Hubungan illegal logging dan pencucian uang

Hubungan illegal logging dan pencucian uang

Lantas, bagaimana menjerat para bupati tersebut dengan UU TPPU ? Agar lebih memudahkan mendapatkan gambaran hubungan antara tindak pidana illegal logging dengan tindak pidana pencucian uang dapat dilihat dari contoh simulasi sebagai berikut : PT. Rimba Kapuas Sejati (PT.RKS)) pemilik areal HPH di wilayah Kalimantan. Pada tahun 2004 PT RKS mendapat kredit dari Bank X sebesar USD 1.000.000. Dari formulir permohonan kredit yang disampaikan oleh PT. RKS di Bank X, omzet penjualan hasil Hutan Tanaman Industri yang dikelolanya sebesar USD

1.000.0000/ tahun. Dari catatan mutasi rekening Giro PT. RKS di Bank X diketahui bahwa selama tahun 2005, PT. RKS melakukan transaksi ekspor sebanyak 20 kali dengan nilai transaksi ekspor rata-rata sebesar USD 100.000. Seluruh dana yang diperoleh dari hasil ekspor dimasukkan dalam rekening giro PT. RKS di Bank X.

Sekitar 80 % dana dari hasil ekspor yang masuk ke rekening Giro PT. RKS selalu ditransfer kembali ke beberapa rekening perusahaan yang berada di Cina dan Malaysia. Perusahaan-perusahaan yang menerima dana transfer dari PT. RKS umumnya bergerak di bidang usaha yang tidak ada hubungannya dengan usaha perkayuan, seperti usaha properti, restaurant, perusahaan garment dan lain-lain.

Catatan rekening giro PT. RKS menunjukkan pula adanya pengiriman dana ke beberapa rekening atas nama Tito Hartono alias Bun Ciou (TH), yang disebut-sebut oleh media massa sebagai cukong kayu kelas kakap, kini buronan Mabes Polri. Ia telah diindikasikan terkait atas penjarahan hutan lindung di wilayah Kalimantan Begitu juga dengan Asiong (AS), ia mendapatkan aliran dana – sementara dirinya sedang dicari polisi karena diindikasikan telah melakukan illegal logging. Kemudian ada pula pengiriman dana kepada Eriko SL (ESL) mantan Bupati yang mengeluarkan izin Hak Pengusahaan Hutan kepada PT. RKS.

Pola transaksi dan alirana dana sebagaimana di gambarkan di atas terdeteksi melalui mekanisme kewajiban pelaporan oleh bank. Bank sebagaimana halnya dengan penyedia jasa keuangan lainnya juga di wajibkan untuk melaporkan transaksi mencurigakan yaitu transaksi Pola transaksi dan alirana dana sebagaimana di gambarkan di atas terdeteksi melalui mekanisme kewajiban pelaporan oleh bank. Bank sebagaimana halnya dengan penyedia jasa keuangan lainnya juga di wajibkan untuk melaporkan transaksi mencurigakan yaitu transaksi

1. Transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola transaksi dari nasabah yang bersangkutan;

2. Transaksi keuangan oleh nasabah yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Penyedia Jasa Keuangan sesuai dengan ketentuan Undang- undang ini; atau

3. Transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.

Tansaksi keuangan PT. RKS mencurigakan, karena transaksi diluar profil usaha yang tercatat di Bank X. Bank X menyampaikan pula LTKM atas nama TH, AS dan ESL kepada PPATK dengan pertimbangan nama-nama tersebut diberitakan oleh media massa sebagai cukong illegal logging dan pihak pemberi ijin yang tidak sesuai dengan peruntukannya.

Analasis terhadap laporan LTKM menunjukkan indikasi tindak pidana pencucian uang yang diketahui dari transaksi yang dilakukan ke perusahaan yang ada di Cina dan Malaysia, dimana 80 persen dari hasil penjualan kayu yang dilakukan tersebut ditransfer kembali ke pada perusahaan-perusahaan yang umumnya bergerak di bidang usaha yang tidak ada hubungannya dengan usaha perkayuan. Pola transaksi ini dikenal dengan layering - dan telah melanggar UU TPPU Pasal 1 ayat (1) : perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, Analasis terhadap laporan LTKM menunjukkan indikasi tindak pidana pencucian uang yang diketahui dari transaksi yang dilakukan ke perusahaan yang ada di Cina dan Malaysia, dimana 80 persen dari hasil penjualan kayu yang dilakukan tersebut ditransfer kembali ke pada perusahaan-perusahaan yang umumnya bergerak di bidang usaha yang tidak ada hubungannya dengan usaha perkayuan. Pola transaksi ini dikenal dengan layering - dan telah melanggar UU TPPU Pasal 1 ayat (1) : perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan,

Transfer dana dari PT. RKS kepada TH, AS memiliki indikasi kuat telah melanggar UU TPPU Pasal 2 : hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana ayat (1) huruf (v) dibidang kehutanan dan (w) lingkungan hidup. Sementara transfer dana dari PT. RKS kepada ESL diindikasikan telah melakukan penyuapan yang melanggar Pasal 2 ayat (1) huruf (b) penyuapan. Sedangkan ESL dapat dikenakan tuduhan sebagai pihak yang telah melakukan korupsi. Indikasinya telah melanggar Pasal 2 ayat (1) huruf (a) korupsi.

Polri atas dasar informasi tersebut dapat lebih mudah melakukan penyidikan, selanjutnya disampaikan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk dilimpahkan ke pengadilan. Tampaknya mudah, dan UU TPPU ini cukup efektif bila berjalan. Tapi apakah begitu dilapangan ? mari kita lihat bersama.

*(Penulis pembelajar masalah-masalah tindak pidana pencucian uang, tinggal di Tangerang) komentar singkat bisa di tuliskan di blog ini atau langsung ke e-mail penulis.

Posted by Senopati Wirang /Wednesday, December 21, 2005