Catatan Khusus Blok Cepu

Catatan Khusus Blok Cepu

===

Catatan Khusus Blok Cepu

Baru-baru ini saya menerima e-mail yang merupakan forward e-mail dari Radityo Djadjoeri radityo_dj@yahoo.com, dimana perihal isinya langsung terkait dengan masalah Blok Cepu, sumbernya dari Tempo dan karena saya tidak berlangganan maka tidak ada salahnya bila analisa soal blok Cepu itu saya muat di Blog I-I, mudah-mudahan tidak melanggar hak penerbitan Tempo atas kolom blok Cepu, toh dalam kebebasan informasi, rakyat berhak mendapat info gratis.

Tentunya para pembaca Blog I-I lebih menginginkan bagaimana intelijen menyikapi soal tersebut. Sungguh saya pastikan bahwa analis intelijen juga hanya bisa mengelus dada dalam soal eksploitasi sumber daya alam Indonesia. Pada masa Pak Yoga Soegama memimpin pernah ada direktorat yang khusus menganalisa kekayaan alam (sumber daya alam) yang tujuannya untuk mengawasi dan mengawal pemanfaat SDA tersebut untuk kemakmuran rakyat. Peranan intelijen sangatlah minor dibandingkan dengan pemegang kekuasan politik baik di masa Suharto maupun masa reformasi sekarang ini. Akhirnya Direktorat tersebut dihapus karena dianggap "mengganggu" dan diputuskan intelijen tidak perlu ikut campur dalam menjaga kekayaan alam NKRI. Entah sudah berapa analis yang menjadi korban di masa Suharto hanya karena melaporkan ATHG yang justru berasal dari lingkaran kekuasaan. Mungkin sampai sekarangpun mental tersebut masih kuat mempengaruhi cara kerja intelijen.

Sebenarnya pengawasan yang dilakukan intelijen sangatlah vital, bukan hanya diarahkan kepada "investor asing" yang cenderung curang mulai dari kontrak karya sampai soal laporan keuangannya, melainkan juga kepada perusahaan nasional seperti Pertamina yang merupakan salah satu sarang koruptor terbesar di negeri ini. Mengapa kedua penggerogot kekayaan alam kita tersebut bisa melenggang begitu saja, karena adanya kekuatan politik dan uang serta dukungan para pelacur intelektual yang telah ditipu mentah-mentah dengan data kasaran yang bisa diperoleh secara bebas bahkan sengaja disampaikan kepada publik, sementara deal- deal tertutup tidak dan tidak akan pernah diketahui oleh publik. sekian pengantar saya, dan silahkan disimak dua artikel menarik dibawah ini.

Kolom Blok Cepu, Mission Accomplished

Rizal Mallarangeng [Penulis adalah Direktur Eksekutif Freedom Institute, Jakarta]

Kesepakatan Blok Cepu adalah sebuah prest-asi ter-sendiri dalam sejarahperminyakan

kita merayakannya, kemudianmemikirkan ba-gai-mana potensi penghasilan tambahan yang cu- kup besarbagi negara dapat dimanfaatkan sebesar-b-esarnya ba-gi kesejahteraanrakyat.Sayangnya,

Indonesia.

Seharusnya

menjadi kebiasaan kita belakangan ini untuk melihatsisi negatif dari semua hal dan membesar- besarkan kemungkinan burukyang bisa terjadi pada masa depan. Kita menjadi bangsa yang pesimistis,perengek sekali-gus cerewet, dengan

sudah

horizon yang tak lebih jauh dariapa yang tampak di depan hidung. Itulah kesan yang saya peroleh dari kalangan yang menentang kesepakatan Blok Cepu. Di antara mereka memakai argumen-argumen nasionalisme yangsudah usang, dan meng-ajak kita untuk kembali lagi ke suasana tahun1950-an dan 1960-an. Tokoh seperti Kwik Kian Gie bahkan pernah berkata:kita harus menunjuk Pertamina sebagai operator Blok Cepu, berapa punongkosnya. Kita seolah-olah berada dalam dunia hitam-putih. Yang satuadalah simbol segala kebaikan dan sikap pro-rakyat, sementara yangsatunya lagi merupakan simbol segala keburukan dan anti- rakyat.Perusahaan asing pasti merugikan kita, sementara perusahaan negarapasti sebaliknya. Kita hanya bisa mengurut dada terhadap argumen semacam itu. Zaman terus berubah dengan cepat, tapi pikiran sebagian orang ternyatasenantiasa berjalan di tempat. Prof Clifford Geertz mungkin harusmeneliti sekali lagi di Indonesia, dan menulis buku berjudul "TheInvolution of Mind in Jakarta".Saya ingin mengingatkan, salah satu soal fundamental ekonomiIndonesia berhubungan dengan minyak bumi. Pada 1970-an dan pertengahan1980-an, harga minyak membubung tinggi dan kita bersorak kegirangankarena ada-nya bonanza minyak. Hasilnya, antara lain, adalah puluhanribu SD inpres, puskesmas, jalan raya, dan tambahan ribuan guru.Sejak dua tahun lalu harga minyak meroket lagi, bahkan mencapai rekorpada akhir tahun lalu. Tapi kita justru menjerit. No bonanza, only painand desperation. Anggaran tercekik, subsidi harus dipangkas, bebanhidup masyarakat bertambah.Mengapa? Jawabnya sederhana. Pada zaman Pak Harto, produksi minyakkita jauh di atas tingkat

1977, misalnya,Indonesia memproduksi 1,6 juta barel per hari, sementara kebutuhandomestik

kebutuhan domes-tik.

Pada

hanya sekitar 0,25 juta setiap hari. Selisih itulah yang kitanikmati dan menjadi penggerak pembangunan ekonomi pada zaman Orde Baru,terutama dari awal 1970-an hingga pertengahan 1980-an. Sekarang selisihdemikian sudah menguap, malah kita sudah tekor. Kebutuhan domestikterus bertambah, sementara produksi minyak cenderung konstan, bahkansejak 1998 terus mengalami penurunan. Dalam posisi seperti ini,melambungnya harga minyak jelas bukan lagi rahmat, tetapi tohokan yangtepat di ulu hati.Kondisi seperti itu yang mendorong pemerintah segera menghidupkankembali proses perundingan Blok Cepu yang telah terbengkalai selamalebih dari lima tahun. Jika dikelola dengan baik, blok ini mampumemompa minyak dalam jumlah yang cukup fantastis, yaitu sekitar 20persen kapasitas produksi nasional. Dengan ini kita akan bisa kembalimenjadi net exporter, dan menggunakan hasilnya demi kemakmuran rakyat.Dari perhitungan kasar, nilai produksi yang dapat diper-oleh dalamsepuluh tahun pertama bisa mencapai Rp 200-300 triliun, atau sekitar Rp25 triliun per tahun. Berapa sekolah, rumah sakit, dan fasilitas publikyang dapat diba-ngun dengan duit sebanyak itu setiap tahun?Karena itu, setiap pemerintahan yang bertanggung jawab harusmengupayakan agar perundingan ini sukses dan tidak bertele-tele. Jikagagal, kita harus menunggu lagi hingga 2010, yaitu berakhirnya masakontrak Exxon, dan baru bisa menikmati hasil dari Blok Cepu palingcepat pada 2012. Itu pun jika kita menang dalam perkara ini dipengadilan arbitrase internasional.Pada saat memulai negosiasi dengan pihak Exxon, tim ne-gosiasidihadapkan pada banyak persoalan. Tapi dari se-muanya, hanya tigapersoalan yang fundamental, yaitu participating interests (PI),pembagian hasil (PH), dan operatorship. Dari ketiganya,

dua faktorpertamalah yang paling berpengaruh terhadap jumlah dana yang diterimaoleh nega-ra atau pihak Indonesia, yaitu pemerintah pusat, pemerintahdaerah, dan Pertamina.Perundingan tidak bermula dari kertas kosong yang putih bersih. SebelumPresiden Susilo Bambang Yudhoyono ter-pilih, telah ada kesepakatan awaldalam dokumen head of agreement (HOA) yang telah diparaf antara pihakEx-xon dan Pertamina. Dalam dokumen ini telah diatur, antara lain,pembagian PI masing-masing pihak, yaitu Exxon 50 persen, Pertamina 50persen, dan dengan pembagian hasil 60:40. Dengan ini, jika produksitelah dimulai, pembagian hasil di ujungnya adalah pemerintah pusat 60persen, Pertamina 20 persen (50 persen x 40), Exxon 20 persen. Artinya,pihak Indonesia akan memperoleh 80 persen perolehan di Blok Cepu dansisanya buat Exxon (20 persen).Tanggung jawab yang dibebankan kepada tim negosias-i adalahpenyelesaian perundingan secepat-cepatnya d-engan hasil yang maksimalbuat negara. Karena itu harus di-cari jalan agar hasil perundingansekarang jauh lebih baik ke-timbang hasil negosiasi sebelumnya yangdituangkan dalam HOA. Dan sebagaimana umumnya setiap proses negosiasi,yang terjadi adalah proses tawar-menawar, ulur- mengulur, bahkangertak-menggertak.Setelah proses negosiasi yang alot selama kurang lebih setahun, hasilperundingan ini sudah kita ketahui bersama. Dalam komposisi PI kinipemerintah daerah memperoleh 10 persen yang didapat secara proporsionaldari Exxon dan Pertamina. Yang drastis adalah pada pola pembagianhasil: sistem adjusted split diperkenalkan. Dengan sistem itu, pihakIndonesia secara keseluruhan memperoleh hasil yang jauh lebih besarketimbang sebelumnya, yaitu 93,

25 persen pada harga minyak saat ini.Kalau toh harga minyak melorot ke 25 persen pada harga minyak saat ini.Kalau toh harga minyak melorot ke

namun dalam melakukan aktivitasnyaharus menyertakan Pertamina.Dengan semua itu, Pertamina memiliki peluang emas untuk meningkatkankinerjanya. Perusahaan berpelat merah ini akan memperoleh tambahanpendapatan yang besar (perolehan buat Exxon persis sama denganperolehan buat Pertamina). Perusahaan ini juga mendapat rekan kerjakelas dunia dengan kemampuan teknologi dan finansial yang sulitditandingi oleh siapa pun saat ini (Exxon adalah perusahaan duniaterbesar). Singkatnya, Pertamina saat ini mem- peroleh momentum untuktumbuh lebih baik dengan me-manfaatkan peluang yang sekarang terbuka.Sebagai seorang yang pernah terlibat dalam tim negosiasi, saya merasabangga bahwa perundingan yang

sebagai manajer

umum,

melelahkan itu berakhir dengan baik danmemuaskan kita. Lima tahun lebih sumber daya alam kita di Blok Cepudisandera oleh ketidakpastian dan kekaburan prioritas. Kini semua itutelah menjadi bagian dari masa lalu. Pada akhirnya kita bisa berkatabahwa kita masih memiliki akal sehat. Mission accomplished.Terus-terang, saya agak kesulitan dalam mengikuti alur berpikirorang-orang yang mengkritik hasil perundingan itu. Sebagian dari merekahanya melihat pada satu isu, y-aitu operatorship, tanpa mau mengertisedikit pun tentang konteks persoalan besar yang melibatkan isu-isupenting lainnya. Sebagian lainnya hanya berkutat pada isu yangsebenarnya agak diputarbalikkan, yaitu cost recovery. Seolah-olah dalamsoal ini hanya pihak Exxon yang menentukan biaya operasi dan pasti akanterjadi kerugian negara dalam jumlah yang fantastis. Mereka tidakpernah mau me-ngerti bahwa soalnya tidak semudah itu. Dalam operasi,Pertamina akan terlibat aktif. Pengawasan biaya pun akan di- lakukanberlapis-lapis.Adanya suara-suara nasionalisme sempit dengan sejum-lah tuduhan miringmengingatkan saya pada sebuah ung-kap-an dari Dr Samuel Johnson:nationalism is the last re-fuge of scoundrels. Saya hanya bisa berkatabahwa Indone-sia bisa menjadi bangsa yang besar hanya dengan membukadiri, memanfaatkan kesempatan yang dibuka oleh zaman ini, serta secarakreatif belajar dari mereka yang sudah terlebih dahulu menjadi bangsayang maju. Masalahnya bukan terletak pada kebanggaan atau kepercayaan terhadapsatu atau beberapa perusahaan milik negara. Soalnya lebih terletak padapilihan prioritas dan ke-beranian untuk memilih. Lewat negosiasi BlokCepu, pe-merintah telah menetapkan dan memilih prioritas. H-asil yangdiharapkan pada akhirnya adalah percepatan peningkatan kesejahteraanrakyat. Jika ini terjadi, di situlah melelahkan itu berakhir dengan baik danmemuaskan kita. Lima tahun lebih sumber daya alam kita di Blok Cepudisandera oleh ketidakpastian dan kekaburan prioritas. Kini semua itutelah menjadi bagian dari masa lalu. Pada akhirnya kita bisa berkatabahwa kita masih memiliki akal sehat. Mission accomplished.Terus-terang, saya agak kesulitan dalam mengikuti alur berpikirorang-orang yang mengkritik hasil perundingan itu. Sebagian dari merekahanya melihat pada satu isu, y-aitu operatorship, tanpa mau mengertisedikit pun tentang konteks persoalan besar yang melibatkan isu-isupenting lainnya. Sebagian lainnya hanya berkutat pada isu yangsebenarnya agak diputarbalikkan, yaitu cost recovery. Seolah-olah dalamsoal ini hanya pihak Exxon yang menentukan biaya operasi dan pasti akanterjadi kerugian negara dalam jumlah yang fantastis. Mereka tidakpernah mau me-ngerti bahwa soalnya tidak semudah itu. Dalam operasi,Pertamina akan terlibat aktif. Pengawasan biaya pun akan di- lakukanberlapis-lapis.Adanya suara-suara nasionalisme sempit dengan sejum-lah tuduhan miringmengingatkan saya pada sebuah ung-kap-an dari Dr Samuel Johnson:nationalism is the last re-fuge of scoundrels. Saya hanya bisa berkatabahwa Indone-sia bisa menjadi bangsa yang besar hanya dengan membukadiri, memanfaatkan kesempatan yang dibuka oleh zaman ini, serta secarakreatif belajar dari mereka yang sudah terlebih dahulu menjadi bangsayang maju. Masalahnya bukan terletak pada kebanggaan atau kepercayaan terhadapsatu atau beberapa perusahaan milik negara. Soalnya lebih terletak padapilihan prioritas dan ke-beranian untuk memilih. Lewat negosiasi BlokCepu, pe-merintah telah menetapkan dan memilih prioritas. H-asil yangdiharapkan pada akhirnya adalah percepatan peningkatan kesejahteraanrakyat. Jika ini terjadi, di situlah

02 April 2006 ==============================================================

Edisi. 05/XXXV/27

Maret