Bidah yang Terjadi pada Jiwa

dengan semata-mata mengada-adakan terhadap Allah. Sesungguhnya mereka telah sesat dan tidaklah mereka mendapat petunjuk. Qs. Al Anaam [6]: 140 Allah menjelaskan bahwa membunuh anak-anak dan mengharamkan sesuatu yang telah dihalalkan oleh Allah termasuk bagian dari yang diada-adakan iftira’. Allah kemudian menutup firman-Nya dengan, Sesungguhnya mereka telah sesat dan tidaklah mereka mendapat petunjuk. Qs. Al Anaam [61:140 Apa yang Allah katakan pada akhir ayat ini adalah kekhususan bidah —sebagaimana telah diterangkan— sehingga perbuatan orang-orang Hindu serupa dengan yang dilakukan oleh orang Arab Jahiliyyah, dan insyaallah akan dijelaskan madzhab Al Mahdi Al Maghribi dalam melegalkan syariat pembunuhan ini. Walaupun sebagian mufassir berkata untuk mengomentari firman Allah, Dan demikianlah pemimpin-pemimpin mereka telah menjadikan kebanyakan dan orang-orang yang musyrik itu memandang baik membunuh anak-anak mereka. Qs. Al Anaam [6]: 137, Maksudnya adalah pembunuhan pada anak-anak karena alasan nadzar dan taqarrub kepada Allah, seperti yang dilakukan dan Abdul Muthallib kepada anaknya, Abdullah, ayah Nabi SAW. Pembunuhan semacam ini bisa memberikan masalah dalam memahaminya, sebab bisa saja dikatakan bahwa hal itu mungkin dilakukan sebagai bagian dari bentuk keteladanan yang diambil dari bapak mereka Ibrahim AS, sebab Allah memerintahkannya untuk membunuh anaknya Ismail AS, sehingga atas dasar inilah mereka tidak melakukan pembuatan syariat baru atau kedustaan, sebab mereka kembali kepada pokok yang benar yaitu amalan dari bapak mereka Ibrahim AS. Kalaulah perkataan ini kita anggap benar, maka perbuatan Ibrahim AS kita dudukkan sebagai suatu perbuatan yang tidak disyariatkan bagi keturunannya yang datang setelahnya. Jadi, sisi pengada-adaan dalam agama untuk masalah ini tetap jelas, apalagi jika kita perjelas dengan menempatkan syubhat masalah penyembelihan Jadi, dzabhu. Beginilah masalah yang selalu menyertai ahli bidah, yaitu adanya syubhat yang menjadi sandaran mereka. Perbuatan orang-orang Hindu memang jelas termasuk masalah serupa, berada dalam lingkup pemusnahan atau perusakan terhadap jiwa atau terhadap sebagian anggota tubuh, seperti memotong sebagian anggota tubuh dan memusnahkan fungsi sebagian anggota tubuh, dengan maksud taqarrub kepada Allah. Oleh karena itu, hal tersebut termasuk bagian dari keumuman bidah, sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadits bahwa Rasulullah SAW menolak niat Utsman bin Madzun untuk tidak menikah, dan jika beliau memberi izin kepadanya maka kami pasti akan mengebiri diri kami. Jadi, mengebiri dengan niat tidak menikah, supaya bisa meninggalkan kesibukan dari bercampur dengan wanita dan membuahkan keturunan, adalah perbuatan yang tertolak dan tercela, sedangkan pelakunya terhitung sebagai orang yang tidak dicintai Allah, sebab Allah memperingatkan dengan firman- Nya,... Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Qs. Al Maidaah [51:87 Demikian juga dengan mencungkil mata supaya tidak melihat sesuatu yang tidak halal

C. Sebagian Contoh yang Berhubungan dengan Keturunan

Sebagian contoh yang berhubungan dengan keturunan adalah pernikahan ala jahiliyyah. Pernikahan tersebut saat itu berlaku dalam masyarakat dan seakan-akan diposisikan sebagai ajaran agama yang dianut dan keyakinan yang diaplikasikan, padahal sebenarnya tidak ada tuntunannya dalam syariat Nabi Ibrahim AS atau nabi yang lain. Pemikahan ala jahiliyyah termasuk masalah yang mereka ada-adakan sendiri. Pernikahan tersebut ada beberapa macam, seperti yang diriwayatkan oleh Aisyah RA, bahwa pernikahan ala jahiliyyah memiliki empat macam bentuk, yaitu: 1. Seperti pemikahan yang terjadi hari ini, seorang lelaki mendatangi keluarga lain, wali atau anak perempuannya, kemudian membayar mahar dan menikahinya. 2. Nikah istibdha’, misalnya seorang lelaki berkata kepada istrinya yang sudah bersih dari haidnya, Pergilah kepada fulan dan mintalah untuk dicampuri olehnya. Kemudian suaminya akan berpisah dengannya untuk sementara waktu dan tidak akan menyentuhnya sama sekali hingga yakin bahwa istrinya telah hamil dari lelaki yang ditunjuk. Jika ternyata ia hamil maka suaminya menggaulinya lagi jika mau. Ini dilakukan dengan maksud mendapatkan keturunan yang mereka anggap baik. 3. Sekelompok orang yang jumlahnya kurang dari sepuluh orang berkumpul dan menunjuk seorang wanita, lalu semua bercampur dengannya. Apabila ia hamil dan melahirkan, maka setelah beberapa malam dari kelahirannya, ia memanggil seluruh lelaki yang menggaulinya dan tidak seorang pun bisa menolak panggilan itu. Setelah semua berkumpul ia berkata, Kalian semua tahu tentang perbuatan yang telah kalian lakukan, dan sekarang aku sudah melahirkan. Ini adalah anakmu wahai fulan. Ia menunjuk orang yang ia sukai dan menamai anak itu, kemudian dinisbatkan sebagai keturunannya. Lelaki yang ditunjuk tidak bisa menolak. 4. Berkumpulnya sejumlah orang untuk mendatangi seorang wanita yang tidak menolak siapa pun yang datang pelacur. Para wanita ini menancapkan bendera di depan pintu mereka sebagai tanda. Jadi, siapa pun yang menginginkannya dapat memasuki rumahnya. Jika terbukti wanita itu hamil, para lelaki itu dipanggil dan seorang yang pandai melihat garis keturunan melihat tanda-tanda yang ada pada tangan lelaki tersebut. Kemudian salah satu lelaki tersebut ditunjuk sebagai ayah dari anak tersebut berdasarkan garis tangan. Lelaki yang ditunjuk tidak bisa menolaknya. Ketika Allah SAW mengutus Nabi SAW dengan membawa kebenaran, dihapuskanlah seluruh pernikahan ala jahiliyyah, kecuali pernikahan manusia seperti sekarang ini. Hadits yang menjelaskan hal ini ada dalam riwayat Al Bukhari. Orang-orang jahiliyyah juga mempunyai cara pernikahan lain yang keluar dari cara yang disyariatkan, seperti menjadikan wanita sebagai warisan dengan paksa, atau menikahi seorang wanita yang telah dinikahi oleh bapaknya dan lain sebagainya. Kemudian Islam datang menghapuskan semua itu. Alhamdulillah. Namun sangat disayangkan setelah Islam menjadi panutan, muncul sebagian orang yang bernisbat kepada firqah-firqah, mereka menyampaikan tafsir Al Quran dengan membolehkan menikahi wanita lebih dari empat wanita, mungkin dengan klaim —prasangka— mengikuti Nabi SAW, sebab Nabi dibolehkan menikah lebih dari empat, dengan menggabungkan di antara mereka. Kelompok ini seakan tidak memandang ijma kaum muslim bahwa hal tersebut khusus bagi Nabi SAW, atau mungkin mereka tidak memaknai firman Allah dengan benar, . ..maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat.... Qs. An-Nisaa [4]: 3 Dengan ayat ini mereka membolehkan menikahi sembilan wanita, mereka tidak memahami maksud dari perawi dan tidak pula memahami ayat,... dua, tiga atau empat.... Qs. An-Nisaa [4]: 3 Mereka telah membuat bidah dalam umat ini tanpa dalil atau dasar. Dikisahkan juga —berkaitan dengan orang syiah—mereka berprasangka bahwa Nabi SAW telah menggugurkan seluruh amal tidak wajib dari ahli bait dan orang-orang yang mencintai mereka. Dengan prasangka mereka menyatakan bahwa diri mereka tidak lagi terkena beban taklif kecuali mau melakukannya sebagai Sunnah saja dan larangan-larangan syariat tidak berlaku bagi mereka menjadi mubah hukumnya, seperti daging babi, perbuatan zina, khamer, dan seluruh kekejian. Bahkan mereka memiliki para wanita yang dikenal dengan istilah nuwwabat, wanita ini bersedekah dengan kemaluannya kepada orang-orang yang membutuhkan, dengan berharap pahala. Dalam menikah mereka juga sekehendaknya sendiri, dengan saudara perempuan, anak perempuan, atau yang lainnya, dan yang demikian tidak menjadi masalah bagi mereka. Demikian halnya dengan poliandri,