Syiah Imamiyah SUMBER PENGAMBILAN AHLI BIDAH

yang mendominasi, karena berlebih-lebihan dalam pengagungan dan fanatik terhadap golongan akan membentuk orang sepertinya atau lebih parah darinya. Orang menengah dari mereka menganggap bahwa ia sama dengan Nabi, akan tetapi ia tidak mendapatkan wahyu. Sebuah berita sampai kepadaku dari kalangan orang yang berlebih-lebihan dalam menyanjung guru mereka dan mengusung tarekatnya menurut persangkaan mereka, seperti yang diklaim oleh murid-murid Al Hallaj secara objektif tentang guru mereka. Sementara orang-orang yang berlebih-lebihan menganggap lebih keji dari itu, seperti yang diklaim sahabat-sahabat Al Hallaj tentangnya. Salah seorang guru yang adil dan jujur dalam penukilan meriwayatkan kepadaku, ia berkata: Aku pernah tinggal beberapa masa pada salah satu pedalaman desa yang di dalamnya terdapat banyak kelompok yang seperti itu. Suatu hari aku keluar dari rumahku untuk menyelesaikan beberapa urusan, lalu aku melihat dua orang sedang duduk. Aku mengira keduanya sedang membicarakan beberapa cabang tarekat mereka, maka aku mendekati keduanya secara sembunyi-sembunyi untuk mendengar percakapan mereka, —karena kebiasaan mereka adalah menyembunyikan rahasia mereka— maka aku mendengar keduanya berbicara tentang guru mereka dan kebesarannya di mata mereka; bahwa tidak ada seorang pun di dunia ini yang sepertinya. Keduanya terlihat sangat bangga dan bahagia dengan pertemuan ini. Kemudian salah seorang dari keduanya berkata kepada yang lain, Apakah kamu suka kebenaran? Ia adalah nabi. Orang yang satunya menjawab, Benar, inilah kebenaran. Lalu aku pergi dari tempat itu dengan berlari karena takut akan turunnya bencana bersama mereka. Ini adalah ciri Syiah Imamiyyah, dan seandainya tidak karena sikap berlebih-lebihan dalam agama; persengkongkolan untuk memenangkan madzhab dan cinta terhadap pembuat bidah, maka hal itu tidak akan mempengaruhi akal seorang pun. Akan tetapi Nabi bersabda, Tidak untuk tujuan komersil Maktabah Raudhatul Muhibbin Sungguh kalian akan mengikuti sunah-sunah umat sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, lalu sehasta demi sehasta. Mereka berlebih-lebihan seperti orang-orang Nasrani yang berlebih- lebihan terhadap Isa AS, mereka berkata, Sesungguhnya Allah adalah Isa bin Maryam, maka Allah berfirman, Katakanlah, Hai Ahli Kitab, Janganlah kamu berlebih-lebihan melampaui batas dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya sebelum kedatangan Muhammad dan mereka telah menyesatkan kebanyakan manusia, dan mereka tersesat dari jalan yang lurus. Qs. Al Maa idah [5J: 77 Dalam sebuah hadits dijelaskan, Janganlah kalian berlebih-lebihan memujiku seperti orang-orang Nasrani memuji Isa bin Maryam, tapi katakanlah, Hamba Allah dan utusan Allah. Orang yang memperhatikan kelompok-kelompok ini pasti akan mendapatkan bidah-bidah dalam banyak masalah furu syariah, karena apabila bidah masuk pada hal-hal yang bersifat ushul, maka akan mudah masuk pada hal-hal yang bersifat furu.

H. Menilai Berdasarkan Maqam Derajat Kemanusiaan

Yang paling hebat hujjahnya adalah kaum yang mengambil amal perbuatan hanya bersandar kepada maqam-maqam. Standar mereka untuk menerima atau menolak adalah hal tersebut. Mereka berkata, Aku melihat si fulan adalah orang shalih. la lalu berkata kepada kami, Tinggalkanlah ini... kerjakanlah ini. Yang seperti ini banyak kecocokan dengan orang- orang yang memakai bentuk tasawuf. Mungkin sebagian mereka berkata, Aku melihat Nabi SAW dalam tidurku mimpi, lalu beliau bersabda kepadaku Tidak untuk tujuan komersil Maktabah Raudhatul Muhibbin begini...dan memerintahkanku untuk mengerjakan ini... la mengerjakan dan meninggalkan segala sesuatu karena mimpi itu, tanpa mempedulikan batasan-batasan yang ada dalam syariat, dan itu adalah perbuatan yang salah, karena mimpi dari selain para nabi tidak dapat dijadikan hukum yang sejajar dengan syariat dalam segala kondisi, kecuali bersesuaian dengan hukum- hukum syariat yang ada pada kita. Jika syariat membolehkannya maka ia akan mengerjakannya sesuai dengan tuntutan, dan jika tidak demikian maka tinggalkanlah dan berpalinglah darinya, karena mimpi itu hanya untuk memberi kabar gembira atau peringatan. Sedangkan memanfaatkan hukum, jelas tidak diperbolehkan, sebagaimana dikisahkan dari Al Kattani, ia berkata, Aku bermimpi melihat Nabi, dan di dalam mimpi itu aku berkata, Doakanlah aku kepada Allah agar tidak mematikan hatiku. Beliau menjawab, Katakanlah setiap hari sebanyak empat puluh kali kalimat, Ya hayyu ya qayyum laailaaha ilia anta. Ini perkataan baik dan tidak ada masalah kebenarannya, karena menurut syariat dzikir memang dapat menghidupkan hati. Faidah mimpi adalah memberitahukan kebaikan, dan ini dari sisi kabar gembira. Dengan demikian, masalah yang tersisa hanya pembicaraan tentang empat puluh kali; apabila tidak ada dalam bentuk kelaziman, maka itu benar. Diriwayatkan dari Abu Yazid Al Bustami, ia berkata, Aku melihat Tuhanku di dalam mimpi, maka aku berkata, Bagaimana jalan menuju-Mu? Allah berfirman, Tinggalkan dirimu dan kemarilah Perkataan seperti itu ada di dalam syariat, mengerjakan sesuai substansinya adalah benar, karena ia seperti pemberitahuan pada dalil, karena meninggalkan jiwa artinya meninggalkan hawa nafeu secara mutlak dan berdiri pada kaki persembahan. Ada beberapa ayat yang menunjukkan makna ini, antara lain Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya. n Qs. An-Naaziaat [79]: 40-41 Seandainya di dalam mimpinya ia melihat orang berkata, Sesungguhnya si fulan mencuri, maka potonglah tangannya, atau, Si fulan orang pandai, maka tanyalah atau Tidak untuk tujuan komersil Maktabah Raudhatul Muhibbin