakan dengan kesesatan serta tidak dikatakan sesat bagi orang yang berbuat kesalahan dengan tidak
disengaja. Namun hal itu —wallahu alam— berfungsi sebagai hikmah yang bertujuan memberi peringatan terhadap hal-hal yang menyesatkan; sesat
dan kesesatan adalah lawan dari petunjuk dan memberi petunjuk. Orang-orang Arab menyebut kata al huda petunjuk untuk sesuatu
yang nyata dan dapat dirasakan dengan panca indra. Contoh: kamu berkata, Aku menunjukkan jalan kepadanya dan aku telah menunjuki sebuah jalan
kepadanya. Dari pengertian tersebut dipindahkan ke makna jalan yang baik dan buruk, Allah SWT berfirman, Sesungguhnya Kami telah menunjukinya
jalan yang Jurus. Qs. Al Insaan [76]: 3 dan Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. Qs. Al Balad [90]: 10 dan, Tunjukilah kami
jalan yang lurus. Qs. Al Faatihah [1]: 6. Kata ash-shirath, ath-thariq, dan as-safomemiliki satu arti —yaitu jalan
yang dapat dirasakan— dan sebagai kalimat majazi pada pengertian tentang jalan secara maknawiahnya. Lawan katanya adalah kesesatan, yaitu keluar
dari jalan yang lurus, seperti unta atau domba yang tersesat. Seseorang yang tersesat artinya keluar dari jalan yang benar, karena ia bingung atas
suatu perkara dan ia tidak mempunyai orang yang dapat memberi petunjuk dan menunjukkan jalan penunjuk jalan.
Tatkala pelaku bidah telah dikuasai oleh hawa nafsu dan kebodohan terhadap jalan-jalan Sunnah, maka ia akan mengira bahwa sesuatu yang
dihasilkan oleh akalnya adalah jalan lurus, sehingga dengan keyakinan penuhnya ia mengikuti jalan tersebut, padahal ia berada pada jalan yang
sesat yang ia sangka benar. Ia seperti orang yang berjalan pada malam yang gelap dan tidak ada satu pun orang yang menunjukinya.
Orang-orang yang berbuat bidah dari umat ini tersesat karena mengambil dalil-dalil berdasarkan hawa nafsu dan syahwat, bukan dengan
kehati-hatian dan selalu berada di bawah hukum-hukum Allah. Seperti inilah perbedaan antara bidah dengan yang lainnya. Orang yang berbuat bidah
menjadikan hawa nafsu sebagai tujuan utama dan mengambil dalil dengan
Tidak untuk tujuan komersil Maktabah Raudhatul Muhibbin
cara mengikuti orang lain, sementara kebanyakan dalil-dalil yang ada secara umum berlandaskan pada perkataan orang-orang Arab. Oleh karena itu,
yang dituntut adalah kehati-hatian dalam bergaul dengan hal-hal yang zhahir, sebab bisa jadi engkau mendapatkan nash yang tidak membutuhkan takwil,
atau mungkin zhahir yang membutuhkan takwil secara tepat, sebab hal itu berkaitan dengan khazanah keilmuan selain ilmu ini. Setiap yang tersurat
bisa jadi menuntut pengertian yang tidak bersesuaian dengan maksud yang terkandung dan dapat ditakwilkan dengan penakwilan yang salah karena
tidak sesuai dengan maksud sebenarnya. Jika demikian fenomenanya, maka itulah kebodohan terhadap usul syariat dan tujuan-tujuannya. Hal tersebut
lebih berbahaya dan lebih dekat pada penyimpangan, bahkan telah keluar dari tujuan-tujuan syariat.
Oleh karena itu, orang yang mengalaminya pasti berada jauh dari Sunnah dan terkurung dalam kesesatan bidah, dan ketika dikalahkan oleh
nafsu, ia akan sangat mampu mengarahkan dalil-dalil yang sesuai dengan hawa nafsunya.
Bukti dari penjabaran tersebut adalah seorang pelaku bidah yang menisbatkan dirinya sebagai pengikut suatu ajaran, kecuali ia memberikan
persaksian atau penguat bidahnya dengan dalil-dalil syari dan mengartikan dalil-dalil tersebut sesuai dengan akal dan hawa nafsunya. Seperti inilah model
mereka dalam menyebarkan ajaran salah yang mereka yakini sebagai sebuah kebenaran.
Allah berfirman, Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu pula banyak orang yang
diberi-Nya petunjuk. Qs. Al Baqarah [2]: 26
u
Demikianlah Allah menyesatkan orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Qs. Al
Muddatstsir [74]:31 Namun mereka menyusun argumentasi dari ayat-ayat yang mutasyabih,
yang sedikit namun seperti berjumlah banyak. Inilah dalil nyata pengikutan hawa nafsu. Kebanyakan —bahkan umumnya— dalil jika menunjukkan sesuatu
Tidak untuk tujuan komersil Maktabah Raudhatul Muhibbin
secara zhahir, maka itulah yang benar. Namun jika pada pengertiannya terdapat sesuatu yang menyelisihi zhahir nash, maka hal itu sangat jarang
dan sedikit sekali. Oleh sebab itu, telah menjadi kewajiban nash yang zhahir untuk mengembalikan yang jumlahnya sedikit kepada yang jumlahnya banyak,
dan yang mutasyabih kepada yang jelas. Akan tetapi hawa nafsu telah membelokkan diri seseorang hingga
berada dalam bencana, padahal ia menganggap dirinya berada di atas jalan yang benar. Berbeda dengan orang yang bukan ahli bidah, ia menjadikan
petunjuk jalan yang benar sebagai tujuan utama dan mengenyampingkan hawa nafsu, maka ia akan mendapatkan bahwa kebanyakan dalil-dalil dan
sebagian besar ayat Al Qur ‘an sangat jelas menerangkan tentang hal-hal yang dicari, kemudian ia akan mendapatkan kebenaran. Adapun jika timbul
keraguan dalam hal tersebut, maka akan ia kembalikan kepada AI Qur’an atau kepada orang yang alim dan tidak memaksakan diri untuk
menakwilkannya. Allah berfirman, Adapun orang-orang yang dalam hatinya
condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat- ayat yang mutasyabihat... dan orang-orang yang mendalam ilmunya
berkata, Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami. Qs. Aali Imraan [3]: 7
Pada kondisi seperti itu tidak mungkin dapat dikatakan sebagai orang yang berbuat bidah atau sesat, meski terjadi kesalahan atau terdapat sesuatu
yang tidak diketahuinya. Dikatakan tidak termasuk pelaku bidah, karena ia mengikuti dalil-dalil yang diberikan kepadanya agar dapat berhati-hati, sambil
merentangkan tangan pengharapan pada akhirnya namun tetap mendahulukan perintah Allah. Ia juga dikatakan tidak sesat, karena ia berjalan
di atas kebenaran dan kepadanya ia kembali. Namun, jika suatu saat ia keluar darinya dan berbuat kekeliruan, maka tidak ada dosa baginya, bahkan ia
akan mendapat pahala, sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits shahih,
Tidak untuk tujuan komersil Maktabah Raudhatul Muhibbin
Jika seorang hakim berijtihad lalu salah, maka baginya satu pahala, dan jika benar maka baginya dua pahala.
Termasuk juga bukan orang yang tidak sesat adalah imam yang berijtihad mengenai suatu hukum untuk dirinya sendiri, dan tidak
dijadikan sebagai syariat yang harus dianut, sekalipun hasil ijtihad itu salah. Perlu diingat bahwa dosa yang dilakukan akibat mengikuti seseorang
terkadang disebut dengan mengikuti Sunnah, maka ia diperlakukan seperti orang yang pertama melakukan hal tersebut, seperti dalam hadits,
Tidak untuk tujuan komersil Maktabah Raudhatul Muhibbin
Barangsiapa membuat kebiasaan buruk, maka baginya dosa dan dosa orang yang mengerjakannya.
Tidaklah satu jiwa yang terbunuh dengan zhalim, maka atas anak Adam yang pertama bagian dari dosanya, karena ia yang
pertama kali membuat sunah perilaku pembunuhan. Jadi, pembunuhan dinamakan dengan sunah, yang dinisbatkan
kepada orang yang melakukan hal tersebut dan menjadikannya sebagai sesuatu yang diikuti. Namun hal itu tidak dinamakan bidah karena ia tidak
menjadikannya sebagai syariat, dan tidak dinamakan sesat karena ia tidak berada di jalan yang telah disyariatkan atau dalam rangka mengadakan
penentangan terhadapnya. Semua ini adalah pernyataan yang sangat jelas dan telah diperkuat
oleh sejarah dalam menamakan bidah sebagai bentuk kesesatan. Hal itu diperkuat juga dengan keadaan orang-orang sebelum Islam dan pada zaman
Rasulullah SAW, Dan apabila dikatakan kepada mereka, Nafkahkanlah sebagian dari rezeki yang diberikan Allah kepadamu, maka orang-orang
yang kafir itu berkata kepada orang-orang yang beriman, Apakah kami
akan memberi makan kepada orang-orang yang jika Allah menghendaki tentulah Dia akan memberinya makan?. Qs. Yaasin [36]: 47 Sesungguhnya
orang-orang kafir tatkala diperintahkan untuk berinfak, mereka sangat tamak terhadap hartanya dan ingin menjadikan ketamakan tersebut sebagai alasan.
Mereka berkata, Apakah kami memberi makan orang-orang yang jika Allah menghendaki tentulah Dia akan memberinya makan? Memang benar, jika
Allah menghendaki sesuatu maka Dia tidak membutuhkan seorang pun, akan tetapi Dia menguji hamba-Nya untuk mengetahui tindakan yang mereka
ambil. Ternyata mereka memakai nafsu dan mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat terhadap perkara tersebut, maka dikatakan, Tiadalah kamu
melainkan dalam kesesatan yang nyata. Qs. Yaasin [36]: 47
Allah berfirman, Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengakui dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan
kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut. Qs. An-Nisaa [4]: 60 Seakan-akan
mereka telah menyetujui diadakannya perundingan, tetapi mereka menginginkan keputusan hukum yang sesuai dengan kemauan mereka
yang menyimpang. Mereka menyangka bahwa semua keputusan adalah hukum, sehingga apa yang telah ditentukan oleh Kaab bin Asyraf atau yang
lain sama seperti hukum yang telah ditentukan oleh Nabi SAW, karena mereka tidak tahu bahwa hukum Nabi adalah hukum Allah SWT yang tidak
dapat ditolak, sedangkan hukum-hukum yang lain dapat tertolak jika tidak sejalan dengan hukum Allah.
Oleh karena itu, Allah berfirman, Dan syetan berrnaksud rnenyesatkan
mereka dengan penyesatan yang sejauh-jauhnya. Qs. An-Nisaa [4J: 60
Zhahir ayat menunjukkan bahwa ayat tersebut diturunkan kepada orang yang masuk Islam, berdasarkan firman Allah, Apakah kamu tidak
memperhatikan orang-orang yang mengakui dirinya.... Sedangkan kdompok
ulama tafsir berkata, Ayat ini diturunkan berkenaan dengan seorang lelaki dari golongan orang-orang munafik atau seorang laki-laki dari golongan
Anshar. Allah SWT berfirman, Allah sekali-kali tidak pernah mensyariatkan
Tidak untuk tujuan komersil Maktabah Raudhatul Muhibbin
adanya bahirah, saibah, wasilah dan ham. Qs. Al Maa idah [5]: 103 Mereka membuat syariat dan sesuatu yang baru dalam ajaran Ibrahim,
sebagai anggapan bahwa perkara tersebut dapat mendekatkan diri mereka kepada Allah, sebagaimana mereka dapat mendekatkan diri dengan
kebenaran yang telah diajarkan oleh Nabi Ibrahim AS, sehingga mereka tergelincir dan berdusta kepada Allah, karena menyangka bahwa yang ini
adalah dari yang itu, padahal tidak demikian. Oleh karena itu, Allah SWT berfirman setelah ayat tersebut,
Hai orang-orang yang beriman jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu dapat memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah
mendapat petunjuk. Qs. Al MaaMdah [5]: 105 Sesungguhnya rugilah orang yang membunuh anak-anak mereka
karena kebodohan lagi tidak mengetahui, dan mereka mengharamkan apa yang Allah telah rezekikan kepada mereka dengan semata-mata mengada-
adakan terhadap Allah. Qs. Al Anaam [6J: 140 Dan mereka memperuntukkan bagi Allah satu bagian dari tanaman
dan ternak yang telah diciptakan Allah. Al Anaam [6] 136 Dan demikianlah pemimpin-pemimpin mereka telah menjadikan
kebanyakan dari orang-orang yang musyrik itu memandang baik membunuh anak-anak mereka untuk membinasakan mereka dan untuk mengaburkan
bagi mereka agamanya. Qs. Al Anaam [6]: 137 Dan mereka mengatakan, Inilah binatang ternak dan tanaman
yang dilarang, tidak boleh memakannya, kecuali orang-orang yang kami kehendaki. Qs. Al Anaam [6]: 138.
Kesimpulannya adalah, mereka telah membunuh anak-anak mereka tanpa ilmu dan mengharamkan rezeki yang telah dianugerahkan Allah kepada
mereka dengan akal. Oleh karena itu, Allah berfirman, Sesungguhnya mereka telah sesat dan tidaklah mereka mendapat petunjuk. Qs. Al Anaam
[6]: 140. Allah SWT berfirman sesudah memberikan peringatan kepada mereka tentang pengharaman yang telah mereka lakukan, Katakanlah,
Tidak untuk tujuan komersil Maktabah Raudhatul Muhibbin
Apakah dua yang jantan yang diharamkan ataukah dua yang betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya.... Maka siapakah yang
lebih zhalim dari orang-orang yang membuat-buat dusta teihadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan? Sesungguhnya Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim. Qs. Al Anaam [6]: 144 Firman-Nya, Tidak memberi petunjuk. Artinya
adalah Allah menjadikan mereka tersesat. Ayat-ayat yang mengandung ketetapan terhadap kaum musyrik
berkenaan dengan kemusyrikan yang mereka perbuat juga menyebutkan kesesatan, karena hakikat perbuatan tersebut adalah keluar dan jalan yang
lurus meletakkan tuhan-tuhan mereka agar dapat mendekatkan din kepada Allah seperti yang mereka yakini. Mereka berkata, Kami tidak menyembah
mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya. Qs. Az-Zumar [39]: 3. Mereka menjadikan tuhan-tuhan
tersebut sebagai wasilah untuk dapat mendekatkan did sedekat-dekatnya, hingga akhirnya mereka menyembah selain Allah.
Menurut para ulama, pertama kaK yang mereka buat hanyalah seperti gambar yang mereka harapkan keberkahannya, lalu gambar tersebut
disembah. Orang-orang Arab kemudian mencontohnya dan membuatnya dari jenis yang lain tapi dengan tujuan yang sama. Perbuatan ini adalah
kesesatan yang nyata. Allah SWT berfirman, Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang
mengatakan, Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga. Qs. Al Maakiah [5]: 73
Mereka berprasangka kepada Tuhan yang Maha Benar seperti berprasangka kepada tuhan yang batil. Yang demikian itu berdasarkan dalil
yang mereka yakini, bahwa dalam perkara tersebut tidak terdapat perbedaan sebagaimana disebutkan oleh para ahli sejarah, maka dengan perkara yang
samar mereka tersesat dari kebenaran, juga karena meninggalkan perkara yang jelas dan kecenderungan mereka terhadap mutasyabihat, sebagaimana
yang dikabarkan Allah SWT dalam surah Aali Imraan.
Tidak untuk tujuan komersil Maktabah Raudhatul Muhibbin
Oleh karena itu, Allah berfirman, Katakanlah, Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan melampaui batas dengan cara tidak benar
dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya sebelum kedatangan Muhammad dan mereka
telah menyesatkan kebanyakan manusia, dan mereka tersesat dari jalan yang lurus. Qs. Al Maa idah [5]: 77 Mereka adalah orang-orang Nasrani,
mereka tersesat dalam masalah penilaian terhadap diri Isa AS. Allah juga telah berfirman setelah menjelaskan tentang ubudiyah Isa, Itulah Isa putra
Maryam, yang mengatakan perkataan yang benar, yang mereka berbantah- bantahan tentang kebenarannya. Qs. Maryam [19]: 34 Setelah penyebutan
tentang dalil-dalil tauhid serta penyucian bagi Allah Yang Esa terhadap pengangkatan anak dan penyebutan tentang perselisihan mereka dalam
perkataan mereka yang menyimpang, Dia berfirman, Tetapi orang-orang yang zhalim pada hari ini di dunia berada dalam kesesatan yang nyata.
Qs. Maryam [19]: 38. Allah SWT juga menyebutkan tentang orang-orang munafik; mereka
telah menipu Allah dan orang-orang yang beriman, karena mereka bersama- sama orang beriman mengerjakan perintah yang telah dibebankan dengan
bermalas-malasan dan hanya digunakan sebagai pelindung agar selamat, sehingga perbuatan tersebut tidak memberikan faidah sedikit pun kepada
mereka. Pada hakikatnya mereka menipu diri sendiri dan inilah yang dinamakan dengan kesesatan yang sebenarnya. Ketika ia mengerjakan
sesuatu, maka ia menganggap sesuatu itu miliknya, padahal ia hanyalah bagian darinya, namun ia tidak berada pada petunjuk amalnya dan tidak berjalan di
atas jalannya. Allah pun berfirman, Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka... Barangsiapa
yang disesatkan Allah, maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan untuk memberi petunjuk baginya. Qs. An-Nisaa [4]: 142-143
Allah juga berfirman menceritakan tentang seorang laki-laki yang datang dari kota yang jauh dengan bergegas dan berkata, Mengapa aku
akan menyembah tuhan-tuhan selain-Nya, jika Allah Yang Maha Pemurah menghendaki kemudharatan terhadapku, niscaya syafaat mereka tidak
Tidak untuk tujuan komersil Maktabah Raudhatul Muhibbin
memberi manfaat sedikit pun bagi diriku dan mereka tidak pub dapat menyelamatkanku?Qs. Yaasin [36]: 23 Artinya, Bagaimana mungkin
aku akan menyembah selain Allah yang tidak memberikan manfaat sedikit pun, dan aku meninggalkan Tuhan Yang Esa yang di Tangan-Nya terletak
kemudharatan dan kemanfaatan? Ini berarti keluar dari satu jalan menuju jalan yang lain, Sesungguhnya aku kalau begitu pasti berada dalam
kesesatan yang nyata. Qs. Yaasin [36]: 24 Contoh-contoh yang menguatkan asal usul perkara tersebut sangat
banyak, yang semuanya memperlihatkan banyak digunakannya kesesatan pada hal-hal yang dapat membuat pelakunya jatuh pada hal-hal syubhat yang
dipaparkan oleh orang lain kepadanya, atau mengikuti orang yang memaparkan keraguan kepadanya, kemudian kesalahan dan kesesatan
tersebut dijadikan syariat dan agama yang dianutnya, walaupun jelasnya jalan yang hak tidak dipertentangkan keberadaan dan kebenarannya.
Ketika kekafiran tidak hanya terbatas pada jalan ini, namun terdapat juga pada jalan yang lain yaitu kekafiran setelah datang petunjuk, sebagai
reaksi dari pembangkangan dan perbuatan zhalim, Allah SWT menyebutkan kedua jenis tersebut dalam surah Al Faatihah, Tunjukilah kami jalan yang
lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka. Qs. Al Faatihah [1]: 6-7 Ayat ini adalah dalil yang agung yang
diseurukan para nabi AS agar diikuti. Kemudian Allah berfirman, Bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat.
Orang-orang yang dimurkai adalah orang-orang Yahudi, karena mereka kafir setelah mereka mengetahui kenabian Muhammad SAW. Bukankah kamu
telah mengetahui firman-Nya tentang mereka, Orang-orang Yahudi dan Nasraniyang telah Kami beri Al Kitab Taurat dan Injil mengenal Muhammad
seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Qs. Al Baqarah [2]: 146 Sedangkan orang-orang yang sesat adalah orang-orang Nasrani, karena
mereka dinilai salah sesat dalam memandang diri Nabi Isa AS. Oleh karena itu, para mufasir ulama ahli tafsir berpendapat seperti yang telah diriwayatkan
dari Nabi SAW.
Tidak untuk tujuan komersil Maktabah Raudhatul Muhibbin
Yang dinyatakan berada dalam kesesatan adalah orang-orang musyrik yang telah mengadakan sesembahan selain Allah, seperti yang disebutkan
dalam ayat-Nya yang sekaligus menjadi bukti hal tersebut, Dan bukan pula jalan mereka yang sesat. Hal itu mencakup mereka dan orang-orang selain
mereka. Semua orang yang keluar dari jalan yang lurus termasuk di dalam kategorinya.
Yang termasuk dalam kategori kalimat dhaalliri
1
orang-orang yang sesat adalah semua orang yang keluar dari jalan yang lurus, baik dari umat
ini maupun umat lainnya, sebab yang telah disebutkan dalam ayat-ayat sebelum ini juga menunjukkan makna yang sama. Jadi, firman Allah SWT, Dan
janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain, karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Qs. Al Anaam [6]: 153 bermakna
umum, untuk semua bentuk kesesatan, seperti kesesatan yang ada dalam kemusyrikan atau kemunafikan, atau seperti kesesatan kelompok-kelompok
tertentu dalam agama Islam, bahkan yang demikian itu lebih mengena dan lebih patut untuk dimasukkan dalam kategori pengikut kesesatan serta lebih
pantas untuk dimasukkan secara menyeluruh dalam fatihatul kitab dan as- Ssab’u al matsani serta Al Quran.
Kita memang telah keluar dari pembahasan, namun hal itu masih termasuk dalam pembahasan yang sedang kita bahas ini. Semoga Allah
memberikan taufik-Nya kepada kita.
Tidak untuk tujuan komersil Maktabah Raudhatul Muhibbin