Perhatian untuk Papua

Perhatian untuk Papua

Dalam konteks NKRI, seringkali perhatian pemerintah terhadap wilayah kedaulatannya tampak tidak tertata dengan baik. Daerah menjadi fokus perhatian pemerintah pusat ketika ada "masalah". Sementara pemerintah daerah yang masih premature tampak belum mampu menangani persoalan lokal dengan baik. Akibatnya tercipta kesinambungan persoalan yang berlarut-larut dan terakumulasi menjadi cita-cita menentukan nasib sendiri.

Kasus eks propinsi Timor-timur adalah sebuah contoh ketidakmampuan manajemen negara dalam mengelola wilayah kedaulatannya dengan baik. Aceh yang baru saja menapak jalan baru bisa menjadi contoh dalam penataan masa depan Aceh yang lebih baik. Terakhir adalah Papua yang masih menuntut perhatian serius tentang bagaimana membangun Papua sesuai harapan rakyat Papua.

Dengan proses desentralisasi dan demokratisasi di daerah-daerah, seyogyanya terdorong pula kemandirian pemerintah daerah dalam mengelola daerah serta menangani setiap persoalan yang muncul.

Sementara itu, gelora semangat civil society dari tokoh-tokoh daerah sewajarnya mendapat perhatian dalam arti pentingnya mereka membawa perubahan menuju yang lebih baik. Meskipun banyak pandangan yang menilai Presidium Dewan Papua (PDP), Dewan Adat Papua (DAP), atau bahkan Organisasi Papua Merdeka (OPM) sebagai sebuah bentuk gerakan Sementara itu, gelora semangat civil society dari tokoh-tokoh daerah sewajarnya mendapat perhatian dalam arti pentingnya mereka membawa perubahan menuju yang lebih baik. Meskipun banyak pandangan yang menilai Presidium Dewan Papua (PDP), Dewan Adat Papua (DAP), atau bahkan Organisasi Papua Merdeka (OPM) sebagai sebuah bentuk gerakan

Kemiskinan dan penderitaan rakyat Papua serta tuduhan bahwa pemerintah pusat tidak menghendaki kemajuan orang Papua adalah jargon perjuangan yang sangat efektif ke dalam komunitas suku-suku di Papua. Terlepas dari kemungkinan adanya petualang politik lokal yang mengincar kekuasaan melalui gerakan civil society, kekuatan lokal seperti PDP, DAP dan OPM jangan dipandang remeh. Di samping itu, ada Majelis Rakyat Papua (MRP) yang secara logika juga berjuang untuk rakyat Papua.

Lebih lanjut, seharusnya pemerintah pusat harus segera memulai proses rekonsiliasi total dari setiap elemen rakyat Papua. Lupakan sejenak sudut pandang bermusuhan terhadap gerakan rakyat Papua, karena cara pandang ini hanya memelihara kesalahpahaman yang berlarut-larut antara pemerintah di Jakarta dengan gerakan civil society di Papua.

Pejabat-pejabat di Jakarta juga perlu didukung oleh studi-studi mendalam tentang Papua, baik secara sosiologis maupun antropologis. Banyak aspek internal Papua yang kurang dimengerti oleh pejabat tinggi di Jakarta. Misalnya tentang pola kehidupan sosial rakyat Papua yang berbeda tentunya dengan pola kehidupan sosial di Jawa misalnya. Jangan ada lagi penyeragaman pendekatan pola-pola pembangunan yang meminggirkan peranan rakyat lokal.

Persoalan yang tidak kalah pentingnya adalah soal pengelolaan sumber- sumber ekonomi yang melimpah di Papua. Mengapa sampai dengan tahun 2006 ini pembangunan di Papua relatif masih tertinggal dengan daerah- daerah lain di Indonesia timur.

Sekali lagi isu-isu kemanusiaan yang berpotensi mendorong kosolidasi rakyat Papua menuju pada penentuan nasib sendiri perlu diperhatikan. Gerakan-gerakan dengan dalih kemanusiaan sangat mudah menarik simpati dunia. Sepertinya di negeri saya tinggal sekarang ini, dukungan kepada perbaikan nasib rakyat Papua berpotensi membesar dari waktu ke waktu, apalagi ada broker-broker politik yang mampu membuka akses ke kongres. Meski perlahan, investasi gerakan menentukan nasib sendiri semakin besar.

Saya tidak membesar-besarkan persoalan Papua, tetapi bila tidak terlihat langkah-langkah serius dan efektif dalam mengikis kemiskinan dan menaikkan kesejahteraan rakyat Papua, bisa jadi penderitaan rakyat Papua akan terus bergema di dunia internasional dan menjustifikasi perjuangan civil society yang mengeksploitasi persoalan tersebut.

Terakhir, perlu kiranya pejabat-pejabat di Jakarta lebih berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan, karena setiap pernyataan yang sedikit saja menyinggung perasaan rakyat Papua, bisa dipolitisir berubah menjadi bumerang bagi kewibawaan pemerintah NKRI di forum internasional.

Begitu pentingnya propaganda, pembentukkan citra dan opini yang ditopang oleh langkah nyata berupa kebijakan dan realisasinya. Karena dalam soal ini, Indonesia sangat-sangat ketinggalan jauh bahkan bila hanya dibandingkan oleh upaya-upaya yang dilakukan sebuah organisasi non pemerintah (NGO).

Semoga refleksi singkat Papua ini sampai ke meja desk Papua di seluruh departemen.

Posted by Senopati Wirang / Monday, January 02, 2006