Catatan Akhir Tahun Perang Melawan Teror

Catatan Akhir Tahun Perang Melawan Teror

Operasi Lilin 2006 selama 11 hari merupakan sebuah kebijakan keamanan yang tepat dlam mengantisipasi ancaman teror yang mungkin terjadi pada akhir tahun ini.

Dengan pengerahan kekuatan 18,000 anggota polisi didukung aparat kemanan seperti satpam dll, kita bisa merasa aman karena mereka menjaga gereja-gereja dan mesjid serta tempat-tempat strategis dan pusat ekonomi di Jakarta.

Peningkatan keamanan di Poso, Sulawesi juga merupakan hal yang wjar bahkan wajib untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

Tiga pertimbangan (1) masih bebasnya anggota Jemaah Islamiyah (JI) yg terkait Al-Qaeda Noordin Mohammad Top, (2) peringatan Kedubes AS dan Australia, (3) sejarah serangan bom atas 38 gereja pada malam Natal 2000 yang menyebabkan kematian 19 orang, merupakan dasar- dasar kebijakan yang tidak bisa diabaikan. Satu lagi, penjinakkan Abu Bakar Baasyir (ABB) yang saat ini telah diputus bebas oleh MA, tentunya dengan konsekuensi ABB yang harus menjilati idealismenya dan kehilangan kehormatan sebagai seorang pejuang Jihad kekerasan. Meskipun keputusan pembebasan ABB sangat menyakitkan keluarga korban Bom Bali dan protes Australia, namun sesungguhnya bagi ABB pembebasannya sama saja dengan bukti kemunafikan dirinya sendiri yang meninggalkan barisan Jihad.

Tulisan ini sebenarnya hanya apresiasi kecil bagi segenap aparat keamanan khususnya intelijen yang telah memporakporandakan barisan teroris di Indonesia. Semoga Tahun 2006 ini benar-benar ditutup tanpa adanya ledakan teror, sehingga menjadi catatan sukses karena jumlah teror maupun korban relatif lebih sedikit dari tahun-tahun sebelumnya.

Sekian

Posted by Senopati Wirang / Sunday, December 24, 2006

POSO

Poso di era reformasi adalah sebuah cerita berlumuran darah yang selalu membuat pusing siapapun yang menanganinya. Poso di era Orde Baru hanya sebuah wilayah sunyi dengan penduduk Muslim dan Kristen yang jarang saling tegur sapa, paling-paling bertemu di pusat keramaian. Kemudian di kantung-kantung pegunungan bila terjadi pertemuan sepintas dalam kendaraan masing-masing hanya berpapasan dan melambaikan tangan.

Sebuah wilayah sunyi yang menjadi mencekam ketika terjadi rangkaian kisah banjir darah yang menyisakan dendam entah sampai kapan. Berikut ini catatan Senopati Wirang yang bersumber pada informasi rekan-rekan Blog I-I yang akhirnya merambah kelompok yang dituduh radikal oleh pemerintah.

Pertama, saya mendapatkan klarifikasi bahwa persoalan gerakan radikal Islam yang selalu dikaitkan dengan Jemaah Islamiyah di Poso tidak sepenuhnya benar. Telah terjadi proses generalisasi bahwa JI berada di belakang gejolak Poso yang belum berakhir hingga saat ini. Kelompok JI yang ada di Poso adalah JI Akhiirun yang sembarangan merekrut anggota dan sangat cepat terpancing oleh intimidasi pemerintah RI maupun oleh elemen intelijen Asing (baca CIA, Mossad dan Australia). Kelompok ini bahkan sudah disusupi informan/agen asing, misalnya saja saat ini sedang dilakukan operasi internal untuk mengungkap penghianat dalam tubuh JI yang diduga sebagai informan-nya Sidney Jones.

Sebagai akibat dari tergesa-gesanya pembentukan kelompok wakalah versi JI Akhiirun maka terciptalah keadaan dimana seolah-olah JI telah melakukan metamorfosa dan terpecah-pecah menjadi banyak bentuk. Padahal yang terpcah-pecah hanya JI Akhiirun. Kondisi inilah yang diyakini Sidney Jones dalam laporannya ICG tentang kelompok lokal JI di Poso. Sebuah kejanggalan pandangan Sidney Jones adalah merestui operasi Polisi di satu sisi dengan membesar-besarkan keberadaan JI di Poso, namun mengkritik keras insiden 22 Januari 2007 dengan mempermasalahkan jatuhnya korban. Polisi harus berhati-hati dengan menguatnya gerakan pendiskreditan terhadap kebijakan tegas Polisi, salah-salah nanti terpuruk seperti tentara (TNI).

Kedua, JI Awaalun yang masih solid saat ini sama sekali pasif dan lebih mengintensifkan peningkatan kapabilitas anggota. Namun tetap memperhatikan gerak kebijakan pemerintah yang melakukan kebijakan yang tegas kepada JI Akhiirun. Suatu hal yang melegakan bagi JI Awaalun adalah bahwa elemen Ikhwan bekerja dengan begitu baik melalui jaring yang telah tercipta sedemikian baiknya di Indonesia. Adalah kelompok Ikhwan yang berhasil menciptakan opini publik terjadi kebijakan keliru berupa operasi represif kepada masyarakat sipil Muslim.

Lebih jauh muncul kembali tuntutan pengejaran terhadap daftar nama yang disebutkan Fabianus Tibo cs.

Ketiga, proses kebencian terhadap Polisi di sebagian wilayah tidak terjadi tiba-tiba melainkan telah menjadi bagian dari strategi rakyat semesta (gerilya ditengah-tengah penduduk). Dalam situasi penuh Ketiga, proses kebencian terhadap Polisi di sebagian wilayah tidak terjadi tiba-tiba melainkan telah menjadi bagian dari strategi rakyat semesta (gerilya ditengah-tengah penduduk). Dalam situasi penuh

Keempat, teriakan lantang Ustadz Abu Bakar Baasyir (ABB) yang kembali bergerak menyoroti perlakukan tidak adil kepada umat Islam merupakan upaya untuk meraih kembali kepercayaan JI Awaalun yang sempat luntur ketika ABB baru saja dilepaskan. Saat ini ABB sudah bisa memantapkan posisi sebagai juru bicara pembela serta untuk mempengaruhi opini publik.

Kelima, hal yang sangat penting dari rangkaian peristiwa Poso adalah adu domba pemerintah versus rakyat, dimana apapun yang terjadi Indonesia akan rugi besar. Siapa yang untung? Perhatikan bagaimana konflik berkepanjangan di Timur Tengah, Afrika, dan ketidakstabilan di Amerika Latin.

Untuk mengakhiri penderitaan rakyat Indonesia sebagai akibat dari gerakan intel asing, Senopati Wirang mengusulkan Operasi Ganyang

Intel Asing beserta antek-anteknya.

Sekian

Posted by Senopati Wirang / Friday, January 26, 2007

BOM 1717

Seperti pernah saya sampaikan dalam artikel kedatangan KIDON ke Indonesia, sudah banyak situasi yang mendorong pada keresahan dan situasi rawan serta pencitraan negatif Indonesia Raya. Salah satunya adalah yang disebabkan oleh adanya ancaman bom yang disampaikan ke nomor hotline 1717.

Saran saya, polisi jangan terburu-buru memberikan pernyataan yang memastikan tentang suatu peristiwa yang membutuhkan penyelidikan lebih dalam. Tengok saja kasus terbakarnya kapal Garuda G-200. Saya tahu persis bahwa minimal perlu waktu 3 minggu dari seorang informan ahli, eh tiba-tiba Mabes polri mengumumkan tidak ada unsur sabotase. Lha kotak hitamnya saja belum

dibaca, saya tidak menyalahkan...hanya saja jangan buru-buru. Andaikata respon-respon formalitas untuk memberikan ketenangan publik memang diperlukan, jangan terlalu detail tetapi berikan sebuah kesungguhan untuk melakukan penyelidikan lanjutan yang serius. Bila POLRI tidak mau berada dibawah Departemen (misalnya Departemen Keamanan Publik), maka tolong tunjukkan bahwa POLRI mampu melakukan reformasi internal yang serius termasuk pertanggungjawaban anggaran dan penyaluran dana operasinya. Jangan cuma karena sudah mengirimkan banyak perwira ke luar negeri (Jerman, Jepang, AS, dan Australia)terus merasa sudah hebat. Sangat diperlukan kritik dan pengawasan ketat ke dalam POLRI agar sungguh- sungguh mampu memberikan keamanan kepada publik. Bila ada kekeliruan segera lakukan perbaikan-perbaikan. Saya kira sudah menjadi kewajiban

bisa bisa

Kembali pada soal bom 1717, Saya tidak akan mencampuri detail penyelidikan apakah para tersangka yang sudah diketahui oleh Polisi sungguh-sungguh secara nyata terbukti mengirimkan pesan ancaman tersebut, ataukah ada jawaban lain yang belum dipublikasikan? petani, mahasiswi, bocah 10 tahun dan tukang cendol???? mereka mengirimkan pesan tentang ancaman bom.

Sedihnya sebuah indikasi buruknya metode penyelidikan Polri semakin terbongkar. Ketidakmampuan dan ketidakhati-hatian polisi dalam memberikan pernyataan publik semakin membingungkan, seolah-olah setiap peristiwa harus ada jawaban segera....

Pada kasus ancaman bom 1717 misalnya ada dugaan terjadi "pemaksaan" terhadap Ningsih agar tersangka mengaku. Saya tidak heran karena saya juga pernah sekolah interogasi. Cobalah lebih hati-hati dan seksama dalam melakukan penyelidikan, kasihan rakyat Indonesia disuguhi cerita tolol yang tidak masuk akal. Jangan terlalu nafsu memberikan komentar kepada pers, tetapi lakukan pematangan operasi penyelidikan dan berikan jawaban yang profesional kepada publik. Bila memang belum cukup informasi, jangan dipaksakan seperti berita-berita infotainment.

Saat ini Indonesia sangat membutuhkan diperkuatnya sistem teknologi bagi kegiatan kontra intelijen, selain itu juga diperlukan jumlah personil yang cukup dan profesional.

Semoga Mimpi Buruk Indonesia Raya tetap hanya mimpi dan tidak meledak lagi, tetapi siapa yang tahu bila kinerja Polisi demikian? blog I-I sudah menyampaikan laporan intelijen.

Sekian

Posted by Senopati Wirang / Tuesday, March 13, 2007