Posted by Senopati Wirang / Sunday, January 01, 2006

Posted by Senopati Wirang / Sunday, January 01, 2006

Sedikit tentang Islam Indonesia Ada apa dengan haraqah Islamiyah Indonesia? mengapa tiba-tiba saya menuliskannya?

Tidak ada yang spesial dengan gerakan Islam di Indonesia, sebagian besar mengadopsi dari pola-pola perjuangan di Timur Tengah dan ada juga yang telah membumi di bumi pertiwi Indonesia Raya.

Perbedaan cita-cita perjuangan dan perbedaan penafsiran sungguh sebuah fenomena biasa dalam dunia religi.

Dahulu ketika saya meneliti aliran-aliran Islam yang berpotensi menjadi ancaman (dalam definisi Orba yaitu melawan pemerintah), pemerintah Orba sudah mengantongi ratusan file berklasifikasi rahasia tentang gerakan Islam. Mulai dari level yang ingin mendirikan negara Islam sampai gerakan "sesat" yang biasanya diwarnai oleh pengalaman spiritual pemimpin gerakan, semuanya tercatat dengan baik. Dikumpulkan dan dianalisa serta diambil tindakan yang perlu. Operasi Komando Jihad mungkin yang terburuk dari sudut pandang ketidakjujuran pemerintah Orba terhadap gerakan Islam. Di kamar nomor lima seluruh elemen intelijen senior tentunya ingat betapa busuknya represi pemerintah terhadap gerakan Islam. Tetapi, langkah-langkah pemerintah Orba setidaknya sangat efektif dalam meredam radikal Islam yang menguat dengan adanya link ke kepemilikan senjata dan bahan peledak. Sehingga peristiwa teror bom bisa dihitung dengan jari dan sebagian besar berhasil di lumpuhkan sebelum aksi terjadi, bahkan tidak ada Dahulu ketika saya meneliti aliran-aliran Islam yang berpotensi menjadi ancaman (dalam definisi Orba yaitu melawan pemerintah), pemerintah Orba sudah mengantongi ratusan file berklasifikasi rahasia tentang gerakan Islam. Mulai dari level yang ingin mendirikan negara Islam sampai gerakan "sesat" yang biasanya diwarnai oleh pengalaman spiritual pemimpin gerakan, semuanya tercatat dengan baik. Dikumpulkan dan dianalisa serta diambil tindakan yang perlu. Operasi Komando Jihad mungkin yang terburuk dari sudut pandang ketidakjujuran pemerintah Orba terhadap gerakan Islam. Di kamar nomor lima seluruh elemen intelijen senior tentunya ingat betapa busuknya represi pemerintah terhadap gerakan Islam. Tetapi, langkah-langkah pemerintah Orba setidaknya sangat efektif dalam meredam radikal Islam yang menguat dengan adanya link ke kepemilikan senjata dan bahan peledak. Sehingga peristiwa teror bom bisa dihitung dengan jari dan sebagian besar berhasil di lumpuhkan sebelum aksi terjadi, bahkan tidak ada

Pola gerakan Islam pasca reformasi boleh dikata tidak banyak berubah, ada yang moderat pluralis, ada yang tradisional toleran, ada yang mempraktekkan sinkritisme, ada yang berpola aliran khusus yang biasanya "sesat", ada garis keras yang kurang toleran, ada yang liberal, dst. Kesemua itu menjadi warna yang beragam dan masing-masing memiliki wilayah klaim atas interpretasi yang benar dari ajaran Islam.

Perbedaan yang sangat menyolok saat ini adalah dalam hal atmosfir kehidupan bangsa Indonesia pasca reformasi. Pemerintah telah melepas kunci-kunci represi secara bertahap dan kini mekanisme hubungan antara variabel sosial tengah berproses. Gerakan-gerakan Islam mendapatkan koridor dan pendukung masing-masing, mulai dari arena politik sampai pergulatan pemikiran yang lebih serius.

Kotak pandora telah terbuka, konflik ringan dan berat telah terjadi, apakah gerakan Islam yang bervariasi tersebut akan mampu menemukan titik temu tentang kemuliaan beragama? ataukah warna konflik akan tetap ada?

Sebuah kejumudan cara berpikir terlihat dari banyaknya kalangan muslim yang percaya dengan teori konspirasi, bahwa ada sesuatu dibalik setiap Sebuah kejumudan cara berpikir terlihat dari banyaknya kalangan muslim yang percaya dengan teori konspirasi, bahwa ada sesuatu dibalik setiap

Barangkali umat Islam di Indonesia perlu meyakini bahwa tidak ada paksaan dalam beragama.

Posted by Senopati Wirang / Monday, January 02, 2006

Waspada aksi teror BOM

Sedih mendengar kematian demi kematian dari aksi teror bom di Indonesia, berikut ini saya sampaikan konsep waspada aksi teror bom:

1. Sangat jarang pelaku aksi bom itu tunggal (seorang diri), biasanya selalu kelompok yang telah berbagi tugas. Sebelum aksi bom akan ada salah seseorang dari kelompok yang melakukan pengamatan dan penggambaran. Meskipun bisa diperankan oleh bukan orang lokal, perilakunya sangat wajar bahkan cenderung bertegur sapa dengan sopan. Kekeliruan umum yang suka dilakukan oleh pengamat dan penggambar adalah membawa sobekan kertas kecil dan alat tulis. Pada level yang lebih baik juga memanfaatkan kamera digital. Tetapi dalam kasus bom bunuh diri, seringkali pelaku bom juga ikut melakukan pengamatan. Seorang pengamat dan penggambar situasi juga akan mencari jalan keluar (escape routes), jadi mereka akan terlihat berjalan-jalan dengan santai di lokasi sebelum peledakkan. Minimal akan terlihat dua kali (bisa jadi ganti orang), sangat jarang pengamatan hanya sekali dan diikuti oleh aksi teror bom.

2. Usia para pelaku pada umumnya berkisar antara 18-35 tahun, karena dibawah 18 cenderung labil dan diatas 35 cenderung lambat. Pada pelaku bom bunuh diri biasanya berstatus belum menikah karena itu merupakan poin yang perlu diperhatikan.

3. Pada saat peletakan bom (bukan bom bunuh diri), pelaku hanya mengikuti setiap rencana secara berurutan langkah demi langkah. Sehingga prosesnya bisa jadi sangat singkat, keseluruhan rangkaian kegiatan maksimal 10 menit, terus menghilang melalui escape route yang telah dipilih secara wajar.

4. Mereka telah mempelajari konsep unattended items, yaitu bahwa kewaspadaan publik diasumsikan tinggi, sehingga peletakan paket bom adalah sewajar mungkin tidak menarik perhatian. Itulah sebabnya kekhawatiran terbesar justru terhadap tingkat kewaspadaan publik yang tinggi, karena sekecil apapun sebuah paket bom, akan menarik perhatian.

5. Oposisi aktif adalah aparatur keamanan, hal ini mudah dipelajari polanya. Untuk peningkatan keamanan, Polisi seyogyanya bekerjasama dengan intelijen negara yang memiliki anggota yang lebih bervariasi dan wajar dalam melakukan operasi pengamanan. Sementara oposisi pasif adalah masyarakat, semakin tinggi kewaspadaan masyarakat semakin kecil ruang gerak aksi teror bom.

6. Seringkali para pelaku perlu menggali keterangan dasar tentang suatu lokasi, mereka tidak segan-segan secara wajar berbincang-bincang dengan tujuan menggali informasi. Tetapi untuk pelaku lokal hal ini tidak terjadi karena medan operasi sudah dikuasai.

7. Kewaspadaan tidak identik dengan ketakutan. Letakan kewaspadaan dalam perspektif keamanan yang terpadu secara komunal, saya kira forum berupa Rukun Tetangga sampai tingkat

Muspida bisa mendorong terciptanya kewaspadaan itu dengan optimal.

8. Ketidakpedulian terhadap lingkungan adalah titik lengah masyarakat yang selalu diintai oleh kelompok teror, sedangkan ketakutan yang berlebihan/emosional juga menjadi bukti keberhasilan aksi teror yang ditujukan untuk menciptakan ancaman dan rasa takut.

9. Kontak dengan aparat keamanan sebagai mitra waspada sangatlah vital, karena aparatlah yang bertanggungjawab penuh dalam proses penegakkan hukum ketika indikasi pelaku teror mulai terdeteksi oleh masyarakat.

10. Profesionalitas intelijen dalam memberikan peringatan dini seyogyanya ditingkatkan dengan kegiatan pencegahan.