Kiri oh Kiri

Kiri oh Kiri

Pada tanggal 4 Desember 2006 seorang rekan Blog I-I menanyakan penilaian saya tentang rencana kegiatan diskusi tentang Marxisme Internasional di Bandung, tepatnya bertemakan "DISKUSI FILSAFAT SOSIAL DAN EKONOMI POLITIK, Gerakan Marxist Internasional Kontemporer, Perkembangan dan Masa Depan Gerakan Marxist di Dunia, dan Sekilas Tantang Organisasi dan Gerakan Buruh di Kanada". Kemudian beberapa hari yang lalu, rekan tersebut kembali menyampaikan informasi tentang hebohnya pembubaran acara tersebut oleh kelompok yang mengklaim diri sebagai ANTI KOMUNIS serta adanya keterlibatan intelijen Polisi Bandung. Sebagai referensi, saya disarankan berkunjung ke dua alamat website yaitu rumah kiri dan melly. Saya menjabarkan penilaian pribadi saya sebagai berikut:

Pertama, saya tidak dalam posisi anti ataupun pro faham marxisme beserta aneka ragam bumbu turunannya, baik yang diberikan embel-embel neo ataupun yang bersifat kompromis dengan sebutan kiri-tengah atau progresif ataupun sosialis- demokrat. Analis intelijen Indonesia adalah salah satu kelompok intelektual yang faham tentang seluk-beluk berbagai ideologi di dunia, dan saya bisa menjamin obyektifitas mereka, namun soal kebijakan adalah terserah pada pengambil kebijakan keamanan. Kedua, pada saat ditanyakan soal sikap saya terhadap rencana diskusi tersebut, saya tegaskan bahwa akan lebih baik bila didengarkan terlebih dahulu apa isi diskusinya dan kemudian dibuat sebuah analisa tentang makna pemikiran yang dinamis di

kalangan muda kiri Indonesia serta dampak nyata terhadap gerakan mereka. Lebih lanjut, seharusnya intelijen tidak serta- merta mendefinisikan sesuatu sebagai ancaman tanpa tahu ancaman bagi siapa, jangan-jangan diskusi kelompok kiri justru sangat bermanfaat bagi rakyat Indonesia karena mampu memberikan terobosan untuk penyelesaian masalah bangsa. Sesingkat itu komentar saya dan saya sangat berharap telah terjadi perubahan paradigma di kalangan aparatur keamanan terhadap makna perjuangan kelompok masyarakat dari aliran manapun. Ketiga, sejalan dengan pengalaman saya bergaul dengan senior intelijen beraliran kiri yang tersingkirkan ketika Bung Karno dikudeta, maka saya faham betul situasi yang menjadi dampak pertikaian politik masa lalu tersebut. Senior-senior intelijen yang kemudian disebut eks BPI sangat kecewa dengan sikap netral saya yang tidak berideologis. Tetapi saya tegaskan bahwa ideologi saya bukan kanan, bukan kiri, bukan golongan, dan juga bukan angan-angan kosong, saya hanya ingin bekerja untuk kemajuan bangsa Indonesia. Saya mengorbankan kesempatan yang lebih baik di luar dunia intelijen dengan harapan nyata mendorong pembangunan nasional Indonesia yang berpihak pada rakyat. Harus diakui...saya keliru besar dan terlalu naif dengan mengabaikan makna perjuangan prinsip pembangunan yang tepat, dalam hal ini mau tidak mau bersandar pada ideologi. Indonesia menganut ideologi banci yang memadukan konsep ekonomi semi liberal yang diiringi peranan pemerintah yang besar pada awal

pemerintahan Suharto, dan saya pastikan hampir 100% petinggi politik dan ekonomi saat itu mengamininya. Pilihan strategi pemerintahan otoriter dengan dukungan kuat kepada sektor swasta terpilih (cukongisme) dirasa paling cepat memulihkan perekonomian nasional. Padahal pemulihan ekonomi tersebut sangat rentan dan terlalu banyak mengandalkan ketergantungan pada sistem perekonomian liberal dunia. Konyolnya, hal tersebut diperburuk dengan otak korup yang ada di kepala manusia- manusia terhormat Indonesia di era Orde Baru, belum lagi penipuan besar-besaran dan perampokan harta rakyat oleh kelompok swasta terpilih. Persoalan itu sudah saya dengar dari senior intelijen beraliran kiri yang dimaafkan dan menjadi penganggur terselubung pada tahun 70-80an. Sementara saat ini, Indonesia telah tenggelam dalam genggaman para liberalist nasional maupun internasional yang terlalu yakin dengan pembagian kue ekonomi global, padahal kemiskinan rakyat Indonesia sangat nyata di depan mata. Keempat, kembali pada acara diskusi Marxisme di Bandung, sejujurnya saya antara kaget dan tidak kaget. Kaget karena teknik pembubaran dengan memanfaatkan preman sangatlah tidak elegan dan tidak simpatik di zaman demokratis ini dan saya pastikan ini pola-pola lama yang merupakan bagian dari strategi pencegahan penyebaran faham komunisme era Suharto. Tidak kaget karena saya sudah memperkirakan bahwa 8 tahun setelah reformasi, pengambil kebijakan keamanan di Indonesia masih berpikir seperti di zaman Suharto.

Kelima, ingin saya sampaikan fakta-fakta mengapa dalam sejarahnya faham kiri sangat tidak populer di hati rakyat Indonesia. Meskipun PKI pernah menjadi salah satu partai dengan jumlah kader yang luar biasa, namun hal itu tidak berati PKI bersih dari kontroversi. Watak sewenang-wenang dan strategi gerakan yang diwarnai intimidasi pernah menjadi trade mark PKI. Sebenarnya bukan hanya PKI, partai-partai yang mencapai kekuatan politik di negeri ini sering kebablasan dan menjadi semena-mena. Semua itu diperparah dengan kekeliruan strategi PKI yang terpancing untuk melakukan gerakan yang akhirnya menghancurkannya untuk "selamanya". Seandainya PKI tidak terpancing, mungkin tidak akan pernah ada Presiden bernama Suharto. Keenam, pada era reformasi ini saya perhatikan emosi meledak- ledak dari aktivis kiri sangat mengganggu pemahaman rakyat yang terus dibayangi cerita-cerita seram komunisme. Sangat jelas bahwa saya tidak melihat satupun intelektual kaum muda kiri Indonesia yang cukup mampu membawa pesan mendalam dari faham kiri, entah itu marxisme klasik maupun yang neo. Akibatnya penolakan masyarakat mudah sekali terjadi hanya dengan provokasi sedikit saja. Selain itu, mereka yang cukup pandai ternyata tidak membumi dengan gerakan yang rapih. Sedangkan yang membumi dalam gerakan cenderung kasar dan tidak simpatik, akibatnya sangat mudah menciptakan gerombolan preman untuk menghancurkan perjuangan kaum kiri Indonesia.

Mudah-mudahan tulisan ini cukup obyektif dan saya turut menyesalkan peristiwa di Bandung. Kepada rekan-rekan intel dan aparat keamanan jangan salah paham dengan artikel ini. Kepada aktivis kiri anggap saja ini sebagai catatan khusus yang bisa saudara-saudara diskusikan, silahkan koreksi saya bila saya keliru.

Catatan Penting: Blog I-I akan mendukung gerakan apapun yang sungguh-sungguh bertujuan untuk melindungi rakyat, mensejahterakan rakyat, dst. Tentu saja di tingkatan ideologis akan ada perbedaan, dan diskusi untuk mencapai kesepakatan membangun rakyat tentunya lebih penting dari pada bertikai terus-menerus.

Sekian Posted by Senopati Wirang /Wednesday, December 20, 2006