Posted by Senopati Wirang / Monday, January 02, 2006

Posted by Senopati Wirang / Monday, January 02, 2006

Dimanakah Riduan Isamuddin berada?

Menjelang akhir tahun lalu ada pertanyaan dari seorang rekan via e-mail perihal keberadaan Riduan Isamuddin alias Hambali. Mengapa pemerintah AS tak kunjung memberi sinyal pengembalian Hambali ke tanah air Indonesia untuk diadili sekaligus sebagai sumber utama untuk membongkar jaringan kelompok JI yang beroperasi di Indonesia.

Setelah penangkapan Hambali pada 11 Agustus 2003, pemerintah Indonesia khususnya Kepolisian dan Intelijen Negara merasa perlu memdapatkan informasi sebanyak mungkin dari Hambali, sayang sejumlah pertanyaan hanya bisa "dititipkan" kepada pihak berwenang di AS, kemudian jawaban juga disampaikan melalui perantara. Artinya terbuka kemungkinan adanya rekayasa, karena tidak ada kepastian bahwa sumber informasi itu berasal dari Hambali atau bukan.

Dengan tuduhan yang sangat berat yaitu terlibat akti dalam organisasi Jemaah Islamiyah dan al-Qaeda, terlibat dalam pengorganisasian dan pendanaan aksi teror Bom Bali pertama yang menimpa klub malam, Bom Hotel Marriot Jakarta, Bom Manila 2000, serta persiapan dalam serangan 11 September, tentunya penggalian informasi dari mulut Hambali sangat penting. Seperti kita baca dalam media massa, sejumlah individu dari kelompok-kelompok yang sudah tertangkap cenderung untuk buka mulut apabila sudah ada yang mulai buka mulut. Dalam kasus bom bali pertama sangat jelas bahwa titik terlemah ada pada Amrozy, sehingga rentetan informasi berharga bisa dikonfirmasikan tanpa

Amrozy merasa berkhianat pada kelompoknya. Saya menduga Hambali adalah tipe yang lebih sulit bicara, sehingga pemerintah AS merasa perlu menahannya lebih lama. Dalam kasus penangkapan Hambali di Thailand, kabarnya penangkapan tersebut bisa sukses berkat informasi dari Khalid Shaikh Muhammad

Hambali yang dijuluki Bin Laden Asia oleh BBC News Online, pada 15 Agustus,

2003 [online], http://news.bbc.co.uk/1/hi/world/asia- pacific/2346225.stm, juga dijuluki sebagai bin laden Asia Tenggara oleh CIA adalah salah satu tokoh kunci yang berpotensi mengetahui keseluruhan gerak operasi JI di Indonesia.

Kembali pada pertanyaan awal dari tulisan ini, dimanakah Hambali? jawabnya saya tidak tahu. Meskipun kita berputar-putar cari akses ke dalam Washington D.C. saya kira akan sangat sulit untuk menggali keterangan tentang keberadaan Hambali. Lebih jauh, pada Oktober 2004 organisasi pembela HAM seperti Human Right Watch (HRW) pernah melansir bahwa Hambali termasuk diantara 11 tahanan tertuduh teroris yang tempat penahanannya dirahasiakan (Detainees in Undisclosed Locations)http://www.hrw.org/backgrounder/usa/us1004/7.htm#_ftn 5

Kemudian pada 1 December 2005 yang lalu kembali HRW mengeluarkan pengumuman tentang daftar 25 orang tahanan yang tidak jelas keberadaannya,

pengawasan CIA. http://hrw.org/english/docs/2005/11/30/usdom12109.htm Hambali termasuk di dalam daftar 25 orang tersebut dengan nomor urut

bahkan

diduga

dibawah

18. Penangkapan Hambali termasuk dalam kategori prestasi dalam perang global

presiden Bush http://www.whitehouse.gov/infocus/achievement/chap1.html,

tetapi kembali ke pertanyaan asal, mengapa sepertinya pemerintah Indonesia harus "menerima" apapun keputusan Amerika dalam menangani Hambali. Meskipun presiden Bush pernah berjanji kepada mantan presiden Megawati untuk memberikan akses bagi Indonesia, namun hingga kini hanya transkrip interogasi saja yang mungkin sudah ada di tangan Polisi Indonesia. Sementara akses langsung tinggal menjadi harapan saja

Ketika SBY masih menjabat sebagai Menko polkam, beliau pernah menyatakan bahwa Hambali adalah orang yang paling tahu lebih dari siapapun tentang sel kelompok teroris di Indonesia, kemudian mantan Ka BIN, Bung Hendro pernah menyatakan bahwa jawaban Hambali mengandung informasi yang vital, dari informasi tersebut kita bisa mengetahui gambaran tentang besarnya jaring kelompok teror beserta target-targetnya

Saya bukan analis yang mudah terkecoh dengan teori konspirasi yang seringkali memutarbalikkan cara pandang kita terhadap sebuah persoalan. Saya juga bukan tipe analis yang langsung terjun bebas dalam mencerna teka-teki perlakuan pemerintah AS terhadap para tertuduh pelaku teror internasional Terlepas dari ada tidak adanya skenario besar dibalik perang global melawan teror, kita menyaksikan bahwa kejanggalan demi kejanggalan dalam penanganan kasus terorisme terus mengusik logika kita.

Tidak adanya transparansi dalam penegakkan hukum melawan kelompok teror, membuat otak kita tentunya terus berputar mencari-cari alasan yang rasional untuk menjelaskan fakta-fakta tersebut. Juga dengan masih besarnya potensi teror bom di Indonesia juga membuat kita bertanya-tanya, ada apa gerangan?

Media Indonesia pernah menyajikan tiga dugaan logis yang mudah dipahami secara umum tentang pengelolaan kekerasan dalam editorialnya, saya kira cukup menarik untuk disimak:

1. Bahwa aparat keamanan memang tidak berdaya serta kemungkinan para penjahat lebih terlatih.

2. Bahwa para pengelola negara tidak sungguh-sungguh bekerja.

3. Bahwa ada kemungkinan aparat keamanan memang bersekutu dengan para penjahat.

Walaupun saya khawatir model dugaan tersebut setelah dibaca berulang- ulang bisa melahirkan kecurigaan yang lebih kuat pada nomor terakhir (3), tetapi tetap menarik sekali untuk disimak.

Terlebih lagi bisa saya nyatakan bahwa ancaman teror di Indonesia belumlah usai karena potensinya belum habis terungkap oleh aparat keamanan. Sekali lagi, bila dugaan demi dugaan terus mengalir di forum publik, bisa jadi fakta-fakta kejanggalan semakin terbungkus oleh dugaan-dugaan logis. Justru yang saya khawatirkan adalah level analisa kasus teror di Indonesia seringkali digeneralisir dalam satu paralel Terlebih lagi bisa saya nyatakan bahwa ancaman teror di Indonesia belumlah usai karena potensinya belum habis terungkap oleh aparat keamanan. Sekali lagi, bila dugaan demi dugaan terus mengalir di forum publik, bisa jadi fakta-fakta kejanggalan semakin terbungkus oleh dugaan-dugaan logis. Justru yang saya khawatirkan adalah level analisa kasus teror di Indonesia seringkali digeneralisir dalam satu paralel

Sesungguhnya intelijen Indonesia saya yakini sudah memiliki gambaran yang cukup untuk mencegah terjadinya aksi-aksi teror di kemudian hari. Namun kembali pada dugaan logis Media Indonesia, saya kira poin nomor 1 tentang ketidakberdayaan perlu digarisbawahi, ketidakberdayaan yang saya maksud adalah dalam hal pendanaan dan kepastian hukum. Sikap ragu-ragu dan kurang percaya diri dari intelijen terlalu nampak bagi saya, apalagi bila kita bandingkan dengan intelijen era mantan Presiden Sukarno maupun mantan Presiden Suharto

Mengenai dugaan penjahat lebih terlatih saya kurang yakin, karena hampir semua kasus bom di Indonesia tidak terlalu kompleks dalam perencanaan maupun pelaksanaannya, dengan kata lain setiap lulusan pusintelstrat TNI, pendidikan intel BIN, maupun pelatihan intelijen Polisi bisa segera memahami bahwa kelompok teror yang beraksi tidaklah Mengenai dugaan penjahat lebih terlatih saya kurang yakin, karena hampir semua kasus bom di Indonesia tidak terlalu kompleks dalam perencanaan maupun pelaksanaannya, dengan kata lain setiap lulusan pusintelstrat TNI, pendidikan intel BIN, maupun pelatihan intelijen Polisi bisa segera memahami bahwa kelompok teror yang beraksi tidaklah

Kembali pada pertanyaan Hambali dimana? akankah Indonesia diberi akses langsung? lalu adakah kaitannya dengan pemeliharaan eksistensi sel teroris di Indonesia? saya kira perlu kita tunggu titik terangnya....

Ah...entahlah saya kadangkala menulis tanpa berpikir panjang, mohon koreksi dari pembaca bila ada kekeliruan

Sekian

Posted by Senopati Wirang / Tuesday, January 03, 2006