All the President's Men

All the President's Men

Para pembaca tentunya pernah mendengar kisah All the President's Men atau bahkan sudah menonton filmnya. Yup...benar itu cerita tentang orang-orangnya presiden. Dalam film klasik yang dibintangi Hoffman dan Redford tersebut kita bisa memperhatikan sebuah gambaran yang lumayan realistis tentang bagaimana sebuah kebocoran terjadi dari lingkaran presiden ke tangan wartawan detektif handal Bob Woodward and Carl Bernstein yang akhirnya "memaksa" Nixon mengudurkan diri dari Gedung Putih karena skandal yang kemudian terkenal dengan sebutan Watergate karena kejadiannya di Hotel Watergate di Washington D.C.

Pembukaan tulisan kali ini dengan ilustrasi sebuah skandal di Amerika hanyalah sebuah trik untuk menarik minat baca saudara-saudara.

Adalah perhatian saya terarah pada lingkaran presiden SBY yang lama- kelamaan mulai memperlihatkan gelagat ketidakprofesionalan dan kembali pada pola-pola pengabdian pada kekuasaan dan upaya-upaya mencari "kekayaan".

Saya sangat paham bahwa SBY sebagai presiden sedang belajar sambil melaksanakan fungsinya sebagai pimpinan negara. Sementara orang-orang disekelilingnya juga tahu betul bahwa SBY belum paham keseluruhan pola kerja dalam lingkungan kerjanya. Sehingga tidaklah mengherankan bila bermunculan kebijakan yang tidak jelas landasan strategisnya.

Beberapa catatan penting buat SBY:

1. Kebijakan impor beras yang meggunakan alasan untuk menjaga stock tidak didukung oleh data statistik yang meyakinkan, eh malahan dibalik menjadi data statistik dibuat untuk mendukung kebijakan impor beras tersebut. Sayangnya DPR tidak melanjutkan proses penyelidikan hingga tuntas.

2. Kebijakan untuk ikut menyelesaikan masalah Semenanjung Korea Utara tidak memeiliki agenda yang jelas selain demi memperpanjang masa tugas seorang diplomat senior NS agar punya pekerjaan setelah pensiun dari jabatan terakhir sebagai Dubes.

3. Penunjukkan Duta Keliling Timur Tengah kepada salah seorang tokoh parpol sangatlah tidak efektif karena unsur politisnya begitu kuat.

4. Kebijakan kenaikan harga minyak terlalu memperkuat konsep kaum ekonom liberal Indonesia yang kurang memperhatikan dampak panjang berupa akumulasi penurunan perekonomian rakyat kecil. Ingat Indonesia tidak memiliki basis industri dasar yang kuat yang khas dan mampu bersaing dalam pasar global, salah-salah kita akan sudah dan akan dijajah terus melalui model penguasaan sumber kekayaan alam, saham industri strategis, serta sektor jasa.

5. Semua paham bila SBY dekat dengan Amerika Serikat, tapi saya mohon agar SBY menjaga jarak dengan Amerika dalam rangka 5. Semua paham bila SBY dekat dengan Amerika Serikat, tapi saya mohon agar SBY menjaga jarak dengan Amerika dalam rangka

6. Kunjungan ke Myanmar guna membicarakan masalah demokrasi tampak seperti suruhan Amerika dan Eropa barat untuk menekan junta militer Myanmar, mudah-mudahan ini bukan saran dari informan CIA di lingkungan istana. Atau juga bukan saran Menlu yang sangat jelas binaan Amerika.

7. Masalah "melindungi" tersangka koruptor di KPU, juga menunjukkan masih kuatnya aspek perkoncoan.

8. Dugaan suap di lingkaran Istana sebaiknya segera diselidiki.

9. Menjelang pemilu 2009 jangan buat center-center yang memanfaatkan kekuasaan, apalagi ada sejumlah tokoh pendukung anda (tim sukses) yang belum mendapat "jatah" dan sudah dijanjikan untuk memimpin lembaga yang aneh-aneh tersebut.

Sekian sekilas dugaan yang belum tentu benar tentang orang-orang disekeliling Presiden.

Posted by Senopati Wirang / Tuesday, February 28, 2006

Catatan Akhir Tahun Pemerintahan SBY-JK

Blog I-I hanya akan menyoroti hal-hal yang sangat penting yang terkait dengan kinerja pemerintahan SBY-JK, sebagai berikut:

1. Masalah pembangunan ekonomi yang ala kadarnya sangat memperihatinkan karena tidak tampak strategi yang bisa membuat perekonomian

bergairah. Kesempatan memperlihatkan kesungguhan kebijakan Indonesia yang pro pembangunan ekonomi tidak terlihat dalam pertemuan APEC di Vietnam. Bagaikan monyet ditulup, Indonesia terbengong-bengong melihat kesuksesan kebijakan Vietnam yang sangat menarik perhatian negara-negara seperti AS, Jepang, Korea Selatan, Australia, dll. Pembangunan yang terlihat hanya pada sektor perdagangan dan peningkatan konsumsi masyarakat semakin memperjelas jurang ekonomi antara si kaya dan si miskin. Sementara industri nasional Indonesia bagaikan sekaratul maut menuju jurang kehancuran. Dengan mengandalkan ekspor energi ke negara yang haus energi seperti China, Jepang dan AS tidak akan bertahan lama, lagi pula nilai pertambahan ekonomisnya sangat terbatas. Sungguh setelah bertahun-tahun merdeka, sangat memalukan hanya mengandalkan pada eksploitasi kekayaan alam semata. Kebijakan gas nasional yang lebih tunduk pada kesepakatan ekspor ke Jepang dan China telah membuat industri dalam negeri yang membutuhkan pasokan gas mengalami kesulitan yang luar biasa. Bila memang sangat yakin pada prinsip ekonomi liberal, seharusnya telah diketahui resiko hancurnya industri dalam negeri dan peningkatan jumlah

Indonesia

kembali

pengangguran sebagai dampak tidak ketidakmampuan bersaing. Jika cepat sadar dan memang memikirkan nasib rakyat, seyogyanya peranan pemerintah ditingkatkan dalam mendorong pembangunan yang lebih terarah. Beberapa peraturan yang mendesak untuk segera diselesaikan misalnya peraturan tentang investasi, ketenagakerjaan, dan perpajakan. Meskipun indikator ekonomi makro Indonesia menunjukkan perbaikan misalnya nilai rupiah dan angka inflasi, namun apalah artinya jika sektor riil tetap terseok-seok dalam kelumpuhan. Bahkan jumlah angka kemiskinan dan pengangguran tetap tinggi (persisnya tidak saya catat...tapi bisa dilihat dari angka-angka di BPS). Sektor perbankan yang miskin kredit dengan posisi lending yang sangat memprihatinkan, hebatnya perbankan nasional tidak mau rugi dengan memanfaatkan jalur Sertifikat BI. Industri pertanian dan manufaktur yang menyerap tenaga kerja bagaikan pesakitan karena belum ada terobosan yang mampu merangsang perubahan.

2. Penanganan bencana alam yang datang bertubi-tubi berjalan lambat dan sangat tidak profesional. Bisa dipahami bahwa bencana datang tidak diundang dan terjadi begitu cepat sehingga korban kematian dan materi tidak terhindarkan. Satu-satunya unit pemerintah yang tampak efisien adalah Badan Sar Nasional yang saat inipun terlihat kedodoran karena sumber daya yang terbatas. Sementara itu, pembentukan komisi dll hanya menjadi pemborosan yang luar biasa. Alangkah baiknya jika Badan Sar Nasional diperkuat dengan kebijakan dan dukungan pemerintah dengan pembentukan unit-unit reaksi untuk mengatasi bencana.

3. Masalah kepemimpinan SBY dan JK yang sangat memperihatinkan. SBY yang sok kalem dan berwibawa dikhawatirkan berhati pengecut dan selalu cari aman, sedangkan JK yang sok profesional dikhawatirkan penuh tipu muslihat dan agenda kepentingan kelompok. Mudah-mudahan saya keliru, namun saya yakin 100% rakyat Indonesia sudah melihat dan memahami maksud saya. Apabila pada tahun 2007 tidak terjadi perubahan sikap yang lebih memihak pada rakyat dan demi kepentingan bangsa, maka saya tidak bisa menghindari ajakan gerakan anti pemerintah yang akan semakin menguat seiring dengan sikap yang tidak pro-rakyat dari pemerintahan SBY-JK. Sebagai tambahan, ketidakkompakan anggota kabinet menjadi nilai negatif yang besar.

4. Masalah politik dan keamanan bisa jadi cukup stabil dan tampak konsolidasi demokrasi dan keberhasilan pilkada Aceh menjadi catatan prestasi. Namun, potensi demokrasi ini belum menghasilkan sistem yang pro-rakyat dan mampu memajukan kesejahteraan bangsa Indonesia. Tetapi malahan menjadi dunia busuk politisi yang mengubah arah demokrasi bukan untuk rakyat melainkan untuk kekuatan kelompok.

5. Masalah korupsi saat ini kembali seperti kucing-kucingan. Mulai dari dasar hukumnya sampai proses peradilan, terjadi perdebatan yang semakin mempersulit pembersihan Republik Indonesia dari koruptor- koruptor perampok kekayaan bangsa Indonesia. Sekedar contoh kecil misalnya pernyataan JK yang menganggap upaya pemberantasan korupsi mulai terasa menghambat pembangunan.

6. Masalah Politik Luar Negeri, sungguh konyol dan sangat minus Politik Luar Negeri Indonesia saat ini. Selain selalu mengikuti saran agen- agen CIA seperti HW (ralat HW hanya diduga sebagai agent yang ter- influence dan secara tidak sadar terpengaruh oleh AS) dan DPJ (agent aktif yang sukarela dan telah memiliki pola pikir AS), Indonesia juga terjebak dalam Politk Luar Negeri Pahlawan Kesiangan. Dalam kasus Nuklir Korea Utara, jelas peranan NS bisa dinilai nol besar apalagi. Dalam kasus-kasus di Timur Tengah, utusan khusus tidak melakukan apa-apa. Indonesia juga sangat sulit bergerak diantara kepentingan Arab Saudi dan Iran. Selain itu, gebrakan tolol ikut serta dalam masalah Irak jelas merupakan dikte Amerika Serikat yang diamini oleh korps Deplu. Juga desakan peranan Indonesia dalam urusan dalam negeri Myanmar akan semakin menyulitkan Indonesia di masa mendatang, ah singkatnya Indonesia bukan lagi negara yang bebas dan aktif. Lebih tepat bila dinilai Indonesia sebagai cecunguk AS yang aktif menjilati pantat AS.

Mohon maaf atas kekasaran artikel saya kali ini, saya sangat sedih dan kesal dengan ketiadaan pemimpin yang peduli terhadap tangisan rakyat miskin Indonesia. Mohon koreksinya atas kekeliruan yang mungkin ada dalam tulisan saya ini.

Sekian

Posted by Senopati Wirang / Sunday, December 24, 2006

Pilkada Aceh

Selamat kepada siapapun yang akan menjadi pimpinan Aceh pasca Pemilu

11 Desember 2006. Hasil perhitungan sementara menunjukkan keunggulan pasangan Irwandi Yusuf dan Muhammad Nazar kandidat independen yang sangat dihargai oleh masyarakat Aceh berkat peranannya dalam proses damai. Kemudian suasana pilkada menjadi sangat sejuk karena hal itu direspon dengan sebuah sikap politik yang elegan dan tepat oleh Pemerintahan SBY.

Indonesia yang demokratis telah menghasilkan pimpinan yang berwatak demokratis pula. Dengan asumsi yang sama, pimpinan Aceh yang terpilih nantinya juga diharapkan memiliki watak demokratis dan bisa membuktikan kepercayaan publik Aceh dengan kebijakan dan implementasi yang tepat dalam pembangunan Aceh.

Sekali lagi terbukti bahwa dalam soal pemilihan pimpinan eksekutif, popularitas seorang calon lebih dominan ketimbang mesin partai politik.

Ah...lagi-lagi saya menulis hal-hal yang klise. Baiklah untuk sisi kritisnya saya akan menyampaikan beberapa potensi konflik yang disebabkan oleh belum mantapnya watak demokratis dari sejumlah unsur di Indonesia.

Pertama, ada sebagian kalangan TNI yang masih ragu dengan kesungguhan GAM dalam mengintegrasikan diri ke dalam pangkuan NKRI. Apabila kelompok ini terus memprovokasi dalam tubuh pemerintahan

SBY, tidak tertutup kemungkinan kecurigaan terhadap GAM tetap terpelihara. Saya sangat berharap kelompok ini keliru, dan hanya GAM yang rela berkorban dalam membangun Aceh demi rakyat Aceh saja yang bisa membuktikan kekeliruan kelompok ini.

Kedua, ada kelompok reformis TNI dan sipil yang meyakini itikad baik GAM dan berhasil meyakinkan pimpinan negara Indonesia untuk melihat Pilkada Aceh secara obyektif dengan menerima fakta di lapangan.

Ketiga, ada kelompok GAM yang meragukan dedikasi kandidat dari GAM terkait dengan platform perjuangan dalam rangka membangun Aceh yang maju, dan hal ini bisa menjadi persoalan internal GAM.

Keempat, ada kelompok GAM yang telah bersinergi dengan rakyat Aceh yang lebih mengutamakan kepentingan rakyat Aceh secara sungguh- sungguh dan secara serius lebih memperhatikan kepentingan rakyat Aceh dari pada kepentingan kelompok.

Kelima, rakyat Aceh telah memperlihatkan sebuah pilihan yang sangat penting bagi masa depan Aceh dan kredibilitas pemimpin yang nanti terpilih merupakan sebuah titik kritis masa depan Aceh. Artinya, siapapun yang resmi menjadi pemimpin Aceh akan memikul harapan rakyat Aceh tentang sebuah pembangunan ekonomi dan sosial. Sehingga persoalan-persoalan yang bersifat politis tidak lagi penting, apalagi yang bisa memicu konflik. Dengan demikian, unsur pimpinan eksekutif Aceh bersama kalangan legislatif dengan dukungan dari pemerintah pusat

Jakarta akan lebih berkonsentrasi untuk membangun Aceh yang damai dan sejahtera. Salah satu kunci masa depan Aceh yang cerah adalah pemerintah pusat Jakarta harus tegas menolak provokasi dari sekelompok kalangan strategis yang masih menganggap GAM sebagai ancaman. Sementara dari pihak GAM, dengan pembubaran GAM dan pembentukan partai lokal harus membawa misi untuk kesejahteraan rakyat Aceh dan bukan membawa misi yang bisa mengundang konflik melalui ide-ide kemerdekaan. Munculnya kembali ide kemerdekaan di bumi Aceh hanya akan memberikan amunisi kepada kelompok strategis yang saya sebutkan di atas. Semoga pimpinan Aceh benar-benar bijak dan memahami jeritan rakyat Aceh yang sudah lelah dengan konflik.

Indonesia Raya.....Aceh Sejahtera

Sekian

Posted by Senopati Wirang / Thursday, December 14, 2006