Soal Demo Buruh

Soal Demo Buruh

Sebelumnya saya mohon kepada para pembaca yang punya akses ke BIN atau BAIS TNI bisa menyampaikan warning ini kepada kedua institusi tersebut.

Berkaitan dengan maraknya polemik pasca Demo Buruh di depan gedung DPR/MPR tanggal 3 Mei 2006, perlu saya sampaikan beberapa hal penting sebagai berikut:

1. Reaksi Presiden SBY yang "tendensius" memang ditunggu-tunggu sebagai pancingan agar proses penurunan citra Presiden secara bertahap bisa segera dimulai dan terus terakumulasi. Sebenarnya apapun reaksi Presiden akan direspon negatif dengan propaganda yang secara simultan membentuk opini publik tentang "ketidakmampuan" atau "ketidaksensitifan" terhadap isu-isu yang penting bagi rakyat maupun bagi kelompok masyarakat yang besar, seperti buruh. Karena mereka adalah penentu potensial dalam pemilihan Presiden 2009.

2. Warning tentang ketidakpuasan kelompok-kelompok yang kalah pemilu 2004 kurang tepat karena ditingkat elit boleh jadi tidak mengetahui persis apa yang terjadi di lapangan. Atau sebagaimana hampir semua pemain politik lapangan mengerti, akan ada benang yang putus dari aksi dilapangan dengan elit politik. Selain itu pernyataan ttg "kelompok yang kalah" memilki konotasi negatif dan mampu mengkristalkan kelompok oposisi 2. Warning tentang ketidakpuasan kelompok-kelompok yang kalah pemilu 2004 kurang tepat karena ditingkat elit boleh jadi tidak mengetahui persis apa yang terjadi di lapangan. Atau sebagaimana hampir semua pemain politik lapangan mengerti, akan ada benang yang putus dari aksi dilapangan dengan elit politik. Selain itu pernyataan ttg "kelompok yang kalah" memilki konotasi negatif dan mampu mengkristalkan kelompok oposisi

3. UU No. 13/2003 soal Ketenagakerjaan memang sangat dilematis dan menjadi sebuah persoalan yang berpotensi untuk terus dieksploitasi sebagai komoditi politik. Karena tarik-menarik kepentingan "murni" antara kelompok buruh dan pengusaha begitu kuatnya, sehingga sangat mudah dijadikan wacana dalam pertarungan propaganda politik. Kehati-hatian dalam menyikapi UU tersebut dengan proses pembahasan dan dialog yang intensif serta melibatkan intelektual dari universitas sudah tepat, tetapi penyampaian penjelasan kepada publik perlu diperbaiki, khususnya kesatuan sikap yang mengayomi semua pihak oleh Menaker, Wapres, dan Presiden. Jangan sampai tuduhan "tidak berpihak" pada buruh serta arogansi pemerintah semakin kuat.

4. Penyelidikan BIN dan Polri tentang aliran dana untuk aksi demonstrasi boleh jadi akan membuka siapa pihak yang bertanggungjawab dalam aksi kerusuhan buruh. Tetapi hampir bisa saya pastikan akan sulit untuk dikaitkan kepada elit politik tertentu. Seperti pernyataan Kepala BIN Syamsir Siregar yang mensinyallir adanya aliran dana kepada kelompok buruh dari Jawa Barat. Perhatikan juga pernyataan Syamsir Siregar lainnya

sbb: (sumber beberapa surat kabar) " Kepala Badan Intelijen Negara Syamsir Siregar lebih terbuka. Ia menyebutkan sejumlah pihak menunggangi aksi buruh. ''Ada orang-orang yang memprovokasi,'' katanya. Teknisnya, aksi buruh disusupi oleh kelompok lain. Ada yang memprovokasi dengan melakukan aksi lempar batu ke aparat. Lemparan itu bukan dari buruh, tetapi dari kelompok lain. ''Ada yang mendompleng,'' katanya. Syamsir enggan membuka siapa kelompok itu dan siapa pula elitenya. Yang pasti, katanya, suatu saat akan dibuka, siapa mereka. Tujuan aksi rusuh itu untuk menduduki gedung DPR/MPR, seperti saat aksi 1998 lalu, saat mahasiswa menduduki gedung Dewan". Pernyataan tersebut jelas cukup melegakan tetapi masih terasa kurang elegan dan berlebihan karena disamakan dengan peristiwa aksi mahasiswa 1998. Karena dari level analisanya sudah keliru, aksi buruh kemarin hanya sebuah uji coba kecil yang mengukur sejauh mana respon pemerintah, baik stabilitas maupun langkah-langkah nyata antisipatifnya. Alangkah baiknya bila respon atas setiap peristiwa semacam aksi buruh tersebut tidak didekati secara politis, tetapi dieksploitasi unsur pidananya....jangan terlalu banyak membahas motivasi politiknya tetapi pedulikan pada hal- hal yang lebih mendasar seperti aksi rusuh = merusak = memusuhi rakyat. Bila perlu jangan sungkan-sungkan menyeret penyandang dana aksi demonstrasi tersebut ke pengadilan dan diadili. Jangan ditunggu-tunggu sampai peristiwa yang lebih besar. Berbeda dengan tahun 1998 yang mana para penyandang sbb: (sumber beberapa surat kabar) " Kepala Badan Intelijen Negara Syamsir Siregar lebih terbuka. Ia menyebutkan sejumlah pihak menunggangi aksi buruh. ''Ada orang-orang yang memprovokasi,'' katanya. Teknisnya, aksi buruh disusupi oleh kelompok lain. Ada yang memprovokasi dengan melakukan aksi lempar batu ke aparat. Lemparan itu bukan dari buruh, tetapi dari kelompok lain. ''Ada yang mendompleng,'' katanya. Syamsir enggan membuka siapa kelompok itu dan siapa pula elitenya. Yang pasti, katanya, suatu saat akan dibuka, siapa mereka. Tujuan aksi rusuh itu untuk menduduki gedung DPR/MPR, seperti saat aksi 1998 lalu, saat mahasiswa menduduki gedung Dewan". Pernyataan tersebut jelas cukup melegakan tetapi masih terasa kurang elegan dan berlebihan karena disamakan dengan peristiwa aksi mahasiswa 1998. Karena dari level analisanya sudah keliru, aksi buruh kemarin hanya sebuah uji coba kecil yang mengukur sejauh mana respon pemerintah, baik stabilitas maupun langkah-langkah nyata antisipatifnya. Alangkah baiknya bila respon atas setiap peristiwa semacam aksi buruh tersebut tidak didekati secara politis, tetapi dieksploitasi unsur pidananya....jangan terlalu banyak membahas motivasi politiknya tetapi pedulikan pada hal- hal yang lebih mendasar seperti aksi rusuh = merusak = memusuhi rakyat. Bila perlu jangan sungkan-sungkan menyeret penyandang dana aksi demonstrasi tersebut ke pengadilan dan diadili. Jangan ditunggu-tunggu sampai peristiwa yang lebih besar. Berbeda dengan tahun 1998 yang mana para penyandang

5. Dalam harian Pikiran Rakyat 5 Mei 2006, kita bisa membaca sedikit komentar saudara Wawan H. Purwanto sbb aksi massa seperti gerakan buruh, diperkirakan akan terus berlangsung hingga Juni, untuk menggulingkan pemerintahan yang sah. Karenanya, menurut dia, peringatan presiden di Amman wajar- wajar saja. Komentar tersebut sangat prematur dengan menyatakan bahwa demontrasi buruh akan terus terjadi sampai Juni 2006 dengan tujuan menggulingkan pemerintahan yang sah. Bias dan terburu-buru serta mencerminkan pola analisa masa Orde Baru yang terlalu percaya diri serta bisa menjerumuskan Presiden SBY dengan menganggap peringatan SBY wajar. Seharusnya sebagai pengamat intelijen harus bisa melihat bahwa serta memperingatkan SBY secara obyektif, dan bukan mengamini pernyataan SBY yang bisa jadi akan terpuruk bila hal ini terjadi lagi berulang-ulang.

6. Presiden SBY adalah presiden Indonesia pertama yang mendapat legitimasi penuh dari rakyat Indonesia dengan kemenangan yang meyakinkan dalam pemilu 2004. Amatlah susah bagi siapapun untuk menantang dari sisi kekuasaan maupun legitimasi. Oleh karena itu, hanya bisa diserang dari sisi isu-isu yang sensitif yang menggambarkan sebuah kegagalan besar dari pemerintah. Saya pastikan bahwa kekuatan oposisi tidaklah akan cukup untuk menggulingkan kekuasaan ditengah jalan. Tetapi setiap isu 6. Presiden SBY adalah presiden Indonesia pertama yang mendapat legitimasi penuh dari rakyat Indonesia dengan kemenangan yang meyakinkan dalam pemilu 2004. Amatlah susah bagi siapapun untuk menantang dari sisi kekuasaan maupun legitimasi. Oleh karena itu, hanya bisa diserang dari sisi isu-isu yang sensitif yang menggambarkan sebuah kegagalan besar dari pemerintah. Saya pastikan bahwa kekuatan oposisi tidaklah akan cukup untuk menggulingkan kekuasaan ditengah jalan. Tetapi setiap isu

Demikian semoga ada yang menyampaikan kepada komunitas intelijen Indonesia atau bila perlu ke Istana Presiden.

Sekian

Posted by Senopati Wirang / Saturday, May 06, 2006